Haerin memejamkan matanya. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa saat-saat seperti ini akan terulang kembali dalam hidupnya.
Berbaring diatas hijaunya rerumputan, dengan langit malam bertabur bintang indah yang menemani.
Suara jangkrik lebih dominan terdengar daripada percakapan keduanya yang telah terhenti sekitar 15 menit yang lalu. Mereka kini larut dalam pikiran masing-masing.
Atau mungkin hanya Hanni yang tengah berpikir keras sedari tadi.
"Sudah sejauh ini"
"Hemm?"
"Sudah sejauh ini kita bersama" Hanni mulai memainkan helaian rambut Haerin yang saat ini tengah menjadikan pangkuannya sebagai bantal.
"Aku tidak pernah menyangka bahwa kita akan bersama selama ini"
"Dan aku tidak pernah menyangka bahwa aku bisa dipertemukan dengan mu, secara kebetulan seperti ini" balas Haerin membuka sebelah matanya untuk mengintip reaksi Hanni.
Terlihat senyum kecil terbentuk dibibir dengan tatapan mata yang menerawang jauh dihadapan.
"Terimakasih atas segalanya, atas apa yang telah kau lakukan kepadaku selama ini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada kau" ucap Hanni dengan wajah sedihnya.
Memikirkannya nasibnya yang malang jika seandainya Haerin tidak berbaik hati membantunya saat tengah dalam kesulitan, mungkin saat ini dirinya tengah tenggelam dalam penderitaan yang tak berujung.
Memikirkan hal tersebut membuat hatinya sakit. Tak terasa air matanya mengalir hingga menetes diatas dahi Haerin, membuat gadis dipangkuannya segera mendudukkan diri.
Haerin menatap sendu Hanni, tak ingin mengganggu kesedihan gadis tersebut.
Butuh beberapa menit untuk Hanni memenangkan diri. Sementara udara malam kini mulai terasa menusuk tulang, membuat keduanya merapatkan sisi tubuh satu sama lain.
"Aku tidak percaya bahwa cinta itu nyata, setelah keluargaku meninggal" Haerin meraba-raba saku celananya, menemukan gantungan kunci kelinci yang selalu ia bawa kemanapun.
"Namun sekarang aku kembali percaya bahwa cinta itu benar-benar nyata" tangannya terulur untuk meletakkan gantungan kunci tersebut diatas telapak tangan Hanni.
"Aku menemukan itu didepan pintu flatmu"
Terlihat senyum Hanni kembali mengembang. Wajah sedihnya seketika terganti dengan wajah penuh kegembiraan.
"Kau menemukannya!? Astaga! Terimakasih banyak, gantungan kunci ini benar-benar berarti bagi ku. Ibuku membelikan ini untuk digantung didepan pintu flat agar aku tidak tersesat" Hanni meraba bahu Haerin lantas menarik gadis tersebut kedalam pelukannya.
"Tidak masalah, sekarang aku tahu mengapa gantungan kunci jelek itu selalu ada didepan pintu mu" ejek Haerin membuat keduanya tertawa lepas.
"Meskipun jelek tapi berguna" balas Hanni.
Keduanya masih mempertahankan posisi saling berpelukan. Meskipun sedikit canggung dan tidak nyaman, Haerin tetap menikmatinya.
"Apa kau pernah jatuh cinta?" Ucap Hanni memecah keheningan.
"Aku tidak tahu apa saat ini aku tengah jatuh cinta atau tidak, tapi-" Haerin memegang kedua sisi wajah Hanni sebelum menyatukan bibir mereka.
Hanya kecupan singkat, namun berhasil membuat jantung keduanya berdetak kencang.
"Ibu ku pernah berkata bahwa jantungmu akan berdetak lebih cepat dari biasanya saat kau berada didekat seseorang yang kau cintai. Dan benar, saat ini aku tengah jatuh cinta"
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
______________________________
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
BRAK!!
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
Haerin terbangun dari tidur. Matanya berkedip beberapa kali, berusaha menyesuaikan kegelapan yang mengelilingi.Kepalanya terasa berputar hebat karena suara keras yang tiba-tiba mengganggu tidurnya. Hingga kini dirinya mulai menyadari bahwa ia tertidur di sofa kusam diruang tengah.
Dengan perasaan linglung ia berjalan menuju kamar tidur. Memastikan bahwa suara keras tadi bukan berasal dari Hanni yang mencoba untuk mengambil air minum lagi.
Namun tidak ada seorangpun didalam kamar, membuatnya panik dan mulai memeriksa setiap ruangan.
Dan saat Haerin sampai di dapur hanya kegelapan yang menyambutnya. Bau amis bercampur besi berkarat menyerang indra penciuman.
Menelan gumpalan ludah ditenggorokannya yang tiba-tiba terbentuk. Tangannya dengan panik mencari saklar lampu, mencoba melihat dengan jelas dari mana bau yang tidak asing baginya tersebut berasal.
Hingga saat lampu menyala kakinya seketika lemas, melihat pemandangan mengerikan keadaan dapur yang dihiasi cairan merah kental.
Mulutnya terkatup rapat, berusaha untuk tidak memuntahkan apapun dari dalam mulutnya ketika melihat tubuh Alston tergeletak tanpa kepala di lantai dengan 3 kepala manusia berjejer diatas meja makan.
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
'Nikmati kebebasanmu sebelum menemani ayahmu yang bodoh itu dineraka, nona Kang'
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
Secarik kertas dengan tulisan tidak karuan tertempel disalah satu kepala, dan sepertinya Haerin mengenali wajah siapa itu.Kakinya mulai menyerah. Haerin ambruk diatas lututnya.
Ingatannya kembali memutar ulang pada kejadian dimasa lalu. Hangatnya suasana pagi dengan canda tawa yang tidak seperti biasanya menemani.
Senyum lebar ibu yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka, gurauan jenaka sang kakak yang membuat ayah tertawa terbahak-bahak.
Namun tatapan Haerin tak pernah lepas dari sang ayah. Menatap aneh pria tersebut yang tidak pernah melepas jas putih kebanggaan dari tubuhnya.
ᅠ
ᅠ"Apa ayah akan pergi ke rumah sakit lagi?"
"Iya sayang"
ᅠ
ᅠ
ᅠ
Itu adalah percakapan terakhir yang mereka lontarkan. Sekarang ia mulai mengetahui, mereka terbakar hidup-hidup bukan tanpa alasan, mereka mati bukan karena kelalaian.Senyum kecil terbentuk dari bibirnya. Tangan terulur mencabut pisau yang menancap dikepala mantan teman satu pekerjaannya tersebut.
"Jadi itu sebabnya kau terus mengejarku, sekarang aku tahu bahwa itu bukan karena Hanni putri mu" bisiknya.
"Dan sekarang kau menemukanku. Keluarga terakhir Kang yang masih tersisa"
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
ᅠ
END
![](https://img.wattpad.com/cover/335612830-288-k799385.jpg)