9/. MULAI MENULIS

2.3K 222 23
                                    

Entah sudah berapa kali Dinda menghela nafas sejak sejak tadi pagi hingga kini sudah jam istirahat. Benar Dinda ke mana-mana memang berdua dengan Ratu- namun kali ini rasanya meski ada Ratu di sampingnya ia merasa sendiri.

Sejak pagi Ratu hanya sibuk dengan buku dan ponselnya, katanya gadis itu ingin membuat sebuah cerita namun Dinda tidak tahu cerita seperti apa yang akan dibuat Ratu. Kata Ratu ini rahasia, nanti Dinda juga akan tahu.

"Ra, makan dulu! Nanti mie lo bengkak, uda tau nggak suka makan mie yang Uda bengkak katanya kayak cacing."

Dinda yang tadinya sedang menulis sesuatu di bukunya, menatap Dinda dengan cengengesan bodohnya.

Ratu akhirnya memakan mie-nya. "Din, nama Dikara bagus ya. Di-ka-ra. Artinya juga bagus gue cek di google, artinya mulia."

Dinda mengernyit heran, menatap penuh curiga sahabatnya itu. "Kenapa tiba-tiba bahas Dikara? Suka lo sama Dikara?"

Ratu salah tingkah. "Hah? Ah, enggak. Siapa juga yang suka sama Dikara, 'kan gue cuman bilang nama Dikara bagus," elak Ratu, karena ia merasa tidak memiliki perasaan pada Dikara.

Kedua mata Dinda menyipit. "Mata lo nggak bisa bohong," ujarnya. "Wajar sih kalo lo suka sama Dikara, dia ganteng."

"Tapi lo harus ingat, Ra! Dikara anak motor, dia wakil ketua geng, gue yakin yang suka sama dia juga bukan lo doang dan pastinya bukan satu atau dua orang yang suka sama dia," lanjut Dinda lagi.

"Lebih parahnya lagi, mungkin dia udah punya pacar."

Ratu tiba-tiba tertawa, tawanya terdengar terpaksa dan terkesan dibuat-buat. "Din, yang suka sama Dikara siapa?" Tanyanya.

Dinda mengedikkan bahunya, memilih bodoh amat. "Au ah, bodoh amat."

Setelah selesai makan, keduanya memutuskan untuk duduk bersantai di taman sekolah, namun baru sampai di taman perut Dinda malah terasa mulas. "Ra, gue tinggal bentar ya."

"Hah? Mau ke mana?" Tanya Ratu.

"Perut gue mules, panggilan alam kayaknya."

Dinda berdecak. "Ck, yaudah sana jangan lama-lama! Entar kalau ada yang godain gue gimana?"

"Iya-iya, bawel. Catet aja nama-nama yang gangguin lo, entar gue gampar mukanya."

Ratu tertawa sehingga Dinda ikut tertawa. "Din, lo kentut?"

Dinda cengengesan. "Maaf, Ra. Kebablasan." Dinda kabur sebelum Ratu menghajarnya.

Di sisi lain, Dikara and the gang baru kembali dari belakang sekolah. Ketiganya berjalan menuju kelas sambil bersenda gurau. "Si Ipul koplak, hampir aja dia kemarin nabrak nenek-nenek," ujar Garda kemudian tertawa merasa lucu dengan cerita teman se-geng-nya yang sedang ia ceritakan.

Noah dan Dikara jadi ikut tertawa. "Jadi gimana?" Tanya Noah.

"Ya Ipul minta maaf, tapi habis itu langsung kabur karena digebukin pake sapu sama tu nenek-nenek, katanya kalo jalan pake mata, nggak punya mata lu ye, anak zaman sekarang motornya aja yang besar otaknya kecil," ujar Garda seraya menirukan cara Ipul yang menceritakan pengalamannya saat bertemu dengan nenek-nenek yang berjalan dengan membawa sapu.

"Untung kagak nangis tu anak, heran gue kok bisa dulu kita nerima dia jadi anggota kita padahal dia cengeng banget," ujar Noah.

"Tapi perjuangan tu anak buat gabung sama geng motor kita, gue ajungi jempol sih," timpal Noah.

"Bukan cengeng. Kalo gue nangkepnya sih, si Ipul itu anaknya perasa. Lo ingat waktu kita mau touring ? Gue sama Ipul 'kan paling belakang tu karena harus mampir dulu ke minimarket beli beberapa keperluan, pas mau nyusul yang lain gue sama Ipul nemu kucing mati di tengah jalan." Dikara tampak serius menceritakan pengalamannya bersama Ipul.

Hello, DikaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang