GHANI

24 2 0
                                    

Alula

Jatuh cinta? Sudah lama sekali aku tak merasakan perasaan seperti itu. Sejak putus dengan Andre, aku tak pernah membuka hatiku lagi pada orang lain. Ambisi memaksaku untuk membuang rasa itu, aku tak punya waktu lagi untuk merasakan namanya cinta. Mimpiku menjadi PNS ternyata membuat waktuku habis untuk belajar. Kupikir Andre akan mendukung sepenuhnya mimpi itu, ternyata aku salah. Enam tahun nyatanya tak cukup untuknya mengenal diriku. Hubunganku dengannya putus di tengah jalan.

"Kamu terlalu sibuk dengan CPNS-mu yang tak jelas itu! Apa sih spesialnya menjadi PNS? Seperti tak ada pekerjaan lain saja," itu yang dikatakan Andre padaku di malam ia akhirnya mencari-cari alasan untuk putus dariku.

"Lagi pula kamu terlalu baik untukku La, aku mau kita putus!" katanya lalu meninggalkanku. Hatiku sakit, sangat sakit. Kukira ia akan mendukung semua pilihan hidupku, menjadi orang yang terdepan memberikanku semangat, dan menghargai semua mimpiku. Ia melukai mimpi yang jelas-jelas sudah ia tahu alasannya. Orang yang paling kupercayai akhirnya menjadi orang yang paling tak bisa kupercayai. Perpisahan itu membuatku kehilangan kepercayaan pada sebuah hubungan. Enam tahun saja bisa berakhir tak bahagia, lalu bagaimana aku bisa memulai hubungan yang baru lagi? Sungguh menyedihkan sekali kisah cintaku. Aku tak mau menceritakan kisah itu pada Yeri dan Salsabila. Luka itu nantinya akan kembali terasa sakit. Aku sedang belajar menerima bahwa ia bukan yang terbaik untukku, sebelum aku terjebak lebih jauh dengannya.

Yeri dan Salsabila membereskan bungkus makanan yang kami pesan online malam ini.

"Sini, biar aku yang buang sampahnya. Di balkon ada tempat sampah yang besar," kataku menawarkan diri.

"Oh iya benar! Nanti takut ada semut di kamar kita," kata Yeri.

Aku mengambil bungkusan yang sudah dibereskan oleh Yeri dan Salsabila. Kubuka pintu kamar dan berjalan menuju balkon. Samar-samar kulihat ada sosok tinggi besar berdiri di balkon. Kuhentikan langkah kakiku dan memastikan apa kaki sosok itu menapak atau tidak. Siapa tahu itu Slender Man, bisa saja kan! Pelan-pelan kuintip ia dari balik tembok. Baik, ia menapak. Kalau pun sosok itu adalah manusia, bisa saja ia pencuri. Lihat saja, jika memang pencuri akan kuhabisi dengan kantong sampah yang kupegang.

Kudekati pelan-pelan sosok itu, semakin dekat kudengar suara tangisannya.

"Eh, Lula," katanya berbalik dan menyeka air mata di pipinya.

"Ghani," kataku. Aku bingung ingin berkata apa karena takut membuatnya malu. Ia laki-laki yang selalu ceria, pasti akan memalukan untuknya jika ia tahu aku mendengarnya menangis.

"Aku buang sampah," kataku canggung lalu membuang kantong sampah yang kupegang. Ghani melangkah dan duduk di kursi balkon.

"Kalau begitu, temani aku di sini sebentar saja," kata Ghani memintaku untuk duduk di kursi. Dengan ragu, aku duduk di sampingnya.

"Kalau kamu membocorkan ke teman-teman lain aku menangis, akan kuteror kamu!" katanya serius. Aku tersentak dan ketakutan.

"Bercanda Alula Ruby Jane," kata Ghani tertawa puas setelah membuatku ketakutan. Ia berhasil membuatku percaya dengan aktingnya. Seperti akan diteror Dept Collector setelah tak membayar hutang bertahun-tahun rasanya.

"Lucu!" kataku kesal. Aku berdiri dan berniat meninggalkannya sendirian, karena kurasa ia butuh waktu sendirian.

"La, kamu pernah merasa kecewa pada orang yang kamu cintai? Kamu percaya padanya bahwa ia akan mendukung mimpi-mimpimu. Nyatanya, ia menjadi orang yang paling tak kamu percayai," kata Ghani tiba-tiba. Langkahku terhenti, sejujurnya aku tak mau ikut campur urusan Ghani. Walaupun ia Geng 207, tetapi ia baru saja kukenal. Tak pantas rasanya melanggar privasinya.

"Maksudnya?" tanyaku kembali duduk di sampingnya. Tiba-tiba hatiku tergerak untuk mendengarkan ceritanya karena kupikir aku juga merasakan hal yang sama.

"Pacarku hari ini datang La, ia tiba-tiba marah tak jelas. Ia curiga padaku dan menyuruhku untuk mengundurkan diri saja dari LATSAR ini. Konyol kan? Menjadi PNS itu mimpi almarhum ayahku, teganya ia," kata Ghani.

"Perempuan kalau emosi memang kata-katanya tak logis Ghan, kasih ia waktu. Nanti ia pasti minta maaf ke kamu," kataku memberikan nasihat. Hebat sekali aku, memberikan nasihat kepada orang lain sementara hubunganku sendiri tak berjalan mulus dan bahkan tak dapat dipertahankan. Ghani mengangguk dan mencoba mencerna perkataanku.

"Sebelum ayahku meninggal tahun lalu, ia pesan kepadaku untuk mencoba tes PNS. Dan aku di sini untuk menunaikan keinginan ayahku," kata Ghani. Aku mengangguk mendengarkan keluh-kesah Ghani. Anehnya, aku dan Ghani memiliki cerita dan alasan yang sama berada di asrama ini sekarang. Kami sama-sama bermimpi menjadi PNS karena melanjutkan mimpi ayah kami masing-masing.

"Aku di sini juga karena alasan yang sama denganmu Ghan, aku ingin melanjutkan mimpi ayahku. Tetapi, bedanya aku sudah berjuang lima kali baru lulus CPNS," kataku tertawa. Mendengar ceritaku, Ghani sangat excited.

"Kalau begitu kamu harus menceritakan perjuanganmu sekarang, titik!" kata Ghani.

Malam itu, aku dan Ghani tak memperdulikan dinginnya angin malam di balkon asrama. Aku menceritakan dari awal kisahku mengikuti tes CPNS hingga lulus kepada Ghani. Ia sangat serius mendengarkan kisahku. Kesamaan kami ternyata sangat banyak, aku sangat nyaman berbicara banyak hal kepadanya.

"Sekarang, kamu harus menceritakan asal-muasal kamu suka dengan Jennie Blackpink, titik!" kataku. Ghani menggaruk kepalanya karena malu.

"Aku cuman suka, nggak sampai mengikuti seperti K-Popers pada umumnya!" katanya mengelak dan mencari pembelaan. Aku tertawa puas melihat ekspresinya, ia seperti kucing yang kedapatan mengambil ikan di dapur. Dasar Ghani!

LATSAR XIX (ON CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang