Xavier dengan tergesa turun dari mobilnya kemudian berjalan ke arah pintu utama mansion milik Zyfara. Dengan tak sabar, dia menggedor pintu layaknya seorang penagih utang.
"ZY!"
Dibelakang, asistennya, Gill membuang nafas pelan. Apa bossnya tidak sadar bahwa sekarang dia berteriak di pintu mansion, apa yang dipanggil akan mendengar? Ada-ada saja.
"Bos-"
"Diamlah!"
"Tapi bos, apa anda tidak ingin menekan bell?"
Gerakan Xavier terhenti, dia berdehem singkat. "Aku hanya ingin mengecek kemampuanku" ucapnya lalu kemudian menekan bell yang ada, tanpa mempedulikan Gill yang mencoba menahan tawanya agar tidak meledak.
Tak lama, pintu dibuka oleh Irene.
"Dimana Zy?"
"Nona sedang ada dikamarnya, saya akan memanggil-"
"Tidak perlu, aku akan kesana"
Tanpa menunggu balasan Irene, Xavier tanpa pikir panjang langsung menerobos masuk begitu saja meninggalkan Gill dan Irene yang kini saling menatap satu sama lain dengan canggung.
"Silahkan masuk" Irene mempersilakan Gill untuk masuk ke dalam mansion dengan ramah.
Gill hanya memberikan anggukan pelan kemudian masuk.
Xavier sendiri berjalan dengan tergesa menuju kamar Zyfara, dia terlihat tak sabar untuk bertemu dengan gadisnya, memastikan apakah gadisnya sendiri atau bersama orang lain. Tanpa mengetuk pintu, dia langsung membuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci.
Xavier terdiam kaku diambang pintu dikala melihat Zyfara yang sedang berusaha membuka bajunya, dia menelan ludahnya.
Zyfara yang merasa ada orang lain dikamarnya pun menoleh kearah pintu, seketika matanya melebar saat melihat Xavier yang terdiam menatapnya dengan intens. Dengan segera, dia kembali menurunkan bajunya.
"K-keluar!" Zyfara mengusir Xavier secara terang-terangan, tetapi yang diusir sama sekali tak bergerak dari tempatnya. Terlihat sekarang wajah Zyfara bersemu, dia malu.
Zyfara mengalihkan tatapannya mencari benda yang bisa dia gunakan, hingga dia memutuskan untuk mengambil bantal dan melempar tepat ke muka Xavier.
Bugh!
Xavier yang terkejut pun tersadar, dia berdehem pelan kemudian menatap Zyfara yang kini sedang memberikan tatapan tajam. Bukannya takut, Xavier malah berjalan mendekat dengan seringaian yang membuat Zyfara semakin gugup bahkan Zyfara ikut memundurkan langkahnya.
"Ku bilang keluar, jika berani mendekat maka-"
Xavier memegang tangan Zyfara yang menunjuk kearahnya, menatap Zyfara dengan lekat, "Maka?" Tanya nya dengan suara rendah.
"Maka aku akan-" Zyfara menghentikan ucapannya karena sedang berfikir, hingga "Aku akan membunuhmu!" Lanjutnya.
Xavier memeluk pinggang Zyfara dan menarik tubuh Zyafra untuk semakin menempel padanya, dia menunduk memajukan wajahnya kearah telinga Zyfara dan berbisik "Kau akan menyesal jika membunuhku" ucapnya.
"L-lepas" Zyfara memberontak, berusaha melepaskan diri dari pelukan Xavier.
"Kenapa?"
Zyfara mengalihkan pandangannya "posisi ini sangat tidak baik untuk kesehatan jantungku" gumamnya sangat pelan.
"Hmm? Kau mengatakan sesuatu?"
Zyfara menggeleng dengan senyuman paksa, berharap Xavier akan segera melepaskan dirinya namun tidak sesuai harapan karena pria didepannya ini malah tertawa pelan yang membuat kadar ketampanannya bertambah. Zyfara harus segera menghindar, jantungnya seakan ingin meledak.
Zyfara mematung saat Xavier menjatuhkan kepala ke bahunya, padahal Xavier cukup tinggi dan apakah tidak pegal dengan posisi seperti ini? Secara, dirinya memiliki tinggi yang tak sama dengan Xavier tapi Xavier malah menggunakan bahunya untuk menopang kepala.
"I'm affraid" ungkap Xavier dengan nada pelan.
Zyfara yang tak mengerti dengan apa yang ditakutkan oleh Xavier pun hanya bisa diam dengan tangan mengusap punggung pria itu, "Tenanglah" ujarnya.
"Berjanjilah bahwa kita akan bersama, Zy ... "
"..."
"Kenapa kau diam?"
Zyfara menatap kosong kedepan, dia tidak tau apakah akan bisa disini selamanya atau tidak karena dia pun menyadari bahwa jiwanya tidak seharusnya ada disini. Bagaimana jika dirinya benar-benar jatuh dalam pesona Xavier? Apakah pria itu akan menerima bahwa Zyfara yang asli telah tiada? Apakah dia akan menerima bahwa dia hanya tokoh dalam cerita novel? Apakah dia akan menerima bahwa saat ini yang dia peluk adalah Jiwa lain yang tinggal ditubuh Zyfara?.
"Zy!" Panggil Xavier menatap Zyfara dengan tatapan bingung.
Zyfara beralih menatap Xavier dengan lekat "Aku bukan Zyfara"
Xavier terdiam sejenak, kemudian terkekeh pelan. Dia merapikan helaian rambut Zyfara dengan pelan "Aku tidak peduli, bagiku kau adalah Zyfara. Jika kau ingin mengatakan bahwa kau adalah jiwa lain, aku pun tidak peduli karena Zyfara akan tetap menjadi Zyfara" ucapnya dengan wajah yang berganti serius.
"Terima kasih karena telah kembali menjadi Zyfara yang aku kenal dulu" lanjutnya membuat Zyfara terdiam seribu bahasa.
Di depan kamar Zyfara terdapat dua orang pria menatap interaksi Zyfara dan Xavier dengan pandangan yang berbeda. Pria yang satu mengepalkan kedua tangannya dengan pandangan penuh amarah, sedangkan pria yanh satunya lagi menampilkan wajah malas dengan memutar bola matanya.
"Aku baru tau jika boss dingin itu bisa bersikap manis"
"Kau asistennya?"
Gill mengangguk dengan pasti, mungkin bisa diakatakan bahwa dirinya dan Xavier bukan hanya sekadar atasan dan bawahan melainkan seperti teman jika diluar jam kerja.
"Kalau begitu pergilah dari sini!" cetus Eric dengan penuh peringatan.
Gill menatap Eric dengan alis terangkat, dia tau bagaimana masalah kisah cinta bosnya itu. Dia juga tau siapa yang saat ini sedang berbicara dihadapannya, tapi kenapa pria dihadapannya ini seakan tidak suka dengan kedatangan bos nya, bukankah hubungan Zyfara dengan suaminya tidak baik.
Eric menatap Gill "Ada apa dengan ekspresimu? Kau meremehkanku?"
"Tidak, ternyata benar tempramenmu cukup buruk"
Eric melangkah mendekati Gill, kemudian mencengkeram kerah jas yang dikenakan oleh asisten Xavier itu dengan kuat. Dengan tatapan tajamnya, seakan bersiap untuk mengahncurkan Gill saat itu juga. Namun, Gill masih tetap menatap Eric tanpa emosi sedikitpun.
"Ingatkan pada atasanmu itu untuk menjauh dari istri orang lain, apa atasanmu tidak punya malu?"
Gill berdecih pelan "Mengapa bukan kau sendiri yang mengingatkan hal itu?"
Eric melepas cengkramannya begitu saja namun masih tetap menatap Gill dengan penuh permusuhan. Baginya, Xavier adalah pengganggu. Baginya, Xavier adalah orang yang tak tahu malu, mendekati istri orang sesuka hati.
"Kalian sedang apa?"
Keduanya menoleh, menatap Zyfara yang sudah berdiri diambang pintu kamarnya bersama dengan Xavier yang ada dibelakangnya. Zyfara menatap Eric dan Gill secara bergantian dengan raut wajah bingung, sejak kapan keduanya akrab? Begitulah fikirnya.
"Aku ingin menemui Niskala, tapi tak sengaja melihat kalian berdua berpelukan di dalam kamar" jawab Eric dengan wajah datar.
Kemudian Eric beralih menatap Xavier dengan senyuman mengejek "Sepertinya urat malu kalian telah putus, ingat Zyfara, kau masih istriku" lanjutnya.
"Kita sudah membahas hal ini, jika kau ingin pergi menemui Niskala maka pergilah"
Eric mengepalkan tangannya, dia tidak yakin bahwa Zyfara telah melupakan dirinya sepenuhnya. Pasti semua ini adalah bagian rencana dari Zyfara untuk mengulur waktu, seolah dia sudah tidak mencintai dirinya lagi. Lihat saja kedepannya, Dia yakin bahwa Zyfara akan kembali meminta hatinya.
"Sepertinya ada yang dijadikan tempat singgah sementara disini" ucap Eric kemudian pergi dari sana.
Tbc*
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonist's Wife
FanfictionSaat membuka matanya, Cesha merasa bingung karena berada di tempat yang begitu asing. Hingga dia menyadari bahwa dirinya masuk ke dalam sebuah novel berjudul My destiny yang mana diakhir cerita sang antagonis wanita akan mati ditangan suaminya sendi...