6. Aku sudah sembuh

66 28 1
                                    

Senin, sore. Dokter sudah membolehkan Junna pulang ke rumahnya. Junna senang jika sudah boleh pulang. Namun, dari tadi yang ada dibenak nya adalah Jaehyun.

Junna takut jika Jaehyun akan menghukumnya dua kali lipat. Atau mungkin lebih? Sebelum Junna kembali, Junna mengumpulkan keberanian untuk sampai di rumahnya.

"Tuh kan, kamu udah bisa pulang kalau kamu makan banyak. Untung tadi pagi, aku bawain kamu makanan. Jadi, kamu harus tetap sehat selalu ya. Jangan begadang, kecuali ada tugas. Eh? Jangan deh, kalau tugas biar aku bantu pas pagi atau sorenya." Ucap Gina dengan membanggakan diri.

Baik, Junna mengangguk saja. Ia terlihat lucu. "Iya, kamu hebat. Sama seperti Bunda. Kamu juga selalu jaga kesehatan ya."

Ya ampun! Apalagi inii?! Tahan Gina, tahann!! Jangan blush. Nihil. Wajah Gina telah memerah.

Gina mengalihkan pembicaraannya. "Sebelum kamu pulang. Papa kayaknya mau kesini, jenguk kamu sebentar."

Junna tersenyum, lalu mengangguk. "Kalau ayah?" Tanyanya sambil mengangkat kedua alisnya.

Gina melirik Junna. "Ayah kamu kayaknya juga dateng, deh"

Terlihat Junna tersenyum lebar. Ada apa dengan dirinya? Seharusnya Jaehyun dibenci oleh Junna. Tapi, kenapa Junna tidak bisa?

Karna sudah banyak Jaehyun telah mengkasarinya. Dengan hukuman-hukumannya. Junna juga menaruh nyawanya demi mendapatkan nilai terbaik untuk Jaehyun. Dan Jaehyun juga kadang merasa tidak puas dengan keberhasilan Junna. Junna sangat kerja keras dalam seperti ini. Saking kerasnya, ia sampai melupakan kesehatan pada tubuhnya.

___

Jaehyun dan Johnny, telah sampai di rumah sakit. Dan sekarang berada di ruangan Junna. Junna terlihat senang, karena Johnny dan Jaehyun bisa menyempatkan diri untuk menjenguknya. Ini adalah kali kedua kebahagiaan Junna.

"Junna.. Keadaan kamu sekarang, gimana?" tanya Johnny yang berada disamping kanan Jaehyun.

"Junna udah sembuh, Om"

Johnny tersenyum simpul. Tak ingin menunjukkan rasa sakitnya. Agar Junna tidak mengkhawatirkannya.

"Kata dokter, kamu udah bisa pulang. Sekarang kita akan pulang. Dan besok kamu boleh istirahat lagi, tapi kalau kamu ingin sekolah, tak apa-apa. Biar Gina temani kamu." ucapnya.

Junna melirik Jaehyun sebentar. "Lebih baik besok aku sekolah aja, Om." jawab Junna dengan senyum tipis.

Johnny mengangguk simpul. "Iya, gak apa-apa"

___

Junna telah memasuki kamarnya. Ia sangat rindu aroma khas dalam kamarnya. Lebih tenang disini, dari pada kemarin. Junna tersenyum saat sedang mengingat Gina. Gadis itu tampaknya baik, Junna jadi tak ragu untuk mendekatinya.

Mungkin suatu hari nanti, mereka akan bersama.

Junna merebahkan tubuhnya pada kasur king size nya. Sembari memejamkan kedua matanya perlahan. Dan sampailah ia dalam mimpinya.

Omong-omong soal Gina. Gina dan Johnny sudah pulang satu jam yang lalu. Bagaimana dengan Jaehyun? Saat ini ia berada didalam kamarnya. Jaehyun hanya bisa mematuhi perintah Johnny dengan enggan. Kalau publik bisa tahu, tamatlah reputasiku. Kalimat itu selalu muncul dalam benak Jaehyun.

