Bagai mimpi, Aya masih tidak percaya tadi pagi Pasha sudah melakukan ijab kobul dan sekarang ia berada tepat di samping Pasha yang selalu pamer deretan gigi-giginya, menyalami tamu-tamu yang hadir, kebanyakan orang yang tidak ia kenal.
Beberapa kali Aya kedapatan mencuri pandang ke Pasha, tapi Pasha tidak sadar. Lelaki itu sibuk menyambut tamu sampai tak sempat menoleh ke arah Aya yang berdiri di sampingnya.
Aya menyikut siku Pasha, meminta perhatian.
"Hem?" Tanya Pasha kemudian.
"Laper," Aya tidak bohong. Perutnya benar-benar kelaparan. Mungkin jam tiga atau setengah empat, ia sudah dibangunkan dan dituntun duduk di depan cermin. Ia belum makan nasi sama sekali, hanya camilan saja menjadi teman perutnya hari ini.
"Mau apa?"
"Bakso sama es krim."
Pasha mengangguk. Satu tangannya yang bebas dari rangkulan Aya, melambai pada salah satu keponakannya yang sedang duduk sambil makan es krim
Begitu sang keponakan di dekatnya, Pasha meminta dibawakan dua es krim dan kue.
"Makan yang aku sebutin dulu ya, nggak enak sama tamu, masa kamu makan," kata Pasha memberi pengertian karena ia menyadari perubahan mimik wajah Aya setelah orang suruhannya angkat kaki dari panggung pelaminan.
🌷
"Ya, gue butuh bicara sama lo," Sadawira mencegat langkah Aya yang hendak masuk ke rumah barunya.
"Sad, ngapain di sini?"
"Gue disuruh Om Dio ngambil barang-barang dia dikontrak kan."
"Oh. Ngomong apa? Jangan lama-lama, laki gue nyariin ntar."
Mendengar ucapan Aya, membuat Sadawira pura-pura muntah.
"Eh gue luangin waktu nggak buat liat lo akting muntah."
"Iya Tante. Gue ngajak lo ngobrol, cuma mau tanya, apa lo beneran suka Om gue?"
Aya menghela napas panjang. Ia paling tidak minat membahas soal ini beberapa kali, mentang-mentang hubungan mereka barawal dari kebohongan.
"Kalo gue nggak suka, nggak mungkin hari ini gue berdiri deket Om lo beberapa jam, nggak mungkin gue ada di rumah dia sekarang."
"Iya tahu, tapi... awalnya 'kan lo cuma jalanin misi dari gue, jadi wajar lah gue kurang percaya. Mana diliat-liat Om gue kayak suka banget sama lo."
"Iya lah Om lo suka, gue cantik bukan cuma mukanya tapi hatinya juga," kata Aya sombong dan penuh percaya diri.
"Ayana... Gue serius! Lo jangan main-main sama Om gue, kalo lo mau balas dendam, bales ke gue aja, jangan dia. Kalo lo kesel sama sifat gue yang dulu-dulu, gue minta maaf, tapi jangan lo sakitin Om Dio, dia nggak salah apa-apa."
"Sad, gue nggak se jahat itu. Gue terima Om Dio, ya karena gue suka sama dia, gue nyaman deket dia, jadi mulai sekarang stop su'udzonin gue. Capek tahu ditanya ini-ini mulu."
Sadawira membuang napas secara pelan. Mungkin bentuk syukurnya karena pikiran jeleknya tentang Aya tidak terbukti adanya.
"Pokoknya awas kalo lo mainin Om Dio!" Peringat Sadawira dengan jari kanan menunjuk ke Aya sementara tangan kirinya menggenggam pergelangan tangan Aya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The game
Teen FictionGara-gara permainan Jihan saat jamkos di sekolah, membuat Aya harus menjerat hati seorang lelaki di bawah Omnya satu tahun