Lisa memasukkan tangan ke dalam saku coat miliknya.
Semilir angin musim gugur yang bersatu dengan gerimis hujan benar-benar mendukung perasaan mendungnya pagi ini.
Hiruk pikuk kesibukan manusia di sekitar pun tak turut membuat Lisa awas dengan sekelilingnya.
Kepalanya masih sedikit pening karena minum melebihi batas kemampuannya.
Ah, ia jadi ingat. Bagaimana ia sadar di pagi buta dan mendapati dirinya terbangun di tempat yang sama sekali tidak familiar. Dengan lelaki asing yang tidak seberapa asing karena Lisa yakin lelaki itu adalah satu dari sekian teman Haechan yang menolongnya entah bagaimana.
Nasib baik, saat ia kembali pulang, ternyata Haechan sedang menginap di rumah kawannya. Rentetan jawaban yang belum ia siapkan jika sang adik mewawancarainya pun bisa di anulir begitu saja.
"Hhhah." Lisa menghela nafas dengan begitu berat sembari menyumpal telinganya menggunakan airpod.
Perihal ia terbangun di tempat asing -dengan orang asing yang masih terlelap saat ia tinggalkan, tak seberapa mengganggunya dibandingkan raut Na Jaemin saat menciumnya tanpa rasa.
Menyakitkan dan menyebalkan di saat yang bersamaan.
Namun bagaimana ia menghadapi hal itupun lebih di luar nalar akal sehatnya.
Na Jaemin telah merubah seorang Lisa menjadi manusia yang sering gadis itu sumpahi sendiri dalam opera sabun di televisi. Menjadi salah satu dari mereka ternyata rasanya serendah ini.
Mengetahui fakta jika Na Jaemin tidak menyukai sesama jenis, menolaknya menggunakan alasan itu, dan berakhir dengan Lisa mengetahui jika Jaemin masih menyimpan rasa untuk seseorang di masa lalu karena ingin melindungi gadis itu sementara menjadikannya sebagai tameng adalah hal yang membuatnya ingin terus melanjutkan drama ini.
Namun jika ia melanjutkan skenario ini, ia takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Seperti jatuh terlalu dalam dengan perasaannya yang terlihat tak berbalas, atau kelewat mendalami perannya sebagai gadis berkepribadian menakutkan?
Selagi Lisa berkutat dengan pemikiran dan pertimbangannya, dapat ia lihat dengan jelas diantara kerumunan manusia lain yang mengelilingi, sosok Na Jaemin menyala terang seakan orang lain hanyalah layar hitam putih.
Ah, sial.
Dalam kesal pun mata Lisa masih begitu mudah menemukan sosok itu.
Lisa menghela nafas. Mengepalkan tangannya yang masih berada di dalam saku.
Pandangannya lurus ke depan seakan tak pernah melihat Jaemin di tempat pertama.
Lisa tahu betul jika Jaemin mulai menyadari keberadaan gadis itu dengan jarak mereka yang semakin terpangkas.
Namun atas nama murka, tentu saja Lisa akan menganggap jika lelaki itu hanyalah sekian dari banyaknya angin lalu.
Mereka tepat berpapasan. Dengan Jaemin yang memperlambat langkahnya dan hendak menyapa Lisa disana.
Seperti awal mereka bertemu, Lisa mengabaikannya. Melangkah begitu saja dengan acuhnya.
Tentu saja Jaemin menyadari betul kenapa Lisa berlaku demikian. Ia telah menyakiti gadis yang dengan tulus ingin menolongnya. Menolaknya menggunakan alasan tak masuk akal, dan memberi fakta mengejutkan di ujung hari.
Jadi, jika Lisa menghindarinya kala ini, tentu hal itu adalah har terwajar yang seharusnya dapat dimaklumi.
Lelaki itu menurunkan tangannya dan berjalan kembali menuju tempat yang ia tuju.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall
AdventureLisa, baru saja ditolak oleh seorang lelaki yang sering berkunjung pada tempatnya bekerja sambilan. Alasan yang diberi lelaki itupun begitu mencengangkan hingga ia memutuskan untuk melarikan diri pada detik berikutnya. Apa boleh buat, sang dewi kes...