___

POV Gina

21.00 WIB.

Aku baru aja sampai rumah. Aku habis dari rumah Junna. Kami mengantar pulang Junna dengan senang hati. Omong-omong, kalian udah tahu Junna kan?

Iya, dia anak Om Jaehyun. Perusahaannya sama terkenal dengan perusahaan Papa. Kalau dilihat-lihat, Om Jaehyun itu punya wajah yang menjengkelkan! Aku kurang menyukainya. Om Jaehyun juga sepertinya tidak menyukai Junna. Anaknya sendiri.

Tapi, aku seneng banget bisa bertemu dengan Junna. Meskipun itu baru kali pertama, tapi rasanya seperti sudah bertemu sebelumnya. Masa tentang masa lalu?

Aku melangkah menuju kasur sambil berpikir. Merebahkan tubuh.

"Mungkin cuma perasaan aja," gumamnya. Lalu kedua mataku terpejam perlahan. Sampai menuju mimpiku.

Tik.. Tok..

Tik.. Tok..

Suara jam dinding kamar Gina terus terdengar. Hembusan angin diluar bisa terdengar juga. Dan tiba-tiba air hujan turun dengan deras. Udara sejuk memasuki kamar Gina.

"Gak! Gak!! Kamu gak boleh tinggalin aku! Hikss" terdengar teriakan histeris seorang gadis.

Gadis itu sedang menangisi seorang pria yang terbaring lemah di ruangan serba putih yang beraroma khas obat-obatan. Beberapa alat terpampang jelas di lilitkan pada tubuh pria itu. Guna membantunya.

Gadis itu terus menangis sambil menggoyangkan tubuh pria itu. Namun, tak ada hasil! Semua yang dilakukan hanyalah membuatnya semakin sakit. Seharusnya jangan menangis! Nanti pria itu akan menangis.

"Nak, kamu ikhlasin aja ya. Kasian dia nanti jadi sedih lihat kamu menangis terus. Biar dia bahagia, kamu juga harus bahagia. Suatu saat, kamu akan kembali bertemu dengannya. Kamu bisa bersama dengannya. Selamanya pun tak apa. Yang terpenting, jaga kesehatanmu. Jangan terlalu banyak menangis, ya" itulah kalimat yang keluar dari mulut Bu Ani. Bu Ani adalah ibu gadis itu. Sesegera mungkin, Bu Ani harus menyemangati gadis itu.

Mereka saling mencintai, tapi salah satu mereka menghilang.

1988.

Mungkin ini takdir perpisahan mereka. Mungkin saja, ini juga menjadi sebuah rencana Tuhan untuk yang terbaik bagi mereka.

Bisa bertemu kembali di tahun yang berbeda.

Gadis itu bernama Ghifari. Dan pria yang terbaring tanpa bernapas itu bernama Jifdan.  Mereka berusia tujuh belas tahun. Dan sudah bersama selama mereka baru menginjak kelas 4 SD.

Mereka bertemu saat Jifdan baru menjadi murid baru di sekolah Ghifari. Berkenalan dengan malu-malu. Layaknya anak SD jaman dulu.

Sampai akhirnya mereka telah menginjak kelas sebelas. Dan masih satu sekolah.

Hati Ghifari tergores kala mendengar berita tentang kesehatan Jifdan.

Gina dalam mimpinya mengkerutkan keningnya. Mereka siapa? Aku seperti kamera yang memfokuskan keseharian mereka. Aku berniat untuk tidak bangun tidur dahulu. Agar aku tahu siapa mereka.

Tapi nihil! Aku tiba-tiba terlonjak kaget ketika mendengar petir yang menyambar dengan suara keras. Aku terduduk, baru saja tidur.

____
Next chapter↓

06 - April - 2023

Sampai JumpaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang