09 - Dekat, dan Tidak Teraih

36 12 0
                                    

 🌺🌺🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺🌺🌺

Setelah menghabiskan makan siangku pukul satu tadi, aku tertidur. Mataku mengerjap beberapa kali, mengusir rasa kantuk yang kian menjadi. Sampai akhirnya, aku mengambil ponselku yang berdering. Ada panggilan dari nomor tidak dikenal, aku hendak mengangkatnya namun teleponnya sudah mati.

Aku menghela beberapa kali, kemudian duduk dari atas sofa di depan tv. Merenggangkan otot kaki dan tanganku yang lemas, aku melihat keluar jendela. Sepertinya matahari sudah sedikit turun. Aku kembali menatap ponselku, ternyata sudah pukul empat.

Berjalan lunglai menuju kamar mandi untuk mencuci muka, aku tidak berniat menelpon balik nomor asing tadi. Meski sebenarnya, aku penasaran. Takutnya, Calix yang menghubungiku. Takutnya lagi, acara makan yang Calix rencanakan tidak jadi terlaksana. Padahal, aku sudah menunggu.

Menyebalkan sekali berharap pada manusia yang tidak pasti, aku jadi kesal sendiri. Saat aku hampir merebahkan diriku di atas sofa, aku terperanjat saat bel rumah berbunyi beberapa kali.

Aku lekas berlari menghampiri pintu, takutnya pesanan online yang aku pesan kemarin tiba hari ini.

"Bu Editor!" panggil seseorang membuat langkah kakiku melambat, aku menghela napas panjang, Ares juga sangat menyebalkan.

"Awas saja kalau datang hanya untuk mempertanyakan pekerjaan!"

"Bukan, ini penting banget! Buru buka!" seru lelaki itu di luar sana terdengar tidak sabaran.

"Sabar, Ares!" seruku kemudian kekas memutar kunci pada pintu.

"Nyebelin banget, sih!" gerutuku membuat lelaki itu tersenyum sampai matanya hilang.

"Ini penting, Lili," ucap lelaki itu menyelonong masuk ke dalam.

Tangannya penuh, membawa jus kalengan kesukaanku. Kebiasaan Ares yang ini juga tidak pernah berubah. Sejak menjadi temanku, Ares memang sering mampir ke rumahku. Aku membiarkan dia menonton tv, sedangkan aku berads di kamar untuk menikamati waktuku sambil melihat kegiatan manusia dari kamar jendelaku.

"Ckba di buka boxnya, aku tidak tahu bajunya akan bagus atau tidak untukmu."

"Baju?" sahutku menatap lelaki yang membawa kalengan jus itu lebih dulu.

"Hadiah dariku. Aku baru ingat, selama ini aku belum pernah memberimu hadiah."

"Tidak perlu, aku tidak butuh," jawabku membuat Ares menatapku tajam.

"Ya sudah, pakai atau buang, pilihanmu hanya itu."

Wah, aku tidak tahu lagi harus menghadapi keras kepalanya Ares itu bagaimana lagi. Mau tidak mau, aku menerimanya, dibuang sayang, bukan?

THE SILENT SUN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang