18

105 15 39
                                    

Aya memilih kabur setelah melarang Ifeh memiliki perasaan lebih untuk Tasha.

Langkah kaki Aya memelan, begitu melihat Michelle berjalan di depan bersama Jihan di samping gadis itu.

Mengingat kejadian kemarin, membuat Aya kembali kesal. Tak habis pikir dengan kelakuan Michelle.

Andai saja Aya tidak mencoba menyelamatkan Faiz dari kekangan Michelle, mungkin ia sudah menjambak rambut gadis setengah chinese itu, biarkan saja Aya menjadi bahan omongan orang-orang. Ia tak peduli!

"Yaya.."

Aya pun diam di tempat, sementara Michelle dan Jihan sudah berbelok ke kiri menuju tangga, penghubung kelasnya yang berada di lantai dua.

"Oh hai Kak," bisa dikatan Aya kembali ceria setelah melihat Faiz memanggil namanya dan berdiri di dekatnya.

"Gue sama Michelle nggak ada apa-apa, lo nggak usah marah ya."

"Maksudnya?" Tanya Aya pura-pura tak faham.

"Yang kemarin, gue mau jelasin soal kemarin. Lo nggak perlu galau, marah. Temen lo bukan tipe gue sumpah!"

Setelah menjelaskan itu, Faiz melenggang pergi, sementara Aya masih di tempat, memerhatikan punggung Faiz yang mulai menjauh dari pandangannya.

Di kelas, Aya tersenyum-senyum sendiri mengingat penjelasan Faiz, ia tak menyangka Faiz datang padanya dan menjelaskan semuanya.

"Apa jangan-jangan Faiz tahu gue lope-lope ke dia?" Tanya Aya dalam hati, ia lalu menggeleng, mengusir pikiran buruk itu. Walaupun Michelle mengkhinatinya, tapi gadis itu tak mungkin ember.

Suara chat masuk membuat Aya berhenti memikirkan Faiz. Senyumnya tanpa ia sadari terkembang.

Tasha
Ku jemput?

Aya
Oke aja

"Dih, senyum-senyum sendiri, kenapa nih?" Tanya Sadawira yang tiba-tiba datang dan duduk di samping Aya.

Aya menyimpan ponselnya ke dalam tas. Keningnya sedikit berkerut, menatap Sadawira aneh.

"Kenapa?"

"Nggak biasanya telat."

"Telat bangun, untung tadi masih sempet masuk."

"Oh gue tahu, ngegombalin Maryam sampai pagi pasti."

"Excuse, siapa yang lo maksud? Nggak kenal nih."

"Halah, itu yang mukanya kayak Arab, anak temen Haji Moez."

"Haji Moez itu 'kan Bapak lo, ngapain pake nyebut nama sih, Ya?"

"Oh, biar kelihatan lebih akrab aja, gitu sih kalo kata Kaka gue."

Sadawira menggeleng. "Hari ini nongki yuk, nge-pizza kita," ajaknya penuh semangat.

"Nggak bisa, udah dijemput."

"Oh yaudah, besok? Kita ajakin Jihan, tapi Micellar water nggak usah."

"Nggak bisa mastiin."

"Dih, kayak orang penting aja sekarang."

The game Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang