Pintu terkunci dengan aman, namun Haerin tetap memastikannya bahwa pintu benar-benar terkunci dengan baik.
Malam ini sedikit lebih dingin dari biasanya, jadi dia memutuskan untuk menggunakan jaket yang lebih tebal.
Kakinya melangkah malas menuruni tangga, ntah kenapa malam ini Haerin benar-benar malas untuk pergi bekerja, namun dia harus tetap memaksakan diri.
Di tambah sudah beberapa kali ia mengambil cuti, dan merasa tidak enak juga pada Hyeju yang harus menjaga minimarket sendirian dimalam hari.
Tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar suara rintihan ntah dari mana.
"Mungkin suara anjing" bisik Haerin tidak peduli.
Haerin berjalan menuju gang yang biasa dia lewati. Lampu disana masih belum diperbaiki, jadi ia berinisiatif untuk membeli senter kecil tadi pagi di toko serba ada.
Sedikit menyesal karena seharusnya tadi dia membeli senter berukuran sedang agar cahayanya sedikit lebih terang.
Langkahnya terhenti kembali saat mendengar suara rintihan itu lagi, namun kali ini lebih jelas.
Haerin diam sejenak, jika didengarkan dengan seksama bukan terdengar seperti suara anjing atau sejenis hewan apapun.
Apa itu suara manusia? Pikirnya.
Seketika membuatnya panik, dengan cepat Haerin mencari asal suara tersebut. Ada banyak jalanan kecil yang berada di gang tersebut dan semuanya dalam keadaan gelap gulita.
Jadi dia hanya bisa mengandalkan pendengaran dan senternya yang tidak membantu sama sekali.
Gadis itu mencari ke segala arah, namun tidak dapat menemukan sumber suara kecuali gang buntu dimana tempat pembuangan sampah berada.
"Ck sial sial sial!" Umpat Haerin saat senternya tiba-tiba mati, namun itu tak membuatnya menyerah.
Langkah kakinya sedikit dipercepat ketika suara rintihan tersebut semakin terdengar jelas.
Dan disana, didekat tempat sampah terlihat remang-remang seorang pria berkepala plontos tengah melakukan hal yang menjijikkan pada seseorang yang dia pojokan ke dinding.
Haerin mengepalkan tangannya keras, tatapannya berbalik segala arah untuk mencari benda yang bisa ia gunakan sebagai alat pertahanan.
Hingga sebuah besi bekas rangka sepeda tua terlihat lebih mencolok di kegelapan, tidak berpikir panjang Haerin mengangkat kerangka sepeda tersebut.
Berjalan mengendap-endap kearah pria bertubuh besar yang masih belum menyadari keberadaannya itu.
Tapi mungkin hari ini adalah hari sialnya, gadis tersebut tak sengaja menginjak kaleng minuman di tanah membuat pria itu segera berbalik.
Sebelum pria tersebut bereaksi, dengan cepat Haerin melayangkan pukulan demi pukulan ke arah kepala plontosnya secara membabi buta.
Bahkan hingga pria tersebut sudah terkapar di tanah, Haerin masih tetap memukulinya hingga kerangka sepeda ditangannya berubah bentuk.
Segera setelah darah segar terlihat mengalir deras dari kepala pria tersebut, akhirnya dia menghentikan pukulannya.
Haerin seketika tersadar, melemparkan besi yang sudah tidak berbentuk itu ke sembarang arah. Tangannya tiba-tiba bergetar hebat saat melihat pria di bawahnya tidak bergerak sama sekali.
"A-apa kau baik-baik saja?" Tanya Haerin dengan suara bergetar, menghampiri gadis yang sangat ketakutan di dekat dinding.
Terlihat bajunya sudah compang camping, hingga akhirnya kepala gadis tersebut terangkat membuat detak jantung Haerin semakin berdebar kencang.
"Hanni?"
__________________
"....Akan sangat berbahaya jika harus kembali keflat, sebaiknya kalian diam disini dulu" ucap Hyeju menepuk bahu teman kerjanya tersebut sebelum pergi keluar dari gudang.
Meninggalkan kedua gadis yang tengah duduk diam beralasan kardus bekas di lantai, keheningan kini menyelimuti keduanya.
Haerin menyandarkan kepalanya pada tumpukan kardus dibelakang, menatap kedua tangannya yang terkena percikan darah.
Kepalanya kini menoleh pada Hanni yang tengah duduk dengan memeluk lututnya di depan dada.
Baju compang-camping gadis tersebut kini telah dilapisi kemeja milik Hyeju, menggantikan jaket Haerin yang kotor terkena darah segar tadi.
Dia sedikit meringis saat mengingat kejadian beberapa jam lalu. Dirinya tak menyangka bahwa ini adalah malam pertama dalam hidupnya membunuh seseorang dengan kedua tangannya sendiri.
Dan semua itu ia lakukan hanya untuk gadis disebelahnya, wow luar biasa.
Lututnya tertekuk, wajah Haerin kini terkubur di kedua tangannya yang terlipat diatas lutut.
Air mata mengalir begitu saja dari matanya, rasa penyesalan kini tumbuh di dalam hati. Ntah itu menyesal karena tak menolong Hanni sejak awal atau karena ia membunuh pria itu secara kejam.
Haerin tidak tahu pasti, yang jelas bahwa kini dirinya adalah seorang kriminal.
Sebuah tangan tiba-tiba menyentuh bahunya dengan lembut.
"Apa kau menangis?" Bisik Hanni hampir tak mengeluarkan suara.
Air mata kembali keluar kali ini lebih deras, Haerin tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, tubuhnya bergetar hebat, pandangannya kabur karena air mata.
Hanni meraba kedua belah pipi Haerin, menangkupnya dengan penuh kasih sayang sebelum menyatukan dahi mereka berharap hal tersebut bisa menenangkan Haerin.
"Jangan menangis" bisik Hanni sekali lagi.
.
![](https://img.wattpad.com/cover/335612830-288-k799385.jpg)