Pasha membawa dua cangkir teh yang masih panas, satu untuk istrinya, satu untuk dirinya.
Bukannya mengucap terimakasih, Aya malah berdecak. "Pantes lama cuci tangan, sekalian bikin teh ternyata."
"Aku ngerasa kamu bakal kehausan makanya aku buatin."
"Ih, cerita hidup Aya nggak sama kayak durasi film horror."
"Iya, tapi 'kan pasti kamu haus nanti."
Aya menggigit bibir dengan pasang mata menatap Pasha yang juga menatapnya.
"Jangan natep gitu dong, Aya malu," selesai mengutarakan isi hatinya, Aya menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Kamu yang natep duluan, jadi jangan marah aku gituin."
"Ih jangan, kalo Om yang natep-natep gitu Aya oleng. Mata Om tuh bawa racun tahu."
"Racun apa Aya? Yang ada racun tuh obat, makanan."
"Aya pernah ngomong nggak sih, mata Om itu salah satu bagian yang bikin Aya susah nolak pesona Om Pasha?"
Pasha tidak bereaksi. Ia tidak tahu kata-kata istrinya itu apakah hanya sekedar gombalan seperti dulu? Ataukah memang benar adanya. Hanya Aya yang tahu.
"Om Pasha kok nggak ketawa sih atau paling enggak blushing?" Tanya Aya memerhatikan Pasha dari jarak dekat sampai deru napasnya bisa didengar Pasha begitu pun napas Pasha.
"Capek digombalin."
"Siapa yang berani gombalin? Bisa-bisanya ngegombalin Paksu."
"Yang tukang gombalin itu kamu."
"Kapan?" Tanya Aya memasang wajah bingung.
Pasha menyentil kening Aya pelan. "Sebelum nikah, lupa kamu?"
"Oh," reaksi Aya setelah ingat kelakuannya beberapa bulan lalu. "Sebenernya itu bukan Aya. Jadi kalo lagi deket Om Pasha tuh Aya kayak bukan Aya yang sebenernya. Itu keadaan yang bikin Aya jadi gitu, aslinya Aya bukan tukang gombal."
Pasha mengangguk-anggukkan kepala, lalu ia meminta Aya bercerita tentang siapa itu Rofiq, dan Micelar.
Sebelum bercerita Aya minum teh buatan suaminya. Kemudian dimulai lah cerita yang ingin diketahui suaminya dengan rinci, ia tidak ingin Pasha mendengar dari mulut orang lain tentang dirinya yang macam-macam.
Bukan hanya Rofiq, ia juga menceritakan Faiz dan rasa sukanya. Pasha tidak mengajukan pertanyaan apakah Aya masih menyimpan rasa untuk Faiz tapi dari raut wajahnya, sepertinya lelaki itu tampak cemburu tapi tidak ingin bertanya.
"Aku nggak ada rasa apa-apa lagi kok ke dia, lagian dia udah ada pacar."
Tanpa Aya duga sebelumnya, Pasha yang duduk di sampingnya, malah memeluknya.
Aya tidak melakukan apa-apa, ia tidak menyangka Pasha akan begini.
"Tolong jangan kecewain aku ya, Ya. Jangan jadikan umurku yang tua ini, bikin kamu amit-amit berpaling ke cowok lain. Ini kali pertama aku serius dalam hubungan, aku nggak tahu caranya romantis ke cewek, bikin cewek bahagia pake kata-kata. Aku nggak tahu apa-apa. Sebelum aku ketemu dan serius sama kamu, aku nggak pernah memulai hubungan ke cewek mana pun."
"Pacaran?"
"Nggak pernah."
Lagi-lagi Aya terkejut sekaligus heran, Sada saja memiliki mantan lebih dari dua, lalu kenapa Omnya memilih tidak pacaran?
Aneh memang. Apa selera Om nya Sada jauh lebih high class dari Sada? Tapi Aya cukup sadar diri, ia bukan perempuan high class dan pintar memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The game
Teen FictionGara-gara permainan Jihan saat jamkos di sekolah, membuat Aya harus menjerat hati seorang lelaki di bawah Omnya satu tahun