PAK ARJUNA

20 2 0
                                    

YERI

Pukul 15.00 WITA, aku sampai di asrama diantar oleh Bang Samsul dan istrinya. Tidak cukup rasanya waktu yang diberikan untuk kami pesiar, namun apa boleh buat, aku harus tetap kembali ke asrama. Kubuka pintu kamar 207, masih sangat sepi. Alula dan Salsabila diberikan waktu tambahan tiga jam untuk kembali ke asrama. Ah, aku juga ingin! Kupikir, daripada menunggu apel di dalam kamar, kupikir lebih baik bersantai di balkon sampai mendengar suara sirene berbunyi.

Kukunci kamar 207 dan menuju balkon favoritku. Angin membelai rambutku mengucapkan selamat datang, balkon ini sudah akrab sekali denganku rupanya. Aku duduk di bangku hitam kesukaanku, memejamkan mata sejenak, dan menarik nafas dalam-dalam. Ah, segarnya udara di sini!

"Hai Yeri, boleh gabung?" tanya Pak Arjuna duduk di sampingku. Apa boleh buat, ingin rasanya aku berkata 'tidak' tetapi ia sudah duduk nyaman di sampingku.

"Saya nggak pesiar! Kampung saya jauh soalnya, jadi memilih tidur di asrama. Padahal rindu sekali tidur bareng istri saya," kata Pak Arjuna lalu merangkulku. Mukanya sangat dekat denganku, ia terlihat sangat menyeramkan. Refleks, aku berdiri karena ketakutan lalu duduk di kursi lain agar sedikit jauh darinya.

"Maaf pak," kataku. Kulihat wajah Pak Arjuna sedikit marah, ia menyalakan korek dan mulai merokok. Udara yang tadinya segar berubah menjadi asap rokok. Balkon yang biasanya menjadi tempat kesukaanku, kini berubah menjadi menyeramkan.

"Yeri, dipanggil panitia!" kata Kaleel datang, tiba-tiba ia muncul dari balik pintu kaca balkon. Aku berdiri dan meninggalkan Pak Arjuna. Aku sangat panik, rasanya aku ingin sekali meninggalkan Pak Arjuna, namun aku tak bisa berkata apa-apa. Segera kususul Kaleel yang berjalan di depanku, jalan Kaleel begitu cepat sehingga aku harus setengah berlari untuk mengejarnya.

"Dipanggil ke mana?" tanyaku pada Kaleel.

"Nggak ada yang manggil," kata Kaleel.

"Hah?" tanyaku kebingungan. Kaleel lalu menghentikan langkah kakinya.

"Duduk di lobi bareng teman-teman yang lain! Jangan sendirian kayak gitu lagi," kata Kaleel menunjuk teman-teman LATSAR yang sedang duduk di lobi.

"Terima kasih," kataku pada Kaleel.

"Orang tidak punya etika seperti itu, bisa-bisanya lulus jadi CPNS!" kata Kaleel marah dan menggerutu, ia lalu pergi meninggalkanku.

Beruntung, Kaleel tiba-tiba datang dan memanggilku. Entah apa yang akan terjadi padaku jika tak ada Kaleel. Aku tak menyangka Pak Arjuna sangat menyeramkan seperti itu. Sirene tiba-tiba berbunyi, membuat jantungku kembali berdetak kencang. Kulihat Pak Arjuna turun dari lantai dua, ia menatapku tajam. Aku sangat takut dibuatnya. Matanya merah dan penampilannya sangat berantakan.

"Ayo, bareng ke lapangan!" ajak Kaleel padaku. Aku mengangguk dan mengikuti Kaleel berjalan.

"Mungkin karena nggak ada Bila dan Alula makanya dia berani untuk mendekati kamu," kata Kaleel setengah berbisik, "tetap di sebelahku sampai kembali ke kamar kamu."

Aku curiga Pak Arjuna sedang mabuk, tetapi darimana ia mendapatkan minuman itu? Apa benar ia tinggal di asrama beberapa hari ini? Kupikir, tidak! Apel sore itu sangat mencekam, untung saja Kaleel berada di sebelahku. Pak Arjuna akhirnya tak berani mendekatiku seperti di balkon. Namun, tatapannya terus saja ke arahku. Aku berharap panitia menyadari keanehan perangai Pak Arjuna.

"Arjuna! Kenapa mata kamu merah?" tanya panitia.

"Siap! Saya begadang Pak!" jawab Pak Arjuna.

Sial! Dia sangat pintar berpura-pura.

Selesai apel sore, Kaleel masih menemaniku naik ke lantai dua. Ia memastikan aku sampai di kamar dengan selamat.

"Kunci kamar kamu!" kata Kaleel padaku.

"Makasih Kaleel," kataku padanya.

Beruntung Kaleel menolongku hari ini, kalau tidak aku bisa-bisa mengundurkan diri karena trauma ulah Pak Arjuna. Tiba-tiba notifikasi whatsapp-ku berbunyi.

Pak Arjuna: Kamu sendirian kan di kamar, aku temenin ya Sayang!

"Astaghfirullah," kataku kaget. Aku langsung berlari ke arah pintu kamar dan memastikan sudah menguncinya dengan rapat.

Pak Arjuna: Kok nggak dibalas, bukan Koran ini sayang yang hanya dibaca.

Pak Arjuna: P

Pak Arjuna: P

Pak Arjuna: P

Jantungku berdetak dengan kencang karena panik, aku bingung harus menghubungi siapa, dan aku juga takut untuk melapor ke panitia. Samar-samar kudengar suara langkah kaki menuju ke arah kamar 207. Suara langkahnya semakin dekat terdengar, keringatku bercucuran, dan nafasku mulai tak beraturan. Tiba-tiba Pak Arjuna meneleponku, aku yakin ia benar-benar mabuk.

Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu terdengar, aku semakin panik. Tiba-tiba Pak Arjuna kembali mengirimkan chat padaku.

Pak Arjuna: Kalau kamu nggak buka pintunya, saya dobrak ya!

Aku menangis karena ketakutan, sementara aku bingung harus meminta bantuan kepada siapa. Aku takut melibatkan orang lain dalam masalahku. Aku takut meminta tolong Kaleel dan Pak Arjuna berkelahi dengannya. Bisa-bisa Kaleel dikeluarkan dari LATSAR karenaku.

"Yeri... Yeri," kudengar suara Alula dan Salsabila memanggilku.

Alula: Yeri, buka pintu dong, kami di depan.

Menerima chat dari Alula, aku langsung membuka pintu kamar dan memeluk Salsabila dan Alula saat kulihat ia berada di hadapanku.

"Kenapa Yeri?" tanya Salsabila kebingungan.

"Kalian lihat Pak Arjuna?" tanyaku.

"Dipanggil panitia tadi ke bawah," jawab Alula.

Aku bernafas legah mendengar jawaban dari Alula. Salsabila dan Alula kebingungan melihatku, mereka terus bertanya karena khawatir. Aku tak bisa menceritakan apa pun pada mereka berdua karena masih tak habis pikir dengan kejadian hari ini. Aku memberikan handphone-ku dan menyuruh mereka melihat sendiri isi chat Pak Arjuna.

"Kurang ajar ini mah! Kita harus laporin ke panitia!" kata Salsabila emosi.

"Keep calm Bos! Kurasa tadi dia dipanggil panitia karena sudah ada yang melaporkan," kata Alula mengambil kesimpulan sendiri.

"Bisa saja Kaleel yang melaporkan," pikirku dan berkata dalam hati. 

LATSAR XIX (ON CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang