YERI

60 6 0
                                    


Yeri

Aku Yeri, ya itu namaku. Nama itu kudapatkan dari perpaduan nama Ayah dan Ibu. Ibuku bernama Yenny dan ayahku bernama Rian, mereka menikah dan lahirlah aku. Aku adalah anak satu-satunya di keluarga kami. Namun, aku punya seorang adik angkat. Ia masih sangat kecil dan imut, usianya masih empat tahun. Si mungil itu bernama Anny. Benar, nama Anny adalah perpaduan dari nama Ayah dan Ibu juga, hanya mengambil nama belakangnya saja. Lima tahun yang lalu, Ibu menerima seorang pria muda yatim piatu untuk bekerja sebagai tukang kebun di rumahku. Namanya Bang Samsul. Ia belum menikah, usianya dua puluh delapan tahun saat ia mulai bekerja di rumah kami. Bang Samsul orang yang baik, jujur, dan tampan, karena ke tiga hal itu ada seorang wanita sangat menyukai Bang Samsul. Hampir tiap hari ia datang ke rumah untuk menemui Bang Samsul. Namun sialnya, wanita itu tak mendapatkan restu dari orang tuanya karena perbedaan kelas ekonomi. Bang Samsul kata orang tua wanita itu hanyalah seorang tukang kebun. Sementara wanita itu adalah anak orang kaya. Kupikir hanya di FTV aku menemukan kisah cinta ini, ternyata aku menyaksikan secara live perjalanan cinta terlarang itu.

Bang Samsul dan pacarnya nekat tanpa meminta pertimbangan dari Ibu dan Ayah. Mereka kabur dan menikah di bawah tangan. Satu tahun kemudian, Bang Samsul kembali ke rumah kami. Kupikir ia sudah hidup bahagia dan kisah cinta mereka berakhir bahagia. Namun ternyata, wanita itu meninggalkan Bang Samsul dan kembali pada orang tuanya karena tak tahan hidup susah bersama Bang Samsul. Bang Samsul tak tahu harus ke mana, ia hanya berpikir Ibu dan Ayah yang bisa membantunya. Bang Samsul meminta maaf dan memohon kepada Ibu dan Ayah untuk merawat anaknya sementara ia ke Kalimantan untuk bekerja. Anaknya itu adalah Anny, adik angkatku sekarang. Tentu, Ibu dan Ayah tak menolaknya meski mereka sempat kecewa dengan keputusan Bang Samsul nekat kawin lari. Kehadiran Anny juga memberikan warna baru di rumah kami yang sudah sangat lama tak mendengar suara tangisan bayi.

No, cerita Bang Samsul belum berakhir. Anny tumbuh menjadi anak yang manis. Saat usianya tiga tahun, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah kami. Ia datang untuk melihat tumbuh kembang anaknya, Anny. Aku sempat khawatir Anny akan diambil olehnya, aku sempat merengek kepada Ibu agar ia diusir dari rumah kami, tetapi Ibu tetap menerima wanita itu. Bagaimana pun ia tetap ibu kandung Anny, kata Ibu. Syukurnya, Anny si anak pintar itu tak mau saat digendong oleh ibunya. Itu membuatku sangat legah. Dan tahun ini, Anny resmi menjadi anak dari Ayah dan Ibu setelah mendapatkan persetujuan dari Bang Samsul dan wanita itu. Hingga saat ini, Anny hanya tahu bahwa aku adalah kakak kandungnya dan orang tuaku adalah orang tua kandungnya juga.

Selanjutnya, aku akan menceritakan tentang dua malaikatku sebelum menceritakan diriku sendiri, Ayah dan Ibu. Ayahku adalah pengusaha yang lumayan sukses di Jakarta. Si ganteng yang sangat setia pada Ibu itu memiliki anak perusahaan di beberapa provinsi. Bisnis yang dijalankan Ayah adalah bisnis bersama dengan keluarga besar Ayah. Sementara Ibu adalah pejabat Eselon II di kementerian urusan pariwisata, baru saja dilantik. Walaupun ke duanya sama-sama sibuk, mereka tak pernah melupakan momen penting dan waktu bersamaku. Lalu aku? Aku bekerja di perusahaan asing hingga dua hari yang lalu. Dan, tujuh hari yang lalu aku baru saja wisuda S-2 Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia. Betapa sempurnanya hidupku bukan? Namun, saat ini aku sedang mengunci kamar dan mematikan listrik bersama tumpukan bungkus makanan ringan yang berserakan. Aku memustuskan resign dari pekerjaanku. Bukan, pekerjaan itu sangat sempurna, namun aku yang sepertinya tak sempurna.

