33

134 11 118
                                    

Sebelum menemui Pasha, Aya menyempatkan berdoa dulu dengan menutup mata dan menadahkan tangan ke atas.

Mungkin terkesan lebay, tapi Aya benar-benar takut dimarahi apa lagi disuruh ganti rugi. Dapat uang dari mana seandainya Pasha menuntut?

"Aya," terdengar lagi suara Pasha dari arah luar, membuat Aya cepat-cepat menyusul lelaki itu jika tidak ingin dimarahi habis-habisan.

"Ini kenapa?" Tanya Pasha dengan tangan kirinya memegangi kemeja mahal itu.

Aya tak dapat berkata apa-apa. Otaknya sibuk berpikir dari mana Pasha bisa tahu? Sedangkan pakaian tersebut sudah ia masukkan ke dalam tas sekolah.

Rencananya pakaian itu akan ia perlihatkan pada Sada dan Jihan, dengan harapan, ada yang ingin membantunya.

"Ayaaaaa." Bernada, Pasha lagi-lagi memanggil namanya, meminta jawaban.

"Itu...." Bibir Aya gemetar seperti orang kedinginan setelah berendam lebih dari satu jam di bathub. "Maaf. Aya ngaku salah. Tadi setrikaannya Aya tinggal ngambil air, tapi suhunya udah diatur paling rendah, pas Aya balik, bajunya udah bolong, mana setrikanya panas banget."

Pasha menghela napas. Lelah dengan tingkah laku Aya. Aya seolah tidak belajar dari kesalahan.

"Aya bakal lakuin apa aja buat Om Pasha, asal jangan di diemin."

"Kita bahas nanti, aku capek." Lalu Pasha berlalu, meninggalkan Aya yang masih mematung di tempat dengan rasa bersalah.

🌷

Yang pertama kali Aya lihat saat membuka pintu kamar bukan senyuman Pasha yang selalu menunggunya untuk tidur, melainkan kegelapan, menandakan lelaki itu sudah tidur dan ogah menunggunya seperti biasa.

Ya, Aya sadar diri, ia menjadi orang yang sedang dimusuhi suaminya sendiri malam ini karena kecerobohannya.

Seandainya ia ada di posisi Pasha, mungkin ia akan melakukan hal yang sama.

Dengan perasaan takut, gugup dan merasa bersalah super tinggi, Aya naik ke kasur, tapi dua detik kemudian, ia turun, membawa bantal serta guling.

Aya rasa untuk malam ini ia harus tidur di bawah agar rasa kesal sang suami tidak bertumpuk-tumpuk, mengingat cara tidurnya yang selalu menguasai kasur.

"Siapa yang nyuruh tidur di bawah?" Aya yang tadinya sudah menutup kedua matanya, tiba-tiba kembali terbuka saat suara Pasha terdengar.

Untuk sepersekian detik, Aya hanya diam, tidak berani mengeluarkan suara.

"Kenapa nggak dijawab?"

"Aya harus tahu diri setelah bikin Om Pasha marah."

"Tapi aku nggak ada nyuruh kamu tidur di bawah. Naik!"

"Kalo Aya naik, emang Om Pasha maafin?"

"Tergantung."

"Maksudnya?"

"Kalo kamu bisa tanggung jawab, aku bakal maafin, kalo nggak bisa, nggak dimaafin."

"Ih teganya. Aya juga mau ganti, tapi duit Aya nggak sebanyak itu."

"Kamu bisa ganti pake duit jajan."

Aya mendengus pelan. "Duit jajan kan buat isi perut, buat beli barang lucu, kalo ditabung buat ganti baju Om, Aya bakal mati. Memangnya Om mau nggak ada Aya lagi deket, Om?"

The game Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang