5

220 28 100
                                    

Pasha memang tidak ingkar janji ketika ia sudah merencanakan sesuatu.

Aya yang baru berjalan mencapai pintu gerbang, lalu berputar lagi masuk ketika melihat mobil Pajero putih sudah terparkir di depan gerbang, bergabung dengan mobil-mobil lain yang juga menunggu orang yang mereka kenal.

"Lah Ya, kenapa balik lagi? Ada yang ketinggalan?" Jihan menanyai sambil menunjuk-nunjuk Aya dengan kening berkerut, di sampingnya ada Michelle yang juga heran.

"Nggak ada."

"Terus?" Kening Jihan semakin berkerut.

"Ada Om Pasha di depan."

"Berarti beneran jemput?"

Aya mengangguk. "Harus apa dong? Gue nggak mau pulang sama dia."

"Tapi dia jauh-jauh jemput lo." Kata Michelle.

"Gue udah bilang nggak usah repot, tapi dia maksa mulu. Mana pake bawa hubungan lagi, emang hubungan macam apa yang gue jalanin?"

"Hubungan yang bakal dibawa ke pelaminan abis lulus," goda Michelle sambil mencolek dagu Aya.

Mata Aya mendelik. "Dih amit-amit, lo aja sana sama Om Pasha, gue sama yang itu aja," Aya menunjuk Faiz yang baru keluar dari kelas, dengan ransel tersampir di bahu kanan.

Michelle terkikik geli, melihat orang yang di maksud Aya. "Lo emang tahan melihara singa di rumah ntar? Gue tim Pasha sih, dia baik soalnya jajanin lo roti."

"Yang Faiz juga baik, tapi lo aja nggak tahu. Kalo lo ada rasa ke Pasha, gantiin gue sana, gue mundur, mau ngejer yang singa aja. Nggak mau bertahan sama yang jajanin roti doang."

Jihan menggeleng.

"Singa—" Ucapan Michelle terjeda karena Faiz sengaja memelankan langkahnya, mengamatinya dan dua temannya.

"Pulang lo semua, jangan ngerumpi mulu," kata Faiz, membuat ketiga perempuan itu mengangguk lalu saling lirik satu sama lain.

"Tuh disuruh pulang sama crush lo. Cepetan datengin crush satunya, siapa tahu pulangnya dapet duit segepok."

"Diam lo Mic. Gue beneran kayak cewek rendahan jadinya gara-gara si Sadaanjir."

🌷

"Hai." Sapa Aya ceria, membuka pintu samping kemudi, menemukan Pasha menggunakan kaos biru dengan masker berwarna senada di turunkan sampai ke dagu.

Tadinya Aya ingin kabur menggunakan ojek, lalu mengabari Pasha setelah ia sampai rumah. Akan tetapi hati kecilnya merasa kasihan pada Pasha yang sudah meluangkan waktu untuknya.

"Hai juga." Balas Pasha. Tangan kirinya ter-ulur, niatnya hendak membantu Aya naik, karena melihat Aya kesusahan. "Pegang tanganku."

"Ah nggak usah, kayak anak kecil aja, bisa kok."

"Mau makan dulu atau pulang?"

Aya melirik jam tangannya, menunjukkan pukul setengah tiga lewat sembilan. "Om udah makan?"

"Nggak sempet," lalu Pasha unjuk gigi seolah Aya akan marah setelah mendengar pengakuannya.

"Emang semua orang dewasa harus diingetin dulu kalo mau makan?"

"Nggak juga sih."

"Nah, terus kenapa nggak sempet? Kalo misalkan waktunya makan ya harus makan, jangan ditunda-tunda, nanti maag."

"Tadi klien rewel minta furniture nya ganti, terus langsung jemput kesini."

The game Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang