19

96 16 43
                                    

Lima belas menit setelah itu, Ifeh datang dengan tas gym dan botol minumnya. Ia yang sadar diri tidak akan dibukakan pintu, memilih masuk lewat pintu dapur yang kebetulan sekali tidak pernah dikunci oleh orang rumah.

Senyum Ifeh terkembang, melihat kamar Aya dan Mozza sudah tidak terang lagi, yang artinya keduanya sudah tertidur, begitu juga dengan kamar orangtuanya.

"Lah, kok susah?" Tanya Ifeh keheranan pada diri sendiri. Padahal ia mendorong pintu itu menggunakan kakinya bukan dengan tangan,
sampai ada jejak sendalnya di pintu.

"Masa iya tidur di mobil sebelum Abah pulang ngopi."

🌷

"Semalem tidur di mana, Feh?" Tanya Ersya yang sedang sibuk memasak sarapan.

Ifeh yang mencuci tangan di wastafel, menoleh ke Ersya yang berada di samping nya. "Mobil. Kok Abah tega sih nggak bangunin aku? Mumi juga kok nggak ngecek pas tahajjud, anak satu nggak ada di kamar."

"Iya, Mumi kelupaan. Biasanya 'kan Mumi bangunin Mozza biar bangun, tapi dia kebangun sendiri, jadi nggak ngecek kamar kamu, Maaf ya."

"Nyamuk banget di mobil," adu Ifeh, lalu menunjuk bekas gigitan nyamuk hampir di seluruh tubuhnya.

"Salah lo sendiri, ingkar janji dipelihara," celoteh Moez yang duduk di kursi dengan se-cangkir kopi di depannya.

Ifeh hanya bisa diam mendengar ucapan Abahnya. Di sini ia yang salah, bahkan tak berkabar tentang keterlambatannya pulang tadi malam.

"Emang kemaren kemana aja?" Tanya Ersya, yang membuat Moez memandang si anak kedua.

"Coach aku galau, Mum, cewek yang dia suka, suka orang lain."

"Terus lo ngapain sama dia?"

"Ya nggak ngapa-ngapain, cuma dengerin curhatan coach doang. Kalo aku nggak bilang ditungguin Abah, pasti aku semaleman disana."

Aya yang mendengar dari awal Ifeh bercerita, merasa aneh, ia jadi takut seandainya Pasha kenalan sang Kakak.

"Kak, nama coach-nya siapa?" Aya memberanikan diri bertanya sebelum rasa gelisah menguasai pikiran.

"Jason."

Aya mengangguk-angguk setelah mendapat jawaban. "Kenalin ke Kak Moz deh, siapa tahu cocok," sarannya, langsung mendapat jitakan Moez di telinga. "Bah, sakit."

"Lo kalo ngomong nggak kira-kira, kesel gue."

"Nggak ah, jangan dikenalin sama Mozza, Mumi nggak mau ya punya mantu badannya kayak Kim Mubin, ngeri tahu."

"Siapa Kim Mubin? Perasaan nama aktor Korea nggak ada Mubin deh, kalo temen Abah yang jualan obat di pasar baru Mubin."

"Ada, itu lho, yang kamu minta beliin tv youtube, terus kamu nonton netflix buat liat dramanya bareng Jihan. Dia yang suka dipanggil lima delapan."

Aya menjerit setelah ingat siapa yang dimaksud Ersya. "Kim Woobin, Mum, bukan Kim Mubin. Duh pengen nangis. Oh iya, nanti jam sepuluh Aya mau jalan sama temen, rencana sih mau makan siang di luar." Info Aya dengan mata terus saja menatap ke arah Moez yang asyik bermain ponsel.

"Bah, diizin nggak?"

"Oke," jawab Moez tanpa mengalihkan pandangan.

"Gitu doang? Nggak dapet duit tambahan."

"Nggak ada, jalan-jalan elo, masa minta duit lagi. Pake duit perhari lo "

"Please Bah, jangan pelit gitu dong ke anak sendiri."

The game Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang