Lisa menarik selimut tebal yang sempat menutup puncak kepalanya.
Pendingin ruangan yang menunjuk angka 20 derajad celcius pun tak mampu mendinginkan hatinya yang terasa panas.
Kantung matanya tercetak hitam disana.
Semalaman ia tengkurap di atas ranjang, namun nyatanya kantuk dan terlelap pun tak kunjung datang.
Pikirannya tertuju pada satu hal. Pada satu manusia.
Sangat mengganggu.
Hal seperti ini sangat mengganggu pikiran Lisa.
Na Jaemin akan pindah ke LA?
Setelah semua yang terjadi, apakah ia hendak melarikan diri?
Yah, Lisa memang tidak ingin melihat wajahnya lagi. Tapi, bukan berarti ia harus pergi sejauh itu tanpa permisi, kan?Oke. Tentu saja itu bukan urusanku.
Tapi kenapa rasanya Lisa murka sekali?
Hatinya pun tak tenang begini.Brakk.
Pintu kamarnya telah dibuka tanpa permisi dan menampilkan kepala Haechan yang menyembul disana, "Aku akan mengantar Jaemin. Ikut tidak?"
"Tidak." Ucapnya dengan cepat.
"Noona ini seperti bocah saja. Mau bertengkar sampai kapan? Toh besok Jaemin sudah tak berada di negara yang sama denganmu."
"Aku sudah tak ada urusan dengannya."
Haechan menghela nafasnya dengan berat ketika mendengar kalimat Lisa. Lelaki itu tahu betul jika sang kakak masih kesal perihal Jaemin dan Winter serta perundungan yang terjadi beberapa bulan lalu, "Yasudah. Aku akan menyampaikan salammu."
"Aku tidak titip salam." Pukas Lisa sembari kembali menarik selimutnya hingga menutup kepala. Ia membiarkan Haechan menyerah dalam membujuknya untuk turut serta.
Suara pintu yang tertutup membuat Lisa menggigit bibirnya keras.
Beberapa saat kemudian, motor Haechan yang bisingpun terdengar meninggalkan pekarangan rumah mereka.
Sementara itu, Lisa hanya mampu menghela nafasnya pelan.
Ia tak peduli. Ia seharusnya tak peduli.
Mau Na Jaemin pindah ke LA atau ke neraka pun, aku tidak peduli. Dia yang mendorongku. Dia yang menolakku dan lebih memilih gadis itu. Sadarlah, Lisa. Jangan tenggelam dalam pikiran bodohmu!!
Lisa menendang selimutnya. Mencampakkannya di atas lantai dan melangkah keluar kamar.
Gadis itu berjalan menuruni tangga dan menyusuri dapur. Ia membuka dan melihat isi lemari pendingin yang penuh, namun tak ada yang membuatnya tertarik satupun.
Lisa menguncir rambutnya asal-asalan. Di detik berikutnya, ia sudah terduduk di atas sofa dan menyetel film komedi favoritnya.
Beberapa menit menyaksikan, Lisa masih terdiam seperti kacang tanpa isinya. Seharusnya Lisa tertawa karena adegan yang ditampilkan sedang lucu-lucunya. Tetapi, mimik gadis itu justru cemberut sejadi-jadinya.
Hatinya gundah, kesal, dan panik.
Jeno sempat meneleponnya, menanyakan apakah ia tak akan mengantar Jaemin ke bandara.
Tentu saja dengan tegas Lisa menjawab tidak.
Egonya melambung tinggi mengalahkan patung liberty.
Tapi.. tapi.. disisi lain, hatinya meronta seakan meminta kelonggaran.
Apakah Lisa tidak ingin melihat Jaemin untuk terakhir kali? Bagaimana kalau lelaki itu tak kembali dan Lisa tak dapat bertemu dengannya lagi?
Nah, lantas untuk apa kau mengantar yang akan pergi??? Apalagi jika ia tak pasti akan kembali dan bertemu denganmu lagi! Seharusnya sampai sini kau sudah paham, Lisa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall
AdventureLisa, baru saja ditolak oleh seorang lelaki yang sering berkunjung pada tempatnya bekerja sambilan. Alasan yang diberi lelaki itupun begitu mencengangkan hingga ia memutuskan untuk melarikan diri pada detik berikutnya. Apa boleh buat, sang dewi kes...