16/. INSIDEN 2 TAHUN YANG LALU

1.7K 214 233
                                    

Maaf ya baru bisa up

2100 kata

Aku lanjut kalau udah 200 vote dan 100 komentar

TYPO MUNGKIN BERTEBARAN

_____________________

Sore hari, saat matahari mulai turun di sudut kota Jakarta, cahaya khas matahari yang menyengat kulit wajah remaja laki-laki yang tak memakai helm. Musik gugur telah tiba beberapa pohon berbunga yang ada di pinggir jalan berguguran ke jalanan, warnanya kuning dan ada yang berwarna merah jambu di pohon yang ada di seberangnya.

Dikara Putra Agung, sampai pada tujuannya. Tepatnya tak jauh dari SMA Merdeka. Terdapat warung legendaris yang sudah berdiri sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.

Sepulang sekolah, Dikara dengan kepala jenuhnya datang ke tongkrongan calon bapak-bapak alias tongkrongan CBB nama kerennya. Dikara hanya sendiri tanpa di temani kedua sahabatnya seperti biasanya, sepulang sekolah tadi ketiganya memutuskan berpisah karena Noah dan Garda memutuskan pulang ke mereka tanpa berniat mampir dulu ke tongkrongan.

Tongkrongan CBB adalah tongkrongan yang terletak tak terlalu jauh dari sekolah, biasanya yang sering mampir ke tongkrongan adalah anak-anak dari SMA Merdeka dan SMA Garuda termasuk para alumni yang belum menikah, sejak dahulu memang begitu termasuk Jeff Agung, Jonathan dan teman-teman mereka yang lain yang merupakan murid-murid alumni dari SMA Merdeka, namun kini tidak lagi karena tongkrongan CBB adalah tongkrongan untuk calon bapak-bapak bukan bapak-bapak. Dahulu saat masih sekolah papa Dikara dan papa Garda memang berteman hingga.

Sejak dulu tongkrongan CBB selalu di datangi anak-anak muda yang belum menikah alias calon bapak-bapak, maka dari itu tongkrongannya diberi nama tongkrongan calon bapak-bapak alias tongkrongan CBB.

Jika ingin mencari laki-laki lajang, tampan, mulai dari pekerjaan keras hingga pengangguran di sinilah tempat mereka berkumpul.

Dikara memarkirkan motornya di depan warung yang bertuliskan TONGKRONGAN CBB dan di bawah tulisan besar itu tertulis tulisan calon bapak-bapak yang ditulis dengan ukuran yang lebih kecil. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Dikara mengucap salam dengan sopan pada Bi Jamilah— istri Mang Izul, pemilik warung legendaris.

"Waalaikumsalam," jawab Bi Mila atau Dikara sering memanggilnya dengan panggilan Bi Jamileh atau Bi Mileh. Sepertinya Bi Jamilah hendak sholat terlihat dari mukena yang melekat di tubuh wanita yang tak lagi muda itu.

"Ya Allah, Gusti. Itu muka kenapa bisa begitu toh, Mas Dikara?" Tanya Bi Jamilah saat menyadari sudut bibir Dikara terluka.

Dikara hanya tersenyum tipis. "Biasa, Bi."

Bi Jamilah hanya bisa menghela nafas seraya geleng-geleng kepala membuat Dikara tertawa kecil.

"Tumben sepi, Bi?" Tanya Dikara sambil duduk di salah satu kursi, tangannya terulur mengambil bakwan goreng yang selalu menjadi primadona di tongkrongan CBB.

"Mas Aheng dan kawan-kawan baru saja bubar, Mas."

Dikara mengangguk mengerti lalu hendak menuangkan minuman yang ada di teko ke dalam gelasnya namun gerakannya terhenti karena Bi Jamilah lebih dulu mengambil teko dan menuangkan minuman untuk Dikara. Sedang Dikara hanya tersenyum pada Bi Jamilah kemudian meminum air yang Bi Jamilah tuangkan.

"Mas Noah dan Mas Garda mana, Mas?"

"Udah pada pulang duluan, Bi."

"Mang Izul ke mana, Bi?"

"Lagi ngajak si Joko keliling, Mas. Si Joko nangis terus minta dibelikan mobil-mobilan yang ada remotenya itu."

Dikara mengernyit. "Kok malah diajak keliling, Bi? Kenapa nggak diajak beli?" Tanya Dikara, tangannya mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam saku seragam sekolahnya, mengambil satu batang dari kemudian membakar ujungnya.

Hello, DikaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang