05

25 16 0
                                    

"Kamu pulang ke rumah mama aja—"

"Mama ngikutin aku ?"

Nara mengerjabkan matanya. Anaknya lebih dulu menyela, ah ia bahkan sampai lupa tentang pertanyaan yang di lontarkan Kesya. Yang terlalu sibuk di hal lain.

"Mama ?"

"Mama periksa kesehatan."

Kesya memicingkan matanya agak tak percaya. Beberapa saat ia memilih mempercayai saja, mengalih pandangan keluar jendela mobil sembari pasangan ekspresi masam itu memudar dari wajahnya.

Rute jalan yang menyimpang dari rumahnya, Kesya kembali menatap ibunya.

"Kalau mama membawa aku selain ke rumah papa.. Turunin."

Kesya mengerutkan keningnya, seperti tak di tanggapi perintahnya. Tak berpikir panjang, Kesya berteriak yang tertahan. "MAH—"

Nara seketika membanting setir. Wajah mengerasnya terukir amarah di sana. Menepikan motor. Yang padahal sedikit lagi di depan sana adalah kawasan apartemennya.

"Kamu ini kenapa sih. Mama itu mengkhawatirkan kamu !"

"Kamu gak tahu seberapa keterlaluannya bicara kamu ke mama !?"

Kesya membuang muka, gesturnya bersiap ingin keluar dari mobil itu. Seolah amarah mamanya tak membuat Kesya takut.

"Kesya, harta warisan itu gak akan jatuh secepat yang kamu ingin. Kamu kira papa kamu akan mati sebentar lagi ?!"

Kesya terhenti menarik gagang pintu mobil, gesturnya beralih lagi pada ibunya. Ia merasa kecewa juga agak tersinggung pada kalimat akhir ibunya.

"Bukannya mama yang pernah bilang. Ingin warisan itu? Dan gak harus wanita itu yang merampas ?" Tatapan Kesya agak menajam. "Aku udah bertahan sampai di sini."

"Jangan buat pertahanan aku sia-sia."

"Dan aku benci hidup miskin. Tinggal sama mama itu buat aku semakin menderita."

Kesya membuka pintu dan agak membanting saat menutup kembali.

"Kesya !"

"KESYA !"

Ah sial!

Nara mengumpat pada situasi. Genggaman kedua tangannya pada setir mengerat, kuat.

**

"Kamu maunya apa sekarang ?"

"Berpisah."

"Kalau itu mau kamu. Aku pergi dari rumah ini."

"Kesya, mama tahu kamu itu berbeda dari anak lainnya dan sangat memahami keadaan. Jaga papa kamu ya. Sesekali mama akan mampir menemui kamu." ucap mamanya tersenyum simpul.

Kesya menepis air matanya. Teringat flashback itu. Namun bukan pada ingatan itu yang membuatnya sedih tapi kenyataan pahit yang di putuskan ayahnya bercerai dari ibunya.

Kesya kecewa sama papa.. tapi Kesya gak bisa begitu aja pergi dari rumah.. Batinnya namun berucap tentang mamanya.

"Maafin Kesya kasar mah."

"Kesya gak bermaksud begitu." Tersenyum kecil Kesya tetap melangkahkan kakinya memasuki perkarangan rumah.

***

Mengabaikan permasalahan hari kemarin. Dengan ekspresi datar dan tungkai yang terus melangkah. Fokus Kesya terarah pada handphone di genggamannya itu.

|Kes, gue dapat siapa dalangnya
|Selie. Senior IPA-1

Pesan dari Rial teralih pada notif yang lebih menyenangkan harinya sekarang. Pesan itu dari Sasa.

MyosotisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang