17. Jawaban Sebenarnya

82 17 27
                                    

Ruang pengadilan masih diselimuti keseriusan. Keadaan di sana tidak berubah. Beberapa kali terjadi keributan karena orang yang menghadiri acara tersebut murka dengan pelaku.

"Saya melihat dia bertanya ke resepsionis rumah sakit dimana Varo dirawat."

"Saat itu penampilannya sudah tampak mencurigakan. Dia berpakaian serba hitam dengan topi dan masker yang menutupi wajahnya."

"Saya bingung darimana dia mendapat seragam dokter tersebut. Pergerakannya sangat cepat, tidak mungkin dia mengambil dan memakai seragam dokter dengan waktu yang cukup singkat."

Saksi satu yang berada di rumah sakit itu memberikan pernyataan dengan jujur. Dia terus melirik cewek tanpa rasa bersalah di wajahnya.

"Sekitar sepuluh menit kemudian, saya melihat dia keluar dari ruang rawat Varo. Ada bekas darah di jas putih yang dia kenakan. Awalnya saya tidak mempedulikan, tetapi setelah mendengar Varo dan Pak Hendra dibunuh, saya baru sadar dia orang mencurigakan yang melakukan hal keji itu."

Pernyataan saksi disimak serius oleh mereka semua. Kecuali sosok yang diadili tersebut. Hanya ada senyum remeh yang ditunjukkannya.

Tatapannya tertuju ke Anantha. Dia berpikir semua ini akan berakhir sekarang juga. Tepat setelah semua orang sadar kalau mereka hanya imajinasi orang yang mentalnya sudah terluka.

"Alur yang lo buat terlalu menarik, Anantha," gumamnya lalu membuang wajah.

Jam dinding menjadi pusat perhatiannya. Sudah satu jam lebih semua ini tidak berakhir. Padahal dia hanya ingin mendengar hukuman apa yang diputuskan oleh hakim.

"Saksi kedua."

Seorang wanita yang dipanggil menjadi saksi kedua maju di hadapan hakim. Dia bersiap untuk membuat pernyataan sejujur-jujurnya.

Hening. Atmosfer di ruangan ini berubah dalam sekejap. Suara jarum jam mendominasi. Anantha merasa ada yang aneh, ia menatap sekitarnya.

Satu per satu orang yang ada di ruangan ini menatapnya tajam. Mereka seakan ingin menyerang Anantha saat itu juga.

"Ada apa ini?" Anantha yang kebingungan langsung berdiri dari kursinya.

Cewek itu juga melirik Nina yang duduk di sampingnya. Wanita itu juga menatap tajam dirinya.

Perlahan Anantha mundur. Hal aneh kembali terjadi, beberapa orang mulai berjalan mendekat ke arahnya.

Dibuat panik, Anantha mempercepat langkahnya untuk sampai ke pintu ruangan. Ia dikejutkan dengan beberapa penjaga yang melarangnya keluar.

Anantha memberontak. "Saya mau keluar!" teriaknya.

Salah satu penjaga mencengkram tangan Anantha kuat. Netra tajamnya sangat ditakuti oleh Anantha.

"Saya harap kamu sadar."

Anantha terdiam. Pandangannya menyapu seluruh ruangan. Matanya menyipit beberapa saat setelah merasakan rasa pusing yang menyerang kepalanya tiba-tiba.

Ruangan ini berubah warna menjadi hitam putih. Anantha mencengkram kepalanya kuat. Suara berisik orang-orang disekitarnya menyakiti telinga Anantha.

"Argh!"

Beberapa kali Anantha memukul kepalanya sendiri. Kakinya tidak dapat menopang tubuhnya. Cewek itu terjatuh.

"Saya harap kamu sadar!"

"Saya harap kamu sadar!"

"Saya harap kamu sadar!"

Semua orang berteriak menyerukan kalimat itu. Anantha semakin tersiksa sebelum akhirnya dia benar-benar sadar kalau yang dikatakan mereka semua itu kebenaran.

My Shadow [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang