07

21 16 0
                                    

Keluar dari kamar mandi, sembari mengelap rambutnya Kesya langsung tertuju pada dokter yang merawatnya.

Hanya bersitatap sesaat, Kesya duduk di pinggiran kasur.

"Ibu punya hairdryer ?"

Aktivitas lengan dokter itu terhenti dari menyuntik vitamin ke infus beberapa saat. Kesya diam menatap seraya lengannya di raih untuk menerima infus itu sebelum ingin pergi.

"Aish!" Kesya lupa juga dirinya di rumah sakit bukan lagi di kamar mana ada hairdryer. Menggeletakkan handuk ia menyisir rambut dengan sebelah tangan kesusahan. Yang langsung di bantu oleh dokter.

"Kesya.." 

Kesya diam cukup lama sampai sisiran berakhir lalu menatap lagi dokter itu, dengan ekspresi bertanya mengucapkan namanya lalu berhenti bersuara.

"Apa ? Mau bicara apa ?"

"Gak apa-apa.. Sebelum berangkat makan dulu ya."

"Nanti setelah habis, perawat yang melepas infusnya."  sahut dokter itu tersenyum menatap makanan di meja. Sebelum beranjak keluar, Kesya menahan langkahnya.

"Coba ceritakan kehidupan kalian."

Suara Kesya tentu saja membuatnya mengurungkan niat pergi, berpaling menatap Kesya. "Kalian ?"

"Iya."

"Cerita ibu sama teman ibu. Ibu aku dan.." Kesya mendesis dalam gantungan bicara. Mengalihkan agak miring bicaranya. Dengan tersenyum manis yang simpul di akhir bicara. "Aku sampai speechless kalau geng pembuli dulunya itu, punya kehidupan indah sekarang."

"Ada dokter, guru, polisi dan.. si pengangguran."

"Terus ibu itu serius dia gak dapat duit dari berjudi, wanita malam atau semacamnya merugikan tubuh sendiri kan ?"

"Iya aku tahu awal-awal dia pelatih beladiri tapi setelah keluar penjara. Dia dapat duit darimana ? Papa aja sekarang gak sepeduli itu sama dia."

Klek.

Pintu terbuka. Detak jantung Tina menormal terhindar dari pertanyaan Kesya.

"Kamu apa gak bisa pakai celana panjang? Ngapain pakai rok sependek itu di siang begini ?" tanya ibunya semestinya. Kesya memutar bola mata. Jadi tak suka lagi pada situasi karena kehadiran ibunya itu.

"Ass!" pekik kecil Kesya melepas infus itu sendiri. Paksa. Beberapa tisu di raupnya dan di tekan pada bekas suntikan yang rembasannya keluar darah. Kedua wanita itu melihat mendesis tertahan dalam diam.

"Naik mobil. Jadi gak kepanasan." Kesya meraih tasnya lalu pergi keluar.

"Kesya !" 

Tina menahan lengan Nara yang ingin mengejar. Nara meradang emosi. "Anak sialan itu semakin keterlaluan !"

Di tatapnya jeli mimik Tina terasa aneh. Nara mengerutkan keningnya netral. "Lagian ada apa dengan ekspresi lo itu ?"

"Nar. Gue lega banget lo datang tepat waktu."

"Kenapa ?" tanya Nara semakin agak khawatir pada ekspresi Tina.

"Anak lo masa menyecer cerita pengen tahu lebih dalam kehidupan kita."

"Dia tahu tentang itu Nar."

Nara melototkan matanya terhenyak, menatap Tina.

**

Kesya tersentak pada seseorang yang menyenggol seperti sengaja pada bahunya. Di berhentian langkah Kesya tak berbalik badan ingin melihat jelas orang itu, melanjutkan saja langkahnya. Namun sesaat Kesya lagi terhenti orang itu dengan gesit menghalang langkahnya.

MyosotisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang