Chapter 19

4.4K 403 8
                                    

Pagi itu cahaya matahari datang sedikit terlambat, begitu juga keluarga Choi.

Minho dan Sooyoung datang dengan parsel buah dan sepasang senyuman palsu yang membuat Jeonghan kembali lemas. Entah kenapa Jeonghan benar-benar tidak ingin menyapa mertuanya itu.

Sooyoung memang cantik dan kelihatan baik, namun ketegangan yang Jeonghan alami setiap kali wanita itu muncul membuat hidupnya menjadi lebih berat.

"Apakah kau sudah baikan?" Sooyoung tersenyum sambil meletakkan parsel buahnya di atas meja, "Maafkan suamiku karena ia tidak datang. Ia harus terbang ke New York hari ini."

Jeonghan benar-benar tidak mengerti keluarga Seungcheol. Kalau dipikir-pikir tidak hanya sifat Sooyoung saja yang sopan dan kaku, bahkan cara berpakaian wanita itu selalu terlihat rapih dan clean-cut. Seperti dress pastel pink Esteban Cortazar yang ia kenakan hari ini. Sederhana, kaku, elegan dan sopan. Itulah Sooyoung. Wanita itu punya karisma kuat yang membuat Jeonghan ingin segera pergi dari ruangan itu.

Jika ibunya seperti ini, Jeonghan benar-benar tidak tahu ayah Seungcheol itu seperti apa. Mungkin ayah Seungcheol itu jauh lebih kaku dan menyeramkan.

"Tadi pagi dokter sudah memeriksaku, katanya sekarang tubuhku sudah jauh lebih baik dan bayiku sudah lebih sehat," Jeonghan tersenyum hangat.

"Iya, Jeonghan sudah baikan dan kalian berdua boleh pergi," Seungcheol yang tadinya duduk di samping Jeonghan bangkit berdiri.

"Jika kau memaksa apa boleh buat," Sooyoung menatap Seungcheol dengan dingin, "Kalau begitu saya permisi."

Choi Sooyoung tersenyum palsu sekali lagi dan meninggalkan ruangan itu dengan elegan. Setiap langkah yang wanita itu ambil begitu memesona.

Jeonghan benar-benar tidak mengerti bagaimana wanita seperti itu bisa begitu... begitu... palsu.

Jika wanita itu hanya ingin datang untuk meninggalkan parsel, berarti wanita itu hanya ingin terlihat sebagai mertua yang baik di kalangan rekan bisnisnya. Fakta bahwa wanita itu begitu cepat pergi dari ruangan itu membuat Jeonghan tahu wanita itu tidak benar-benar khawatir akan kondisinya.

"Seungcheol, jaga Jeonghan baik-baik," Minho menatap adiknya dengan tegas.

Seungcheol hanya menghela napasnya. Suami Jeonghan itu benar-benar tidak ingin berbicara dengan Minho. "Ya, akan kujaga, tenang saja."

"Kemenanganku di pertandingan polo kemarin tidak kuanggap ada. Rasanya tidak adil karena kau meninggalkan arena di tengah-tengah pertandingan," Minho melempar mendali emasnya ke bangku Seungcheol, "Lain kali kita harus bertanding lagi. Kalau kau kalah lagi baru kembalikan mendali itu kepadaku."



"Kau terlalu rendah hati," Seorang pria dengan coat hitam panjang datang dari balik pintu tanpa diundang.
"Seungcheol tidak mungkin menang darimu, jadi lebih baik tidak usah meminjamkan mendali itu kepadanya."

"Ah, selamat pagi Vernon," Seungcheol berjalan ke arah pria itu, "Apa yang membawamu ke tempat ini?"

"Kekhawatiran," Vernon menjawab Seungcheol dengan senyuman licik di wajahnya, "Kekhawatiran yang membawaku ke sini."

"Vernon sedikit khawatir akan kondisi Jeonghan," Minho memperjelas kata-kata Vernon yang ambigu, "Ah apa kau sudah berkenalan dengannya Jeonghan?"

"Umm... belum," Jeonghan menggelengkan kepalanya, "Sa-salam kenal, aku Choi Jeonghan."

Jeonghan dapat melihat sedikit keanehan dibalik wajah Vernon. Jika Sooyoung punya raut wajah yang kaku dan palsu, Vernon sebaliknya. Pria ini memiliki wajah yang mudah dibaca.

marié Choi Seungcheol [JEONGCHEOL/CHEOLHAN]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang