Sepulang sekolah Dikara, Noah, Garda dan Bima langsung menuju markas. Seminggu yang lalu mereka dan anak-anak Rebellion yang lain sudah bersepakat untuk bersih-bersih markas hari ini.
Sesampainya di markas mereka berempat langsung disambut oleh anak-anak lain yang sudah mulai bersih-bersih pekarangan markas.
Markas ini sebenarnya adalah rumah kecil yang terbengkalai, tempatnya tak terlalu jauh namun tak juga dekat dengan area permukiman warga. Karena merasa cocok dengan rumah itu akhirnya Noah mengusulkan untuk membeli rumah dan tanah itu.
Mereka mengumpulkan uang dari setiap anggota untuk membeli sepetak tanah itu. Jadi markas itu adalah milik mereka bersama. Terlalu banyak kenangan di markas itu, mulai dari membenahi rumah yang hampir ambruk dan rata dengan tanah- mereka sulap menjadi rumah yang layak dihuni, meski dicat dan barang-barang didominasi warna gelap sampai satu per satu anggota Rebellion bertambah dan semakin terkenal.
Dikara meletakkan kantong plastik berisi banyak minuman di atas meja. "Minum dulu ni!"
Dikara berjalan hendak menghampiri Ipul yang sedang mencangkul rumput yang agak membandel karena agak sulit jika sekedar ditarik menggunakan tangan kosong. "Pul, minum dulu sana! Gue tadi beli banyak minuman, sini biar gue gantian," ujar Dikara seraya mengambil alih cangkul dari tangan Saipul.
Saipul menghapus keringatnya yang ada di dahi kemudian mengangguk. "Oke. Di sana belum, Dik." Saipul menunjukkan rumput yang belum dicangkul dan Dikara mengangguk mengerti.
Setelah Ipul pergi Noah datang dengan membawa tempat sampah yang cukup besar, memasukkan rumput-rumput yang sudah Saipul kumpulkan sebelumnya. "Besok malam ada balap," ujar Noah tiba-tiba- tanpa melihat ke arah orang yang ia ajak bicara, bahkan tangannya masih sibuk memasukkan rumput-rumput ke dalam tempat sampah.
Dikara menghentikan aktivitas mencangkulnya, paham ke mana arah pembicaraan Noah. "Jadi lo mau ikut?" Tanya Dikara dan Noah mengangguk. "Taruhan berapa?"
Noah yang tadinya membungkuk guna memunguti rumput kini berdiri tegak menatap Dikara yang ada di depannya. "Lima ratus ribu. Tapi duit gue cuman ada dua ratus ribu, gue pinjam duit lo tiga ratus ribu ya nanti kalo menang langsung gue ganti."
"Hadiahnya berapa?" Tanya Dikara.
"Tiga juta, tergantung peserta. Kalau banyak yang ikut otomatis hadiahnya makin besar."
Dikara kembali mencangkul rumput. "Garda tau?" Tanyanya.
Noah mengangguk. "Tau, tapi dia nggak mau ikut katanya."
"Nanti gue transfer duitnya ke lo, sekalian gue juga ikut," ujar Dikara.
"Bukannya besok nyokap sama bokap lo balik?"
"Aman, gue bisa alesan tidur di rumah Oma."
"Dikara, Noah. Ikut nggak?" Teriak Garda membuat Noah dan Dikara sontak menoleh.
Hingga terlihat Garda sedang menaiki sapu yang seharusnya untuk menyapu halaman markas. Noah tertawa. "Ada-ada aja akal lo, Gar."
"Ikutlah masa enggak," ujar Noah berteriak.
"Sini jemput kita!" Titah Dikara berteriak.
"Sabar Dek, Abang otw ni."
Garda berlari menghampiri Dikara dan Noah, tingkah konyol ketiganya tak luput dari pandangan anak-anak Rebellion yang lainnya. Mereka sangat suka melihat momen lucu ketiga anggota inti geng mereka itu- sangat jauh jauh jauh berbeda ketika ketiganya dalam mode serius.
Mereka menertawakan tingkah Garda yang sedang menirukan nenek sihir yang terbang menggunakan sapu terbangnya, namun nenek sihirnya membawa anaknya yaitu; Dikara dan Noah. Mereka harus sempit-sempitan ketika berbagi sapu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Dikara
Novela JuvenilKepindahan 3 orang siswa dari SMA Garuda ke SMA Merdeka membuat kehebohan di SMA Merdeka, ada rumor yang mengatakan bahwa 3 siswa itu adalah anggota geng motor, membuat beberapa siswa takut dan kagum di waktu yang bersamaan. Cover and pictures in th...