Empat hari yang lalu hidupku masih sangat sempurna, bagiku. Arsyil, pacarku mengenalkan diriku pada orang tuanya. Aku dan Arsyil pacaran dari dua tahun lalu. Goal kami adalah menjalin hubungan serius, namun Arsyil masih belum berani mengenalkanku pada orang tuanya. Dan hari itu, tiba-tiba Arsyil berani untuk membawaku pada ibu dan ayahnya. Setelah perkenalan itu, kami berharap tahun ini bisa melangsungkan pernikahan.

"Siapa ini Arsyil?" tanya ibunya Arsyil saat Arsyil memanggil ibu dan ayahnya untuk duduk di ruang tamu bersamaku.

"Perkenalkan Tante, saya Yeri," kataku lalu mencium tangan ibu dan ayahnya Arsyil. Mereka mengangguk.

"Ibu, Yah. Perkenalkan ini pacarnya Arsyil," kata Arsyil. Raut wajah ibunya langsung berubah.

"Pacar? Kamu tinggal di mana?" tanya ibunya Arsyil.

"Di daerah Pondok Indah Tante," jawabku.

"Orang kaya ya? Kamu kerja di mana? Lulusan apa?"

"Eh, kerja di daerah Sudirman Tante. Baru beberapa hari yang lalu wisuda Tante,"

"Baru wisuda S-2 di Ilmu Komunikasi UI Bu," jawab Arsyil bangga.

Aku melihat raut wajah ibu dan ayah Arsyil seperti tak enak melihatku, tak ada kebahagiaan yang terpancar karena kedatanganku.

"Ehem," ibu Arsyil batuk dan memperbaiki posisi duduknya, "kamu lihat kan rumah kami? Rumah kami tak sebagus rumah kamu di kawasan elit itu. Lihat anak kami, Arsyil. Dia hanya lulusan S-1 dan pekerjaannya tak sebagus kantor kamu yang megah itu. Kamu pikir setelah apa yang kamu punya selama ini, akan dengan mudah mendapatkan restu dari kami? Mohon maaf saya alergi sama orang kaya," sambungnya.

"Nak, hidup kami tak semudah hidup kamu. Kami juga bukan siapa-siapa. Mohon dengan sangat jangan ganggu kehidupan kami. Kami tidak mau dihina suatu hari nanti karena status ekonomi kami yang berbeda dengan keluarga kamu," sahut Ayah Arsyil.

"Tetapi, saya nggak sama sekali....," kataku sedikit kaget dengan penerimaan mereka padaku.

"Cukup! Bukan karena kamu cantik, kaya, dan hidup sempurna lalu bisa se-enaknya menginjak harga diri kami? Kamu pikir kamu sempurna? TIDAK! Kamu sama sekali tidak sempurna! Orang tuamu pasti koruptor!" kata ibu Arsyil dengan nada yang meninggi.

"TANTE," kataku emosi, aku berdiri dan menatap Arsyil yang hanya menunduk tanpa memberikan pembelaan padaku. Ia hanya diam dan aku kecewa dengan sikapnya. Aku masih bisa menahan emosi saat seseorang menghinaku, tetapi jika yang dihina adalah orang tuaku, aku tak bisa. Kuambil tasku dan pergi meninggalkan tiga orang freak itu. Apa yang ada di pikiran mereka sampai setega itu menghinaku? Jika memang mereka pernah disakiti orang-orang kaya, lalu kenapa aku yang mendapatkan pembalasannya? Apa itu adil untukku?

Kejadian itu sangat menghantam perasaanku, aku menjadi stres. Arsyil, orang yang kusayangi meninggalkanku dan lebih menyakitkannya lagi orang tuanya menghina keluargaku. Aku terus bertanya pada diriku? Iya, aku tidak sempurna. Benar! Aku tidak sempurna.


"Sayang, buka pintunya, Ibu khawatir. Kamu belum keluar kamar dua hari ini," kata Ibu mengetuk pintu kamarku. Aku tak memperdulikannya dan terus menangis. Aku sangat hancur. Kini, hidupku benar-benar seperti FTV. 

LATSAR XIX (ON CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang