-special chapter-

2.1K 214 27
                                        

Na Jaemin POV:

Semuanya berawal sejak ia menyatakan perasaannya padaku.

Lucu sekali. Ia bahkan tak mengingat wajahku yang sering berkunjung ke rumahnya. Mengucapkan salam saat berpapasan juga tak pernah kulewatkan.

Tapi apa yang baru saja kudengar?
Ia menyatakan perasaannya padaku?

Niatku, hanya menggodanya dengan mengatakan aku tak menyukai wanita. Jujur saja, aku tak berniat untuk berbohong. Kukira ia hanya bercanda -dengan pernyataan cintanya padaku. Namun nampaknya, ia benar-benar menganggap serius jawabanku.

Karena aku masih ingat, bagaimana wajah merahnya berubah pucat saat mendengar kalimatku. Ia bahkan segera pergi melarikan diri dan mengunci pintu cafe rapat-rapat tepat dihadapanku.

Beberapa hari kemudian, aku berjumpa dengannya lagi pada pesta mahasiswa baru yang diadakan fakultas kami.

Kulihat ia tengah berlari menuju toilet. Kudengar dari Haechan, kakaknya itu tak kuat minum. Ah, sepertinya ia akan muntah.

Jadilah aku memutuskan untuk mengecek sebentar. Tentang apakah ia baik-baik saja.

Bukannya apa, mulai dari berkunjung ke cafe saat ia shift malam, hingga pesta ini, Haechan meminta tolong padaku untuk menjaga kakaknya.

Yah, kebetulan aku juga tak ada kerjaan dan sedang bosan. Jadi kuijabah saja.

Haechan memang sangat menyayangi kakaknya. Bahkan menurutku, ia sedikit posesif.

Ia selalu menceritakan kebodohan yang dibuat kakaknya dengan eskpresi gemas. Namun ia juga sering menceritakan kemanisan dan bagaimana bangganya ia dengan sang kakak. Tak jarang, teman-teman kami jadi tertarik untuk mengenal kakaknya karena terlalu sering menjadi topik buah bibirnya.

Aku masih ingat bagaimana ia memperlakukan teman kami yang pada saat itu berkunjung ke rumahnya, melihat kakaknya, dan meminta untuk dikenalkan kemudian. Tak perlu menghitung hari, ia berubah menjadi Lee Haechan yang menakutkan. Esoknya, teman kami itu sudah di blacklist dari daftar kawan yang boleh berkunjung ke rumahnya.

Ah, lihat. Itu Lisa, kakak Haechan. Ia terlihat sedikit pucat saat berbicara dengan gadis berambut pendek di sampingnya. Sepertinya ia benar-benar muntah. Haechan pasti akan memarahinya nanti.

Saat jarak kami sudah semakin dekat, saat itu juga aku mengeluarkan ponselku. Bersikap seakan aku tak pernah melihat sosoknya di tempat pertama. Karena jika ia menyadari kehadiranku, mungkin ia akan sedikit terkejut. Bagaimanapun, ia telah menyatakan perasaannya padaku, lelaki yang ia anggap tidak menyukai wanita.

Lihat. Benar kan dugaanku. Ia sampai menunduk sedemikian rupa ketika kami berpapasan. Apakah ia kira aku takkan mengenalinya jika rambutnya berubah warna? Hahaha.

Tanpa sadar, seulas senyum tertarik pada simpul bibirku ketika usai melewatinya.

Lisa, gadis itu jelas lebih menarik daripada sekedar visualnya.

Beberapa saat berlalu. Aku memperhatikannya dari meja seberang. Kian lama ia kian mabuk. Kuhitung sampai sepuluh, pasti ia akan tumbang setelah ini.

Namun masih dalam hitungan ke tujuh, Lisa sudah ambruk di kursinya. Meninggalkan sang gadis berambut pendek yang sejak tadi bersamanya itu menjadi uring-uringan.

Apa boleh buat, aku sudah mendapat amanah dari Lee Haechan, teman baikku. Jadilah aku segera berdiri, dan menarik Lisa ke dalam gendonganku, "Aku akan mengantarnya pulang." Ucapku saat semua orang di meja itu menatapku yang tiba-tiba muncul entah dari mana dengan pandangan heran.

WonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang