12 - Masa Lalu dan Tempatnya

34 13 0
                                    

🌺🌺🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺🌺🌺

Sepulang kerja, aku pergi mengendarai motorku dengan Ares. Tentu saja, aku yang membawa motor itu, dan Ares yang berisik di belakang sana. Akhirnya, kami tiba di sebuah tempat gerabah penjual keramik. Aku memang sudah berniat mengganti vas itu sejak aku pecahkan. Namun, aku mendadak sibuk sejak dinner sore hari di pekan lalu.

Melihat sebentar pantulan wajahku dalam kaca spion di motor tua, aku mendengar seseorang menghela. Saat aku menoleh, aku melihat Ares tengah menyilangkan tangan di dada. Kepalanya berbalik menoleh padaku dengan wajah cemberut.

"Satu pertanyaanku, kenapa wanita sering kali melihat wajahnya di cermin? Setiap kali asa kesempatan mereka akan selalu mengambil cermin, seolah ada sesuatu di wajahnya. Seperti kamu. Padahal, riasan wajahmu itu tidak ada yang salah, tipis dan terlihat sangat can—natural. Ya, pokoknya masih bagus."

Aku mendelik, kemudian ikut menyilangkan tanganku di dada dan menatapnya sengit.

"Bukan urusanmu, kenapa sering sekali mengomentari urusanku!" cibirku kemudian melangkah dan meninggalkan Ares di belakang.

Akhirnya, wajahnya berangsur tersenyum. Aku terkekh kecil kemudian terkekeh. "Aku juga tidak tahu, Ares. Memang kebiasaanku seperti itu, aku tidak tahu dengan perempuan lain. Tapi, aku memang senang bercermin saja."

"Baiklah baiklah, aku minta maaf."

Aku menggeleng pelan, lalu mulai tergesa untuk masuk ke dalam. Sampai di dalam sini, aku disuguhi pemandangan ajaib dari mahakarya buatan manusia. Ratusan kerajinan dari keramik tersusun rapi di rak kayu bercat cokelat muda.

Mungkin, karena Ares melihat mataku berbinar, dia tersenyum seraya berkata, "Apa kamu baru saja melihat laki-laki tampan? Atau para perempuan juga mudah jatuh cinta sepertimu?"

Aku menghela, kemudian mendelik sinis.

"Maksudmu? Ares, tidakkah kamu melihat kerajinan ini sungguh cantik dan bagus?"

Lelaki itu menggeleng, kemudian sudut bibirnya melekuk naik. "Kalau begitu, kamu bisa berhenti menyuka Calix dan mulai menyukai hal lain?"

"Itu dua hal berbeda," ucapku memutuskan untuk melangkah dan melihat ke sekeliling.

Aku harus menemukan vas bunga yang cocok, untuk mengganti tempat lili kemarin.

"Ares, selain musik, Calix suka apa lagi?" tanyaku menghampiri satu vas cantik di sudut rak.

Dia terlihat seperti seseorang yang dikucilkan, tapi terlihat sangat cantik bagiku.

"Lili, kamu percaya kata-kata ini, tidak? Laki-laki hanya jatuh cinta sekali dalam hidup. Sisanya, dia hanya melanjutkan hidup."

Aku terdiam, kemudian mencoba meraih vas itu namun Ares menahan lenganku. Dia menatapku serius, padahal pertanyaanku saja dia abaikan.

"Katakan saja apa yang kamu tahu soal Calix, aku sudah bilang, kan? Kalau aku tidak mau berharap apa pun padanya lagi."

THE SILENT SUN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang