22. Terluka

0 0 0
                                        

Vivi memasuki kelas nya sambil membawa obat untuk Hani.

"Ini obat buat lo." ucap Vivi. Ia melihaat wajah sahabat nya yang pucat itu.

"Lo baik-baik sAja kan Han?" tanya Cecil.

Hani menganggukan kepalanya.

"Terimakasih ya Vi." ucap nya. Gluk gluk. Ia meminum nya dengan air putih..

"Gimana perut lo? Udah baikan? Apa perlu gue panggil ka Mauren?" ucap Vivi. Hani menggelengkan kepalanya.

"Tapi wajah lo pucet Han."  ucap Cecil kwatir.

"Nanti juga sembuh sendiri ko. Aku udah biasa, mag nya juga sering kambuh."

"Oh ya? Lo udah periksa? Gue takut mag lo tuh bahaya." kata Vivi.

"Udah di periksa ko. Kalian tenang aja ya." Hani tersenyum kepada mereka. Ia menyakinkan sahabat nya agar tidak kwatir.

"Ok lah. Tapi kalau semakin sakit, lo harus bilang." ucap Vivi dengan tegas..

"Makasih ya kalian sudah perhatian sama aku."

"Sama-sama Han. Kita itu teman dan sahabat, jadi kita harus saling perhatian dan menjaga. Iya kan Cil?" ucap Vivi.
Cecil menganggukan kepalanya.

"Pokoknya lo gak usah sungkan dech kalau cerita sama kita ya?"

"Iya. Terimakasih."

Mereka bertiga pelukan bersama. Persahabatan yang mereka jalin akan selalu abadi meski nanti banyak rintangan yang menghadang.

______

Jam sekolah sudah berbunyi. Waktu pulang pun tiba.

"Gimana kalau kita anter lo sampai rumah?" tawae Cecil.

Hani menggelengkan kepalanya dengan cepaT. Ia tidak ingin jika merepotkan sahabat nya..

"Tidak usah Vi, Cil. Aku masih kuat naik motor duluan ko. Oh yaa aku pamit dulu ya. Assalamu'alaikum." pamit Hani dengan cepat. Ia segera berlari ke arah motor nya.

Brum. Ia dengan cepat menyalakan motor nya.

"Lo ngerasa aneh gak si sama tingkah Hani? Ia seperti menyembunyikan sesuatu dari kita." ucap Cecil yang sangat peka terhadap keadaan.

"Ah mana ada. Itu cuma peraan lo aja kali. Oh ya lo di jemput atau gimana?" tanya Vivi.

"Gue di jemput ka Alana hari ini." jawab Cecil.

Mendengar kaka Cecil yang menjemput nya, Vivi jadi teringat wajah kaka sahabat nya sewaktu di rumah sakit.

"Apa benar dia adalah wanita itu ya?" ucap Vivi dalam hati.

"Hey ko lo melamun si?" tanya Cecil sambil menepuk bahu Vivi.

"Ah mana ada. Hm kita tunggu kaka lo di depan aja ya." ujar Vivi.

Kemudian mereka berjalan ke arah gerbang sekolah. Ke dua nya duduk bangku. Vivi menatap Cecil dari arah samping.

"Jika benar ka Alana adalah gadis itu? Apa gue akan membenci kaka dari Cecil? Ah rasa nya gue gak sanggup jika itu benar." ujar Vivi dalam hati.

Gilang tengah mengendarai motor nya. Ia akan segera pulang untuk beristirahat. Saat di depan gerbang, ia melihat ke dua gadis yang familiar di matanya.

"Hai." sapa nya. Ia turun dari motor dan berjalan menghampiri mereka.

Vivi dan Cecil menatap Gilang sekilas. Mereka malas jika harus berhadapan dengan cowo yang tengil dan bikin onar.

JODOH DALAM MIMPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang