Haerin menatap dirinya di depan cermin kusam dikamar mandi, tampak bibirnya pucat, hidung memerah, dengan mata sayu.
Tubuhnya terasa pegal-pegal dan kulitnya panas, sepertinya ia demam.
Ia berjalan sempoyongan keluar dari kamar mandi untuk menuju dapur. Perutnya belum terisi hampir seharian karena tidak sanggup untuk sekedar berdiri, rasanya dunia berputar terlalu cepat oleh penglihatannya saat ini.
Mengisi teko kecil dengan air keran untuk ia masak, mungkin dengan meminum teh hangat bisa membuat tubuh terasa lebih baik.
Mengecek dilemari pendingin apakah ada bahan makanan yang bisa ia masak, dan tentu saja untuk kesekian kalinya ia lupa berbelanja minggu ini.
"Oh yang benar saja" ucapnya kesal.
Ia akhirnya hanya mengambil serbuk teh hijau dari laci, menuangkan hampir setengah bubuk teh di dalam gelas, tak peduli dengan takaran karena kepalanya semakin pusing dan berdenyut menyakitkan.
Penglihatannya tak sengaja menemukan bungkus roti tawar tersembunyi di balik susunan piring tua di dalam laci. Masih terdapat 3 lembar roti didalamnya, namun terlihat sudah sedikit berjamur.
Mengangkat bahunya tidak peduli, hanya jamur roti biasa tak akan bisa membunuhnya.
Menuangkan air yang sudah mendidih kedalam gelas tadi, memanggang roti sebentar pada api kompor yang masih menyala.
Tak butuh belasan menit satu piring roti bakar dan teh sangat tersaji di atas meja makan kecil.
Haerin duduk dengan manis di atas kursi, mengambil roti yang sedikit menghitam di pinggiran nya karena terlalu lama ia panggang di atas api.
Belum sempat roti tersebut menyentuh bibirnya, suara bising terputus-putus terdengar dari luar.
Ia terdiam sejenak, memastikan suara apa itu hingga......
"TIDAK!!"
Haerin terkejut melompat dari tempat duduknya saat ia dengan jelas mendengar jeritan seorang gadis dari luar, dengan segera keluar dari flatnya.
Matanya membulat sempurna melihat seorang gadis dijambak dan diseret paksa dilorong oleh pria tinggi.
"Apa yang kau lakukan!? Lepaskan dia!!" Ucapnya dengan penuh emosi, berjalan dengan cepat menghampiri keduanya.
"Ini bukan urusan mu, pergilah" ujar pria itu dengan suara tenang meskipun gadis di genggamannya meronta-ronta kesakitan.
"Kau menyakitinya!" Haerin berusaha melepaskan genggaman pria itu dari rambut gadis tersebut, membuat pria dewasa itu mendelik tak suka.
Bugh!
Tubuh lemah Haerin terlempar dengan kencang ke arah dinding, punggungnya membentur dinding keras hingga ia terkulai lemas dilantai.
Rasa sakit kepala kembali menyerang namun kali ini semakin menyakitkan, penglihatannya mengabur melihat gadis malang yang diseret paksa menuruni tangga.
"HAERIN!" Teriakan terakhir yang ia dengar sebelum semuanya menjadi gelap.
____________________
"Bisakah kau berhenti memukul tv nya?? kau berisik sekali"
"Ini cara ampuh untuk membuatnya menyala"
"Tapi kau sangat berisik"
Suara bising dari pertengkaran kecil kedua pria itu membuat gadis yang tengah berbaring di atas ranjang terbangun.
Haerin mengerjapkan matanya beberapa kali, sedikit mengerang saat matanya berusaha menyesuaikan cahaya lampu, ditambah belakang kepala dan punggungnya yang masih terasa berdenyut sakit.
"Eh dia sudah bangun" ucap suara yang seperti ia kenal siapa itu.
"Sunoo?"
"Iya iya aku disini" Sunoo membantu Haerin untuk duduk.
"Sejak kapan kalian disini?" Tanya gadis tersebut serak, terlihat juga Heeseung yang tengah berdiri disisi meja tv cembung dengan sebuah tongkat baseball tua miliknya.
"Hyeju bilang kau tak pergi bekerja sudah hampir 3 malam, jadi kami berinisiatif untuk melihatmu karena takut jika kau sakit... Dan benar saja, tadi kami menemukan mu tak sadarkan diri di luar-"
"Andai saja kita berdua tidak datang, mungkin kau akan membeku karena dinginnya malam"
Ucapan Sunoo tersebut membuat Haerin terdiam, berusaha memproses kejadian apa yang ia alami tadi.
Namun itu tak berlangsung lama ketika siluet seseorang yang diseret dengan kejam tiba-tiba terlintas dipikirannya.
"H-Hanni!"
"Honey? Oh Honey, tadi kau terus mengngingau tentang itu... Apa kau ingin madu?"
"Tidak-tidak... Itu Hanni, nama seseorang" Haerin mengacak rambutnya frustasi.
Demamnya telah menguap begitu saja namun kali ini malah terganti oleh sakit kepala yang luar biasa.
"Hani? Siapa itu?" Tanya Sunoo menatapnya dengan bingung.
Gadis yang diberi pertanyaan tersebut malah bungkam, mengingat ia yang tak pernah menceritakan tentang Hanni kepada siapapun.
Ia takut jika teman kerjanya tersebut akan menganggapnya aneh, karena mengkhawatirkan seorang gadis buta yang bahkan hanya beberapa kali ia temui.
Melihat tak ada tanggapan yang berarti, membuat Heeseung berinisiatif mengambil segelas air putih dan menyerahkannya pada Sunoo yang tengah duduk disisi ranjang.
"Tidak apa-apa untuk tidak bercerita, ini sebaiknya kau minum dulu"
Haerin menghela nafas panjang, mengambil segelas air yang terulur kepadanya dengan tangan gemetar, masih mengingat kejadian menyedihkan tadi.
Rasa penyesalan tiba-tiba menghantuinya karena ia terlalu lemah untuk menolong gadis itu.
..