20 - Paper Plane

54 12 0
                                    

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Subuh pagi tadi, hujan datang deras sekali. Aku menatap rangkaian air yang turun dari atas sana, sepagi ini hujan sudah deras. Sepertinya semesta tidak mengizinkan aku untul pergi dengan Calix.

Aku sudah tidak kecewa, karena aku sudah memutuskan kalau aku akan mengikhlaskan Calix untuk hari ini. Ya, ini adalah harinya. Bahkan, aku sudah menukiskan satu kalimat dalam kertas putih sebagai harapanku pada semesta.

"Ares, sudah bangun?" sapaku pagi ini memulai pembicaraan dengan teman yang bisa alu ajak bicara soal Calix.

"Sudah, aku terbangun karena hujan. Bagaimana persiapannya? Apa sudah matang?"

"Tidak ada yang harus aku persiapkan, aku hanya perlu memakai pakaian yang cantik dan mengatakan pada Calix kalau aku menyukainya."

"Baiklah, kalau begitu semoga berjalan lancar. Aku masih mengantuk, boleh aku tidur lagi?"

"Okey, selamat beristirahat. Aku juga akan kembali tidur," jawabku membuat lelaki di sana herdeham pelan.

"Semoga harimu menyenangkan," jawab Ares kemudian telepon resmi terputus.

Aku kembali melamun, melihat ke luar aku beranjak mengambil kertas dan menilapnya menjadi sebuah pesawat kertas. Membuka jendwla, suara hujan menjadi semakin berisik terdengar dari sini. Aku mencoba menerbangkan pesawat kertas itu, tapi langsung jatub begitu hujan menimpanya.

Mungkin, aku juga akan menjadi seperti itu, namun aku tersenyum. Menutup kembali jendela dan tirainya. Dinginnya mulai menusuk kulitku.

Ah, kenapa rasanya mendebarkan seperti ini?

"Tidur Lili! Matamu jelek kalau kurang tidur!" tegurku pada diri sendiri.

Lalu suara hujan yang menderas membuat mataku memberat. Aku kembali pada balutan selimut tebalku. Perlahan aku mulai terlelap dan kembali tertidur.

Tapi, aku kembalo terbangun. Mengingat apa yang aku tulis dalam pesawat kertas tadi. Apa aku benar bisa mengakhirinya hari ini?

Apa yang aku tulis? Sederhana, hanya kalimat perpisahan, sederhana.

Tuan, buku ini aku tulis sebagai rangkaian akhir dari perjalananku yang mencintaimu.

Aku menulis itu dalam pesawat kertas yang tadi terjatuh tertimpa air hujan.

.........

Sepertinya, acara yang aku tunggu dibatalkan, melihat hujan belum reda sampai siang datang, aku menghela napas rendah. Menatap tidak selera makananku siang ini. Tidurku cukup nyenyak pagi tadi, bangun siang perutku lapar. Tapi melihat hujan belum reda, perasaanku jadi galau.

Megaduk-aduk nasi dengan remahan telur orak arik, aku meghela beberapa kali. Dering telepon membuat alu melirik malas. Namun, lirikan mataku menajam, seiring nama Calix terpampang dalam layar ponselku.

THE SILENT SUN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang