12. kemajuan

32 41 11
                                    

Vivi ternyata pulang dengan Cecil. Mereka sedang menonton televisi sambil memakan cemilan..

'Masa dia gak ngasih ucapan selamat terus ngasih hadiah apa gitu.' gerutunya dalam hati. Entah mengapa ia ingin sekali mendapat ucapan dari Johan.

"Huh." Vivi membuang nafas nya pelan.

"Lo kenapa?" tanya Cecil. Vivi tidak sadar jika ada sahabat nya di sebelah.

"Gak papa. Oh ya lo kapan balik?"  

"Hah? Lo ngusir gue Vi?"

"Ya gak gitu. Tapi terserah lo dech mau nginep gak?" tanya nya lagi.

"Gak. Gue nanty ada acara sama keluarga. Oh yaa kapan-kapan kita ke mall ya tapi lo yang tlaktir."

"Lo minta gratisan mulu dah heran gue. Lagian lo kan anak orang kaya ya.."

"Ya yaaa.  Ngoceh mulu dah. Gue mending pulang yee. Dadahh Vivi cantik jangan kangen gue yeee." pamit Cecil sambil menyambar tas nya.

Vivi menggelengkan kepalanya heran dengan sikap sahabat nya.

"Oh ya bi, mama sama papa gak pulang?" tanya Vivi.

"Seperti nya gak non. Tadi telfon bibi, mereka ada acara." ucap mbok Onah. Ia tahu jika majikan muda nya sangat kesal jika di tinggal oleh orang tuanya.

Vivi memaklumi hal itu, tapi kini ia tengah bahagia, tapi tidak ada orang tua yang menemani. Ia melangkahkan kakinya ke kamar dengan gontai..

Malam ini ia akan menghabiskan sendirian di kamar yang sepi. Mereka gak ada yang di rumah.

Beberapa menit kemudian,

Ia pun tenggelam ke dalam mimpi panjang nya.

2 jam berlalu.

Tidur Vivi terusik. Ia nampak enggan membuka mata ya. Tapi ia merasa jika ada yang menepuk-nepuk pipinya..

"Uhhh." lenguh nya.

"Bangun woy." teriak seseorang.

"Apa an si ka." kata Vivi. Ternyata orang yang mengusik tidur nya adalah Mauren..

"Hiks Vi. Papa Vi." isak Mauren. Vivi yang mendengar papa nya di sebut tiba-tiba bangkit.

"Hiks. Papa sakit nya kambuh lagi."

Deg. Jantung Vivi terasa mau berhenti. Ia langsung duduk seketika.

"Maksud lo apa? Papa dimana sekarang? Di rumah sakit mana hah?" tanya Vivi bertubi-tubi sambil menggoyang-goyang tubuh Mauren..

Kaka nya segera meluk adik nya dengan erat. Ia terisak seketika.

"Jelasin ke gue sekarang." pekik Vivi.

Ia menarik tangan Mauren cepat. Mereka segera pergi ke tempat papa nya di rawat.

"Ayo donk ka cepat. Lambat banget si make mobil nya." oceh Vivi.

Mereka sampai di suatu tempat. Bukan di rumah sakit melainkan di sebuah gedung besar. Mata indah Vivi bingung melihat gedung di hadapan nya.

Mauren tidak mau jika adik nya banyak tanya, ia pun menarik tangan Vivi untuk masuk ke dalam..

"Woy. Ini bukan rumah sakit. Ini gedung apa an si? Terus papa mana? Lo bohongin gue ya?" tanya Vivi. Akan tetapi Mauren tidak menjawab pertanyaan nya.

Mauren terus saja berjalan. Mereka berhenti di depan pintu coklat.

"Ayo masuk. Papa sudah menunggu." kata Mauren. Mereka pun masuk. Akan tetapi lampu di sana mati?

'Apa mati lampu?' pikir Vivi. Tapi mana mungkin gedung sebesar ini mati listrik?

JODOH DALAM MIMPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang