🌟9🌟

152 19 0
                                    

Gadis mengenakan baju kaos putih dan dibaluti kemeja biru lengan panjang yang dibiarkan terbuka, ia terlihat menutupi wajahnya dengan telapak tangan agar tidak di lihat oleh pria yang memiliki postur badan   sedikit berotot, sesuai dengan pekerjaa...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis mengenakan baju kaos putih dan dibaluti kemeja biru lengan panjang yang dibiarkan terbuka, ia terlihat menutupi wajahnya dengan telapak tangan agar tidak di lihat oleh pria yang memiliki postur badan   sedikit berotot, sesuai dengan pekerjaannya sebagai abdi negara dan terlihat sedang menatap bingung gadis itu dari atas motor sportnya.

"Kenapa di tutup gitu sih, Dir?" Tanya pria itu.

"Gue masih malu sama lo kak," jawab Nadira yang merasa malu dengan insiden dimana dirinya menguap lebar di depan pria yang sudah seperti kakaknya sendiri.

Pria itu tersenyum lebar mendengar jawaban Nadira.

"Kenapa harus malu sih, Dir. Wajar kalau bangun tidur menguap," balasnya.

Seketika perkataannya berhasil membuat Nadira perlahan menurunkan tangannya dan berjalan menghampiri pria itu.

"Iiish, lagian kak Abrizam rajin banget bertamu pagi-pagi," protes Nadira pada pria bernama Abrizam.

"Jam 9, kamu anggap pagi?"

Nadira mengangguk mengiyakan membuat Abrizam kembali tersenyum lebar.

"Ya, udah gak usah bahas lagi, ayo cepat naik,"titah Abrizam pada Nadira agar segera menaiki motornya.

Nadira menurutinya dan menaiki motornya. Abrizam pun melajukan motor sportnya menuju pasar.

🌟🌟🌟

Di teras toko Arfan menumpang duduk di kursi menunggu Arhan yang sedang belanja bahan makanan untuk para santri di dalam pasar. Ia sangat heran dengan kembarannya yang menyusahkan diri sendiri, padahal di pondok pesantren banyak santri yang bisa di beri perintah menjadwal membeli bahan makanan ke pasar. Namun Arhan menolak saran darinya dengan alasan, selagi ia mampu melakukan kenapa harus memberi perintah para santri yang menurutnya sudah seharusnya mereka hanya fokus dengan belajar mereka tanpa memikirkan hal lain yang memang sudah menjadi tanggung jawab pesantren.

"Kak Arfan," panggil seseorang yang terdengar familiar.

Ketika menoleh ke arah kiri, terlihat anak laki-laki berusia enam tahun berlari ke arahnya dan di ikuti ibunya yang berjalan di belakang anak laki-laki itu.

Seketika anak laki-laki itu memeluk Arfan, begitu pun sebaliknya. Setelah berpelukan, Arfan berdiri mengimbangi tinggi anak laki-laki itu.

"Hmm, kak Arfan tebak. Pasti Fajri abis temanin ibu Fajri belanja?" Arfan melihat dari kantong plastik yang di jinjing ibu anak laki-laki itu.

Anak laki-laki bernama Fajri mengangguk mengiyakan.

"Belanja apa?"

"Sayur, tempe, tahu. Pokoknya banyak deh kak."

Arfan tersenyum sambil mengelus puncak kepalanya.

"Masya Allah banyak banget ya yang dibeli."

"Nak Arfan sedang apa di pasar?" Tanya ibu Fajri.

TWINS GUS (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang