"Dia sudah tidak bekerja disini hampir dua minggu lamanya... Ck, gadis cacat itu memang tidak seharusnya aku pekerjakan"
Haerin mengepalkan jemarinya mendengar penuturan wanita tua pemilik toko bunga dihadapannya.
Giginya tanpa sadar terkatup rapat saat mendengar hinaan keluar dari mulut menjijikkan wanita tersebut.
"Terimakasih informasinya, maaf telah mengganggu pekerjaan mu" ucap Haerin memaksakan senyumnya.
"Memang sangat menganggu, sekarang pergilah"
Ia berjalan keluar dari toko bunga dengan perasaan jengkel dan khawatir.
Hanni sudah tidak bekerja disana sejak lama. Mengapa?
__________________
Sudah sekitar satu jam lamanya Haerin berdiri didepan pintu, tangannya terus mengguncangkan gagang pintu dihadapannya berharap orang didalam sana membukanya.
Namun nihil, tak ada siapapun disana.
Bughhhh
Untuk terakhir kalinya Haerin menendang pintu kayu tua tersebut, kakinya tiba-tiba terasa lemah hingga tak sadar tubuhnya merosot dan terduduk di lantai.
"Dimana kau, sialan aku benar-benar mengkhawatirkan mu" bisiknya mengusap kasar wajah yang terasa lelah.
Tak pernah dalam hidupnya ia mengkhawatirkan seseorang hingga seperti ini.
Haerin tidak tahu mengapa ia sangat peduli pada gadis asing yang tiba-tiba muncul didalam kehidupannya tersebut.
Ia masih tidak tahu perasaan aneh apa yang dirasakannya saat tengah berada didekat gadis itu.
Bibirnya yang selalu terangkat saat melihat wajahnya, hatinya yang selalu menghangat ketika mereka bersama.
Begitu kuat kah efek yang Hanni timbulkan kepadanya?
Haerin menyandarkan kepalanya ditembok, rasa lelah hari ini telah tergantikan dengan perasaan khawatir yang berlebihan.
Lengannya terkulai lemas di sisi tubuh hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh mengganjal di atas lantai yang tengah ia duduki saat ini.
Tangannya terulur kebawah untuk mengambil benda tersebut.
Terlihat boneka kelinci yang sudah usam ditangan.
Itu adalah boneka kecil yang selalu tergantung di gagang pintu flat milik Hanni.
__________________
Kakinya berjalan dengan cepat di trotoar, matanya terus menatap tajam pada dua orang dihadapan.
Hari sudah mulai gelap saat ini, seharusnya Haerin berangkat ke minimarket untuk kembali bekerja.
Yeah, memang seharusnya seperti itu, namun tiba-tiba niatannya buyar seketika saat melihat satu sosok yang ia kenali tengah diseret paksa di sisi jalan.
Hal tersebut membuat Haerin mengurungkan niatnya untuk pergi ke minimarket, kakinya otomatis mengikuti kemanapun mereka berjalan.
Bibir terkatup rapat ketika melihat pria itu terus menyeret gadis disebelahnya tanpa rasa iba, meskipun suara rengekan kesakitan terdengar jelas dari gadis itu.
Sialnya tak ada seorangpun yang berani membantu gadis tersebut, orang-orang hanya berdiri melihat mereka sekilas dan kembali pada kegiatan masing-masing, sama sekali tidak peduli dengan kejadian tersebut.
Haerin semakin mempercepat langkahnya untuk mengikis jarak diantara mereka.
Pada akhirnya pria itu berhenti disisi mobil bak terbuka diparkiran sebuah pom bensin.
Terlihat rambut gadis itu ditarik dengan kasar, menyuruhnya untuk memasuki mobil tersebut.
Kali ini Haerin berlari untuk menuju mobil itu, namun sepertinya ia kurang cepat karena mobilnya telah melaju pergi meninggalkan parkiran.
Tidak ingin kehilangan jejak dengan cepat ia berlari menuju jalan utama untuk mencari taksi.
Beruntung ada beberapa taksi yang terparkir di sisi jalan, tidak berpikir panjang Haerin memasuki salah satu taksi.
"Bisakah kau mengikuti mobil itu?" Tunjuk nya sedikit panik pada mobil bak terbuka yang terlihat mulai menjauh dari pandangan.
"Aku sedang istirahat, kau cari taksi lain saja" ucap acuh supir pria dibalik kemudinya.
"Aku akan membayar mu berapapun" ia merogoh sakunya untuk mengeluarkan beberapa lembar uang dari sana.
"Aku tidak peduli" balas supir menurunkan topinya hingga menutupi wajah.
Tangannya tak sengaja menyentuh pisau lipat kecil pemberian Hyeju yang mungkin tak sengaja terbawa di saku celananya.
Haerin menelan ludah gugup, tatapannya tertuju pada supir taksi yang terlihat mulai menyamakan diri di jok depan, hendak tertidur lelap.
Tidak ada pilihan lain untuk saat ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.