18

6 5 0
                                    

Klek.

Pintu di buka bersamaan koran pada genggaman seseorang yang sedang membaca di sofa tamu itu menurunkan si koran dan menatap sosok di hadapannya.

Raha mau tak mau harus tetap diam di posisi tanpa melengos pergi.

"Kemana aja gak pulang-pulang ?"

Raha yang menghadap dengan wajah babak belur mengalih pandangan. Bersamaan juga pria itu bangkit dari sofa menghampirinya.

"Sengaja menghindari papa ?"

"Raha nginap di apartemen teman."

"Teman ?"

"Sejak kapan kamu berani nginap di tempat teman dan gak pulang-pulang?"

Bibirnya yang menggerenyot menampilkan senyum simpul dan tertawa agak lirih. Raha memberanikan menatap papanya itu. "Ternyata benar kalau Kesya itu anak—"

Plak!

Raha memegangi pipinya, sembari menatap lagi wajah mengeras papanya dengan sorot tajam.

"Jangan sesekali kamu mendekati Kesya! Kalau sampai papa tahu—"

"Udah aku perkos*." potong Raha begitu santainya yang membuat papanya semakin menajamkan tatapan.

"Raha!" seru Taha yang menahan emosi. Melihat kepergian anaknya itu, dengan genggaman tangan menguat. "Anak bajingan."

*

"Gue tanya sama lo, apa yang buat lo jadi gila kayak gini brengsek !?"

"Gue cinta.."

Buk!

"Jauhin Kesya! Lo itu terobsesi dan benci sama dia sialan bukan cinta!"

"Justru gue benci dan terobsesi gue berusaha untuk menghancurkan dia.."

BUK!

Kejujuran dan dusta imbang dari Raha itu membuat Dion ingin tetap menghajar sampai Raha merasa tersiksa sendiri.

"Udah Yon, lo mau dia mati? Dia punya ginjal lemah."

"Gak sampai dia jawab semua pertanyaan gue!"

BUK!

Raha meringis mengingat flashback singkat itu dengan menatap lurus pada cermin wastafel kamar mandi.

**

"Dia udah di dalam."

"Makasih ya Dion, kalau bukan lo. Udah gak tahu gue harus gimana." sambut Ara. Dion hanya tersenyum samar.

"Lo mau ketemu—?" tanya Ara menawarkan pada Dion namun di tepis cepat oleh sang empu.

"Gak usah."

"Gue balik aja kalau gitu."

Melesat perginya motor sport milik Dion, Ara berucap lagi di setelah menghela nafas lega.

"Ya seenggaknya kalau parah di fitnah tapi di jiwa dia, lo berjasa juga Ril."

Ara pun juga baru tahu, lebih dalam awal di mana saat Kesya ingin menolong Ariska yang sebenarnya itu adalah jebakan.

Rial yang sudah tahu jebakan itu, dengan memberitahukan pada Kesya melalui telepon. Dan saat itu pula bersamaan Dion yang berisikeras ingin menemuinya dan memberitahukan suatu hal penting. Adalah masalah yang terjadi barusan ini.

"Kalau gitu gue juga balik." ucap Rial menangkas bicara dan melesatnya motor crossnya pergi.

Dengan bayang-bayang samar mengingatkan Rial pada masa lalu.

MyosotisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang