06 - Tamu Tidak Diundang

29 13 0
                                    

🌺🌺🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺🌺🌺

Padahal, ingin sekali aku bilang kalau aku tidak ingin berharap lebih kepada manusia mana pun. Beberapa kehilangan membuatku tidak ingin dekat dengan apa yang aku sayangi, resiko patah hatinya tidak dapat aku tanggung sendiri. Sama seperti perasaan manusia yang isinya seperti lautan, aku juga menyamakan harapan sama samarnya dengan apa yang ada di dalam lautan.

"Aku kelewatan, ya? Maaf, niatku hanya ingin membuat kalian lebih dekat. Bukannya bagus, kalau ternyata Calix menyukaimu?"

"Mengingat kamu teman kecilnya, aku tidak akan mengatakan apa pun. Aku juga marah, tapi selama kamu menjaga rahasia perasaanku dari Calix, kamu tetap temanku."

Ares mengangguk kecil, matanya yang sipit itu menatapku dalam arti yabg tidak bisa aku jabarkan.

"Satu hal yang pasti, jangan katakan apa pun pada Calix soal foto yang aku simpan. Aku tahu itu melanggar hak privasi, biarkan aku mundur dengan caraku sendiri. Jangan atur skenario untuk mendekatkan aku dengan apa pun yang berbau Dewa, atau aku akan mundur jadi editor mu, oke?"

Kini, mata sipit ya terbuka lebar, dia bahkan membenarkan posisi duduknya. Ancaman kali ini sepertinya akan berhasil.

"Oke," ucap Ares menahan napasnya, kemudian menatapku sembari mengembangkan senyum hangatnya.

"Aku tidak akan bilang apa pun, tapi traktir aku kopi, ya? Sudah lama tidak mengkonsumsi kafein, otakku tidak bisa nulis selancar dulu."

Akhirnya, aku bangkit dari tempatku duduk, kemudian berjalan menuju counter kue dan menunjuk sepotong tiramisu. Ares tersenyum lagi mendapati tingkahku, gadis yang menentangnya minum kopi bahkan hanya seteguk sehari. Insomnianya akan semakin parah, kalau sampai kafein masuk ke dalam tubuhnya. Kalau ketahuan, omelanku akan selalu terdengar sama untuknya.

"Kafein bukan alasan kamu kena writer block, satu yang pasti, konsistensi kamu dalam menulis itu wajib dipertahankan. Malas berkedok writer block itu bukan hal keren," ucapku terdengar seperti ejekan bagi Ares.

Biar saja, sengaja agar semangatnya terpecut.

"Terima kasih tiramisu dan nasihatnya Ibu Editor, saya terima dengan lapang dada."

Tersenyum menang, aku ikut menyendok tiramisu itu dalam mulut. Melihat hal itu, Ares lekas mengambil piring kecil itu dari dekatku. Dia sengaja menjauhkan kudapan manis itu dari jangkauan aku yang menyukainya.

"Beli sendiri, aku dapat ini setelah dicibir malas, padahal setiap hari tanganku rasanya keriting. Scroll tiktok, scroll instagram untuk mencari referensi, terus baru mulai menulis. Tapi, benar juga, sih, akhirnya scroll beranda tiktok dan instagram lagi, sepertinya aku masih kekurangan inspirasi. Nulisnya kalau ingat," ucap Ares santai, kemudian tatapan elangku berhasil mengalihkan perhatiannya.

Piring kecil berisi potongan kue tadi, sekarang berada tepat di depan gadis berwajah cantik nan sinis ini, betul wajahku sekarang terlihat seperti itu.

"Tidak ada tiramisu gratis apalagi kafein untuk penulis malas yang senang sekali mengumpulkan naskah di jam-jam deadline. Sekarang, tugasmu menyusun outline, kalau sudah setor, dan diskusi denganku. Jangan lupa riset."

THE SILENT SUN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang