in the midst of a pause in time

949 205 28
                                    

Lisa menghela nafasnya dengan jengah. Ia bersandar pada tumpuan kursi sembari memijit kepalanya yang terasa pening.

Maniknya menatap langit-langit yang membentang luas di balik jendela. Gelap tak berbintang.

"Ah, sepertinya akan hujan."

Untuk kesekian kalinya, wanita itu menghela nafas dengan berat.

Atasan menyebalkannya itu tak memperbolehkan Lisa pulang sebelum mengirim draft yang diminta. Padahal, pekerjaan seperti ini bisa dikerjakan dimana saja.

Namun Seok-Jin, dengan segala kebenciannya terhadap Lisa ditambah bumbu kolotnya, tak mengijinkan hal seperti itu terjadi.

Empat gelas kopi, rambut yang dicepol tinggi, serta kacamata yang bertengger pada hidungnya pun menjadi teman lemburnya malam ini. Bukan, jika lembur kau dibayar, untuk Lisa ini dinamakan loyalitas tanpa batas.

Selagi bersandar dan berusaha memikirkan ide lain yang mungkin akan kembali ditolak Seok-Jin untuk ratusan kalinya, pun Lisa memandang jam digital yang bertengger tepat pada dinding di atas meja Seok-Jin.

10.23

Nasib baik, Lisa sudah memiliki kendaraan hingga tak perlu berjalan sendirian menuju halte bus.

Pikirannya yang tertuju pada ide lain pun bercabang. Memutar balik kejadian saat dimana kehadirannya hampir ketahuan oleh Na Jaemin.

Saat itu, Lisa segera bersembunyi dengan menempel di balik pintu. Ketika Jaemin masuk, ketika itu juga Lisa mengendap keluar. Pandangan Jaemin yang lurus tertuju kepada Winter pun membantunya melesat pergi bersama jantungnya yang tak karuan.

Cinta memang sulit. Tapi hidup sebagai orang dewasa juga jauh lebih sulit.

Kau harus merelakan banyak hal; waktu, harga diri, dan dedikasi untuk meraih sebuah materi.

Sebuah ide kembali muncul ditengah lamunannya. Dengan segera, tangan Lisa mengetik rentetan kata dan kembali memasukan hasil risetnya dalam sebuah paragraf.

Ia telah mengirim hasil akhir dari serpihan pemikirannya ke email Seok-Jin dan mencoba menghubungi sang atasan tidak tahu diri itu kemudian.

Beberapa saat, panggilannya tak dijawab.

Sekali. Dua kali. Sepuluh kali.

Kurang ajar. Apa ia sengaja mengabaikanku? Atau sudah tidur?? Berani sekali ia tidur setelah tak mengizinkanku pulang?!

To: Neraka
Saya sudah mengirim draft terbaru. Tolong dicek. Jika masih ada yang kurang, akan saya perbaiki besok. Saya akan pulang mengingat anda tidak mengangkat telepon saya. Kecuali, jika anda bersedia untuk menanggung biaya jika saya masuk rumah sakit karena belum makan dan meminum banyak kopi hari ini.

Lisa menghapus kalimat setelah kata kecuali dan segeranya mengirim pesan itu. Ia tak perduli jika Seok-Jin akan mengomelinya karena pulang tanpa izin. Ia cukup lelah hari ini.

Sembari berdiri dan meregangkan tubuh kakunya, Lisa menarik selembar masker untuk menutupi wajahnya. Persiapan yang selalu dilakukan jika ia keluar masuk kantor demi menghindari Na Jaemin.

Selama sebulan ia bekerja disana, setidaknya Lisa mempelajari banyak hal. Mulai dari bagaimana cara menghandle rekan kerja yang seenaknya sendiri dalam membagi pekerjaan, hingga meminimalisir kemarahan Seok-Jin yang selalu berusaha mencari kesalahannya.

Disamping itu, ia juga mencari tahu jam berapa Jaemin datang dan pulang. Ia pun mengetahui fakta seputar Jaemin yang senang menghabiskan waktu dengan meminum kopi di cafetaria perusahaan sembari bekerja. Tentu saja hal itu berimbas pada Lisa yang mengharuskan diri untuk membawa bekal setiap hari demi menghindari tempat berbahaya tersebut.

WonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang