10 - Langit Sore dan Kamu

24 12 0
                                    

🌺🌺🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺🌺🌺

Perjalanan tadi sore terhitung cepat dan lancar, beberapa kali mobil berhenti di lampu merah. 30 menit kemudian kami sudah sampai di tempat yang Calix reservasi. Bau laut meyapaku dengan lembut, anginnya kencang, dan dressku bisa dikatakan cukup tipis.

Aku lupa membawa cardigan untuk melapisinya. Berjalan sedikit lambat, jantungku terhenyak melihay tubuh Calix yang berjalan lebih dulu daripada aku. Perutku tergelitik, aku kembali menyadarkan diriku. Memangnya aku siapa, bisa berjalan bersama dengan lekaki itu. Menatap punggunya saja sudah membuat aku berdebar.

Tidak, aku tidak akan lagi berharap lebih jauh. Lalu saat aku berjalan dengan melihat langkah kakiku sendiri, sepatu hitam bertali jatuh pada pandanganku. Saat aku mengangkat pandanganku, Calix menyapaku dengan senyum manisnya.

"Kenapa? Apa kaki mu masih sakit?" tanya lelaki itu membuatku tersadar kalau sedari tadi dia menunggu aku.

"Ah, tidak, tidak, aku hanya senang melihat pasir yang memenuhi jalan ini," jawabku kemudian membuat Calix kembali melangkah.

"Aku pikir masih sakit, karena tadi kamu berjalan menuruni anak tangga," balas Calix membuatku tersenyum kecil.

Benar, tadi kami berjalan menuruni anak tangga untuk sampai ke lobi.

"Tidak, aku pikir aku kurang berolahraga, jadi setiap hari aku selalu menuruni anak tangga. Itu membantu menjaga kondisi tubuhku." Lengan ku refleks memeluk diriku sendiri, ketika angin di luar tidak kunjung mereda. Sambil menunggu Ares datang, kami memutuskan untuk melihat pantai dari jarak dekat. Katanya, Calix merindukan hal ini.

Aku tidak tahu, kalau ternyata Calix lebih menyukai pantai daripada laut. Padahal, aku sering sekali melihat dia memposting alam hijau bersamanya.

"Begitu, ya? Itu lebih baik daripada si Ares yang hobinya tidur di siang hari," balas lelaki itu membuatku tertawa kecil.

Lalu tawaku senyap ketika bagian punggungku terasa hangat—at aku menoleh, aku menemukan Calix tengah memakaikan jaket cream yang dia kenakan di pundakku.

"Pakai saja, setidaknya jaket itu cukup hangat," ucap Calix membaca kebingungan di wajahku.

Wangi dari parfum yang Calix kenakan menyeruak mendobrak pertahanan ku yang kukuh  ingin menyimpan perasaanku. Di dalam dadaku seolah ada orang lain yang hidup dan memaksaku untuk mengatakan perasaanku yang sebenarnya pada Calix. Tapi, aku takut. Aku sangat takut kalau aku akan kehilangan, padahal memilikinya saja aku tidak pernah.

"Lian, kamu suka langit sore?"

Aku mengangguk mengiyakan, langit sore yang menenggelamkan matahari itu seperti aku. Matahari yang tenggelam itu sama persis seperti aku, dia tetap ada meski langit malam menenggelamkannya. Seperti perasaanku yang terlihat tidak ada, padahal sebenarnya hangat cahayanya sama seperti matahari yang baru naik di pagi hari.

THE SILENT SUN (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang