DEEP TALK

30 2 0
                                    

Yeri

Pertemuan geng 207 bubar. Ghani mendadak kedatangan tamu entah siapa dan Faza si friendly itu memutuskan untuk bergabung dengan teman-teman LATSAR yang lain. Katanya, sebagai ketua angkatan ia harus mengayomi semuanya. Ya, silakan! Tetapi tolong jangan membuat semua perempuan di angkatan XIX salah paham karena perhatiannya. Contohnya aku yang malah semakin menyukainya. Ah, pasti butuh kesabaran ekstra jika menjadi pasangannya.

"Kalian lapar nggak?" tanyaku saat aku, Alula, dan Salbila memasuki kamar.

"Iya, tadi aku makannya sedikit. Sekarang malah lapar lagi!" kata Alula.

"Kita pesan makanan online yuk!" ajakku.

"Boleh," kata Alula dan Salsabila bersamaan.

Jangan sampai selesai LATSAR, berat badanku bertambah karena makan berkali-kali. Namun, sejujurnya aku sangat lapar karena kegiatan hari ini menguras tenaga dan pikiranku. Tenang, hanya malam ini saja! Setelahnya aku akan kembali diet.

Alula dan Salsabila mulai memilih makanan di salah satu aplikasi online. Sate ayam, jus alpukat, dan dessert, itu yang mereka sebutkan. Aku menyetujui pilihan mereka walaupun aku kurang setuju dengan dessert. Saat ini sudah pukul 22.00, mereka masih menginginkan dessert? Tak main-main, mereka memesan dessert box red velvet with oreo big size dua buah. Aku pasrah dan menuruti keingininan dua gadis muda yang cuek dengan badannya itu.

Sambil menunggu pesanan diantar ke asrama oleh driver, kami memutar lagu-lagu cover Hanin Dhiya. Lagu Waktu yang Salah adalah favoritku. Selain related dengan kisah hidupku, lirik lagu yang ditulis Fiersa Besari itu sangat indah.

"Driver-nya sudah dekat, biar aku yang ngambil makanannya ke bawah," kataku.

"Okey, makasih Yeri," kata Salsabila.

Buru-buru aku menuju pos satpam di depan, takut driver-nya menunggu lama. Kulihat Faza masih asik mengobrol bersama teman-teman LATSAR yang lain. Saat aku berlalu di hadapannya ia sama sekali tak menyapaku, itu membuatku sangat kesal. Seolah-olah ia tak mengenalku. Aku menjadi bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa aku bisa menjadi spesial untuknya? Ah sudahlah!

Aku terus melangkah menuju lobi, kulihat Ghani bersama seorang perempuan seumuranku sedang berbicara serius. Aku tak mau mengganggu mereka berdua, sepertinya perempuan itu adalah pacarnya. Ghani mengacak-acak rambutnya yang hampir tak ada karena peserta LATSAR laki-laki wajib memangkas rambut sampai cepak. Sementara, perempuan itu seperti menyeka air mata di pipinya. Wah, sepertinya sangat serius cekcok antara ke duanya.

"Mba Yeri ya? Ini makannya Mbak," kata driver online menghampiriku.

"Loh, kok dibolehkan masuk sampai sini Mas?" tanyaku.

"Iya Mbak, diizinkan sampai sini saja," jawab driver online. Kuambil makanan yang ada di tangannya, mengucapkan terima kasih, lalu kembali ke kamar meninggalkan Ghani dan pacarnya. Aku tak mau ikut campur dengan masalah mereka.

Aku kembali ke kamar 207, kamarku. Jiwa-jiwa lapar Alula dan Salsabila meronta-ronta. Buru-buru mereka mengambil bungkusan yang ada di tanganku. Dasar!

"Lapar banget Yeri," kata Alula dengan semangat empat puluh lima. Kemudian aku bergabung dengan dua perempuan lapar itu. Kupikir mereka tak akan sanggup menghabiskan semua makanannya, ternyata aku salah. Sate ayam ludes dan dessert tinggal setengah, setengahnya lagi masih proses dihabiskan oleh mereka berdua.

"Kalian pernah jatuh cinta?" tanyaku pada Alula dan Salsabila.

"Ah, kalau masalah cinta aku paling tidak ahli!" jawab Salsabila. Jawaban itu membuatku dan Alula penasaran.

"Aku punya tetangga, namanya Dono Kasindro. Kalian tahu kenapa ia diberi nama Dono Kasindro?" lanjut Salsabila. Aku dan Alula tak sanggup menahan tawa, yang benar saja ada orang memiliki nama seperti itu. Salsabila melanjutkan ceritanya yang menurutku sangat unik. Dono Kasindro, kata Salsabila diberi nama itu karena saat ia dilahirkan film Warkop DKI sedang hits di kampungnya. Ibunya memberi nama tiga orang sekaligus karena berharap anaknya bisa terkenal seperti Dono, Kasino, dan Indro, triple kill.

"Aku pernah suka dengan teman sekelas Dono, ternyata surat itu bukan untukku. Dono salah memberikan surat itu, sialnya aku sudah berkali-kali membalas surat itu," lanjut Salsabila.

"Jangan-jangan Si Dono itu suka sama kamu!" kata Alula menggoda Salsabila.

"Ih, amit-amit!" kata Salsabila kesal. Aku dan Alula tertawa puas karena cerita konyol Salsabila.

"Kalau aku baru putus! Setelah dua tahun pacaran dan berniat menikah dengannya. Dan, kalian tahu? Itu adalah alasanku ada di sini sekarang. Melarikan diri dari laki-laki itu," ceritaku pada Alula dan Salsabila.

"Putus karena apa?" tanya Salsabila penasaran.

"Putus karena aku anak pengusaha, karena aku anak pejabat, karena aku sudah S-2, karena aku tinggal di Pondok Indah, dan karena aku bekerja di kawasan Sudirman. Konyol ya!" kataku.

"Justru kamu harus bersyukur Yeri, Allah memutuskan hubungan kalian sebelum kamu terjebak selama-lamanya dengan orang seperti itu," kata Alula.

Benar kata Alula, aku baru menyadari itu. Bagaimana jika akhirnya kami menikah, lalu tiba-tiba ibu Arsyil memojokkanku terus-terusan. Habislah aku! Aku bisa saja depresi dibuatnya. Ternyata, Allah menyelamatkanku dari hal yang mungkin akan lebih buruk nantinya jika kuteruskan hubunganku dengan Arsyil. Untung saja, Arsyil membawaku pada ibunya. Hampir saja, aku bernasib sama dengan Bang Samsul.

"Lalu, kamu gimana La?" tanyaku pada Alula. Ia terdiam beberapa saat, aku dan Salsabila menunggu jawaban darinya.

"Aku terlalu sibuk mengejar mimpi menjadi PNS, sampai aku lupa tentang itu. Karena kamu bertanya hal itu malam ini, aku baru kepikiran sekarang," kata Alula tertawa. Raut wajahnya tak bahagia, namun ia mencoba menutupi itu.

Aku dan Salsabila tak dapat berkomentar apa-apa. Aku hanya berkata dalam hatiku, "Alula, kamu pantas untuk hidup sewajarnya!".

LATSAR XIX (ON CAMPUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang