"Kau yakin tidak mau diantar?"
"Tidak, obati saja Sunoo... Aku lihat tangannya melepuh saat mengambil kue dari oven tadi" Haerin mengangkat paper bag berisi kue yang ia dan Sunoo buat tadi.
"Kalau begitu aku pergi dulu, sampaikan salam ku pada Sunoo. Sampai jumpa" Gadis itu berjalan pergi meninggalkan Heeseung yang hanya diam di bibir pintu apartemen, menatap kepergiannya.
Hari sudah mulai sore di hari minggu ini. Beruntung hari ini ia libur bekerja, jadi tidak terlalu khawatir untuk pulang terlalu larut karena jarak apartemen Heeseung dan Sunoo jauh dari tempat tinggalnya.
Haerin lebih memilih berjalan kaki karena rupanya sore ini sangat indah untuk dinikmati, ini jarang terjadi karena beberapa minggu belakang hujan terus turun mengguyur tak henti-hentinya.
Mengedarkan pandangan hingga tatapannya mendarat pada sebuah keluarga kecil yang tengah asik berjalan-jalan santai di trotoar dekat taman, menikmati hari libur yang singkat ini.
Hatinya sedikit sakit saat melihatnya, hal yang dulu pernah Haerin rasakan namun tak akan pernah bisa terulang.
Butuh 25 menit perjalanan untuk sampai ke flat, hari sudah mulai gelap sekarang.
Mata kucingnya langsung terfokus pada boneka kelinci yang tergantung di pintu saat dirinya berjalan melewatinya.
Ingatannya tiba-tiba diserang oleh gadis yang ia ketahui bernama Hanni itu. Sudah sekitar 3 hari setelah kejadian itu Haerin tak melihat gadis itu lagi.
Tampak lampu selalu mati saat malam hari, bahkan tak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam.
Haerin mengangkat bahunya acuh sebelum memasuki flatnya.
__________________
"Hah~ segarnya" gumam Haerin menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil.
Suara dari panci di atas kompor mengingatkan bahwa dirinya tengah memasak sup ayam tadi.
"Oh aku lupa!" Melempar handuknya ke atas ranjang sebelum menghampiri panci yang mengepul dengan marah di atas kompor.
"Aw!! Sial!" Ringis Haerin saat tangannya tak sengaja menyentuh telinga panci yang masih panas, dengan cepat mematikan kompor beralih pada wastafel untuk mendinginkan jarinya dengan air mengalir.
Jarinya tampak mulai memerah, mengambil beberapa plester yang ia simpan di laci dapur hingga tangannya tak sengaja menyentuh kotak kecil obat.
Haerin berdecak kesal saat dirinya mengingat obat-obatan yang dimaksudkan ia beli untuk gadis itu malah tak berguna, melempar obat gel yang masih baru tersebut kembali kedalam laci.
Tiga plester dengan gambar katak hijau kecil ia letakkan di atas meja, membuka plester satu persatu sebelum melilitkannya pada 3 jari di tangan kanannya yang masih terasa perih, mencegah pembengkakan yang mungkin saja muncul.
Brak!
Suara keras terdengar dari luar membuat tubuhnya terperanjat karena terkejut. Mengutuk kecil karena suara itu selalu terdengar beberapa hari belakang ini ntah dari mana.
Haerin kali ini memberanikan diri untuk pergi memeriksa keluar, namun tak ada apapun setelah ia memeriksanya.
Melihat kondisi sekitar yang sunyi seperti biasanya, namun ketika dirinya hendak masuk kembali seorang pria tiba-tiba keluar dari flat sebelah.
Tatapannya beradu dengan pria menakutkan yang kini tengah menutup pintu agak keras sebelum menguncinya dari luar. Haerin tampak tak asing dengan pria itu.
Tatapan mereka bertahan lama saat pria itu akhirnya beranjak pergi meninggalkan gadis yang mematung ditempatnya.
Apa yang dilakukan pria itu di flat Hanni?
.
.
.
.
.
.