18. Kebusukan yang Terungkap

87 16 12
                                    

Alur yang dibuat Anantha terlalu menyedihkan. Semua itu hanya imajinasinya sebelum akhirnya terbunuh di tangan ketiga sejoli itu tepat di hari terakhir dimana Anantha ditindas tanpa belas kasihan.

Anantha tidak bisa melawan. Ia hanya berteriak dan menangis saat itu. Dia menahan rasa sakit yang perlahan merebut kesadarannya, hingga berujung kematiannya.

Pisau yang dihujamkan Varo di kedua tangan Anantha sudah membuat luka menganga di sana. Ditambah tusukkan di perut kiri Anantha yang dibuat oleh Levant. Beberapa kali Anantha juga muntah darah karena terus dipukul oleh Venya.

Mereka bertiga sangat membenci Anantha. Entah rasa benci itu timbul dari alasan apa. Mungkin bagi mereka Anantha sangat lemah hingga menjadi pelampiasan untuk di-bully dan ditindas habis-habisan.

"Tidak perlu berlebihan, jangan otopsi mayat Anantha langsung kuburkan saja dia," ucap Bella setelah menjawab panggilan telepon dari pihak kepolisan.

Bahkan Bella pun tidak terkejut atau sedih dengan kematian putrinya yang terbunuh mengenaskan.

"Tapi Anantha adalah putri Anda, kenapa Anda tidak peduli dengan nasibnya?"

"Anda tidak mau pelaku yang sudah membunuh Anantha diadili?"

Terdengar helaan napas jengah dari Bella. Ia malas sekali jika harus berurusan dengan pihak kepolisian.

"Dia bukan putri saya!" tegas Bella sudah terlanjur kesal. "Saya tidak peduli dengan kematiannya, itu sudah takdir kalau dia mati dengan cara dibunuh!"

"Tapi-"

"Kuburkan saja dia di tempat pemakaman umum! Kalau ada reporter yang bertanya kenapa Anantha tidak diotopsi, jawab saja dengan kebohongan!"

Telepon ditutup oleh Bella. Ia meletakkan ponselnya sembarang. Wanita yang sedang di ruangan kerjanya itu memijat pelipisnya pelan.

Di sisi lain, Hendra sebagai kepala sekolah SMA Bina Bangsa terkejut dengan kematian Anantha. Pria itu mondar-mandir di ruangannya. Ia sibuk memikirkan kenapa anak muridnya itu terbunuh dengan mengenaskan.

"Apa jangan-jangan ini semua ulah mereka bertiga?" Hendra menduga-duga. Merasa yakin, ia hendak keluar dari ruangannya dan menemui tiga sejoli yang selalu menindas Anantha.

Belum sempat membuka pintu, seseorang masuk terlebih dahulu. Dia adalah Varo bersama Levant dan Venya.

Mendapati raut terkejut Hendra, Varo bertanya. "Papa kenapa?"

"Pasti Papa kamu terkejut dengar kabar Anantha mati terbunuh, Var," celetuk Venya. Ia menyenggol lengan Varo yang berdiri di sampingnya.

"Kalian bertiga yang sudah membunuh Anantha?" Hendra bertanya dengan menyelidik dan serius.

Respons ketiganya malah tertawa keras. Hendra semakin muak dengan mereka.

"Kalau iya kenapa, Pak?" tantang Levant setelah menetralkan napasnya.

Hendra tidak habis pikir dengan mereka. Usia mereka masih delapan belas tahun, tetapi berani melakukan hal sekeji ini?

Ini saatnya bagi Hendra untuk mengungkap kebenaran. Ia harus melaporkan mereka bertiga ke kantor polisi. Hendra tidak peduli salah satunya adalah putranya sendiri.

"Eh, mau kemana, Pak?" Venya menghalangi pintu ruangan setelah melihat Hendra hendak keluar.

Hendra menghentikan langkah. "Saya mau melaporkan kalian semua ke polisi," jawabnya tegas.

"Papa yakin mau laporin kita semua?" timpal Varo agar Papanya berpikir dua kali. Sosok Hendra yang plin-plan sangat dikenal oleh Varo. Ia tidak bisa memutuskan sesuatu dengan cepat dan pastinya tetap ragu.

My Shadow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang