6

187 25 98
                                    


Lagu Mahalini sedang terputar, menemani perjalanan Aya menuju sekolah. Ifeh yang tadinya duduk di samping Ayahnya dengan rasa bosan, menambah volume radio di mobil Ayahnya.

Badannya lalu berbalik menyamping, menatap Aya yang duduk di tengah-tengah sedang berbalas chat dengan teman-temannya dan juga Pasha. "Ku tertipu tutur dan caramu, seolah cintaiku, puaskah kau curangi aku," Katanya sambil menunjuk ke arah Aya.

Aya awalnya tidak mengerti sampai ia mendengar di bagian. 'Bagaimana dengan aku, terlanjur mencintaimu, yang datang beri harapan, lalu pergi dan menghilang.'

"Anjir, lagunya cocok banget sama Tasha." Teriak Aya spontan.

"Anjer anjur, apaan sih teriak-teriak gitu?" Marah Moez yang sedang menyetir, lalu volume radio itu dikurangi sampai 01.

"Bah, ini lagunya asyik tahu, tambahin lagi, sampai 5." Pinta Ifeh yang langsung mendapat penolakan dari Moez.

"Lo punya tangan, tambahin sendiri, nggak usah nyuruh-nyuruh Bokap lo."

"Bokap apa sih. Kita bukannya bestiean ya, Pak Haji Moez?"

"Lo sama Aya sama aja, bikin gue kesel mulu. Gue sebagai Bokap lo ngerasa sakit hati dapat perlakuan gini. Punya ilmu sedikit boleh, tapi nggak punya adab nggak boleh, jatuhnya kayak binatang entar." Lalu Moez menambah laju mobilnya, membuat Ifeh memegangi pegangan tangan samping kepalanya.

"Abah, tolong kasih tahu Aya, apa yang bikin Abah kesel? Perasan selama ini Abah happy aja Aya kerjain."

"Nah itu, yang bikin gue pusing sama lo Ya. Lo tuh terlalu aktif, ngerjain orang sampai nggak pilih-pilih. Tadi malam waktu gue di toilet, lo 'kan yang matiin lampu?"

Aya memilih mengunci mulutnya, pura-pura menatap jendela.

"Kan. Beneran elo yang matiin."

"Aya pikir itu Marsha, Bah."

"Itu gue! Waktu gue mau masuk, kita sempet eye contact."

"Sedep. Bahasanya ih eye contact segala," celoteh Ifeh.

"Diam!" Kata Moez, membuat Ifeh langsung menurut dan lagi-lagi sibuk pada rasa bosannya.

Tapi diamnya Ifeh tak bertahan lama. Lelaki yang hari ini mengenakan kaos dilapisi kemeja kotak-kotak berwarna merah itu lagi-lagi duduk menyamping dengan kepala menoleh ke Aya. "Siapa nih Tasha? Temen baru? Kenalin dong, siapa tahu cocok buat calon pendamping."

Aya sempat membeku untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengiyakan.

"Asyik nggak orangnya?"

"Asyik, nggak pelit lagi. Abah, tahu nggak roti yang Aya kasih? Nah, itu dari dia."

"Bagus deh lo temenan sama model gitu, biar ikutan nggak pelit juga." Respons Moez, membuat Ifeh tertawa sampai menepuk pahanya.

"Abah lagi ngelucu apa serius?"

"Lo pikir aja, yang paling pelit di rumah siapa, nggak usah nanya lagi kayak wartawan! Males gue jelasin."

🌷

Saat pelajaran keagamaan selesai lebih cepat dari biasanya, Aya dan Jihan memilih ngadem dulu, bergabung dengan orang-orang yang satu kelas sekaligus satu agama dengan mereka sambil menunggu jam pulang tiba.

Mata Aya membulat dengan mulut terus mengucap kata 'MasyaAllah' begitu melihat Faiz lewat di depan pintu dengan kopiah berwarna hitam.

Jihan yang awalnya sedang bicara dengan salah satu teman, memutuskan melihat ke arah mana mata Aya memandang, lalu tangannya gesit menutup kedua mata Aya demi menyelamatkan sahabatnya dari maksiat.

The game Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang