13. Lalu Siapa Dia?

63 17 6
                                    

Berita terkait tertangkapnya pembunuh berantai yang menewaskan enam orang langsung tersebar di seluruh kota. Bahkan seluruh acara di televisi terus membahas kasus yang membuahkan hasil itu.

Bella sedang duduk bersantai. Televisi di depannya menyala sedari tadi, menampilkan berita tertangkapnya pelaku pembunuhan tanpa henti.

Wanita itu malah fokus ke layar ponselnya. Ia membalas beberapa pesan dari rekan bisnisnya di aplikasi chatting. Tatapan wanita itu tertuju ke nama kontak yang mengirimkan pesan suara malam tadi dan belum dibukanya.

"Anantha? Ngapain itu anak?" Raut kesal langsung terlihat. Bella hendak menghapus itu semua, tetapi ia malah memilih mendengarkan pesan suara tersebut.

"Dasar anak gila," celanya setelah mendengar semua pesan suara itu. Ia langsung menghapusnya tanpa berpikir lagi.

"Kamu pikir saya akan peduli? Tidak akan! Mau mati sekaligus saya juga tidak peduli." Wanita itu meletakkan ponselnya sembarang.

Hari ini adalah hari libur baginya untuk bersantai dan melepaskan diri dari pekerjaan.

Layar televisi menampilkan wajah pelaku pembunuhan yang berdesak-desakan dengan reporter. Awalnya Bella tidak peduli, tetapi setelah melihatnya secara teliti wajah pelaku itu matanya melebar.

"Anantha?!" gumamnya tak percaya. Matanya masih sehat, ia bisa melihat jelas kalau wajah pelaku itu mirip sekali dengan Anantha.

Di saat keheranan melanda Bella, bel rumahnya berbunyi menandakan ada seseorang yang menekannya dari luar.

Pintu terbuka lebar. Dahi Bella berkerut setelah melihat tiga pria berseragam polisi berdiri di depan pintu masuk rumahnya.

Salah satu polisi menunjukkan kartu identitasnya kepada Bella. "Maaf kami menganggu waktu Anda. Kedatangan saya kami ke sini hanya untuk bertanya-tanya saja."

Bella berkedip beberapa kali. Ia mencoba menetralkan rasa terkejutnya.

"Silakan masuk, Pak." Bella mempersilakan, ketiga polisi itu pun masuk ke dalam rumahnya yang besar.

Ruang tamu menjadi tempat mereka duduk saat ini. Bella mencoba menawarkan sesuatu kepada mereka, tetapi ditolak dengan halus.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Bella hati-hati.

"Tentu Anda sudah tahu soal penangkapan pelaku pembunuhan. Dia adalah gadis yang mirip sekali dengan putri Anda, yaitu Anantha Gheania." Ketua polisi menjelaskan secara detail.

Senyum ramah Bella luntur digantikan oleh rasa dongkol di hatinya karena menyebutkan nama putrinya.

"Saya tidak mempunyai putri bernama Anantha Gheania, Pak." Jawaban Bella membuat ketiga polisi itu saling tatap bingung.

"Kenapa Anda tidak mengakui kalau Anantha adalah putri kandung Ibu?"

Sial sekali bagi Bella. Sampai kapanpun ia tidak mau mengakui kalau Anantha adalah putri yang sudah dilahirkannya dengan taruhan nyawa. Situasi sulit ini membuat Bella bingung.

"Jadi benar kalau Anantha tidak diakui Mamanya sendiri kalau ia putrinya?" sindir rekan polisi bertubuh tambun. Ia menatap sinis Bella.

"Sampai kapanpun saya tidak akan mengakui kalau Anantha adalah anak saya!" tegas Bella. Ia tidak bisa menahan semuanya.

"Kenapa?" Pertanyaan itu bersamaan dilontarkan oleh ketiga polisi.

"Dia anak penyakitan! Anak itu tidak berguna! Jika saya memilih untuk menggugurkan kandungan saya saat itu, Anantha tidak akan lahir ke dunia!"

Ucapan Bella membuat ketiga polisi itu terkejut. Hati mereka nyeri mendengar seorang ibu mengatakan kalimat menyakitkan tersebut.

Mereka memikirkan perasaan Anantha saat mamanya menyakiti perasaannya dengan ucapan tajamnya.

My Shadow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang