Aya menempelkan telinganya di pintu, mendengar pembicaraan dari luar.
Beberapa kali matanya mendelik tak suka ke arah Ifeh dan Mozza yang sangat berisik sekali malam ini. Tak jarang, percakapan antara keluarga Pasha dan keluarganya tidak terlalu didengar olehnya.
"Ih, bisa diem nggak, Kak?" Tanya Aya setelah stok kesabarannya sudah habis.
"Mau denger tuh duduk deket Mumi, kenapa malah ikut-ikutan ngumpul sama kami. Aneh emang."
Aya hanya bisa berdecak pelan. Lantas duduk di kursi belajarnya. Mana bisa sih ia ikut bergabung sementara dari awal keluarga Pasha datang, ia dilarang keluar oleh Abahnya.
"Ay, Mamanya Pasha mau ngobrol sama kamu, ganti baju kamu yang bagus," suruh Muminya yang membuat Aya langsung bangkit dari duduknya. Ia tidak berpikir macam-macam selain rasa senang bisa bertemu Pasha lagi.
"Ini namanya Aya?" Tanya Ibu Pasha begitu Aya meraih tangannya, hendak salim.
"Iya Tante."
"Duduk sini Aya. Tante mau ngobrol sama kamu. Pak Moez, Bu Ersya, saya boleh kan tanya sesuatu ke Aya?"
"Boleh," jawab Moez cepat.
Ibu Pasha pun tersenyum. Lalu pandangannya beralih ke Aya lagi. "Dio itu suka makanan rumahan, dia kalo kebanyakan makan fast food, bisa batuk, dia kalo kebanyakan pikiran badannya juga bisa panas. Orangnya agak sedikit rewel, Aya tahu?"
Aya menggeleng. Jantungnya ketar ketir, takut setelah ini akan ditanyai apakah ia bisa memasak?
"Aya bisa masak, Bu Ersya?"
Mampus. Kata Aya dalam hati.
Aya melirik Pasha yang juga diam-diam meliriknya, lalu mengalihkan pandangan pada Ersya yang masih berpikir.
"Belum bisa. Selama ini yang selalu masak istri saya, Bu. Aya ini dari dulu nggak pernah bantuin.." Bukan Ersya yang menjawab melainkan Moez yang sangat jujur, membuat Aya hanya bisa mengangguk saat Ibu Pasha menuntut jawaban darinya.
Dalam hati, Aya merasa kesal karena Abahnya tidak sama sekali menyanjungnya di depan Ibu Pasha.
"Nggak Papa, Pak. Semua orang itu nggak terlahir pintar. Ada proses dulu sebelum bisa asal orang itu mau belajar. Aya, kamu mau belajar masak, kan?"
Aya mengangguk. Sebenarnya salah satu cita-citanya juga ingin menjadi ahli masak agar nanti saat berumah tangga, keluarganya lebih banyak makan masakannya. Akan tetapi belajar memasak itu akan ia fokuskan setelah lulus sekolah nanti.
"Makasih Ya. Nanti kapan-kapan Tante mau ketemu lagi sama Aya. Aya bersedia 'kan ngeluangin waktu buat Tante?"
"Bisa Tante, asal Aya libur sekolah."
"Oh itu pasti. Pak Moez, Bu Ersya, saya pamit dulu."
Ibu Pasha lalu mencium kedua pipi Aya, lalu berbisik sesuatu di telinga Aya yang membuat Aya hanya mampu tersenyum malu-malu.
🌷
"Tadi kok kamu ketawa gitu pas Mamanya Pasha bisikin sesuatu, ngomong apa emang?"
Aya berbalik, mendapati Muminya berdiri dekat meja makan.
"Mau tahu banget ya, Mum?"
"Kalo Mumi tanya berarti iya dong. Kamu nih pake tanya lagi."
"Tadi tuh, Mamanya Om Pasha bilang, calon mantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The game
Teen FictionGara-gara permainan Jihan saat jamkos di sekolah, membuat Aya harus menjerat hati seorang lelaki di bawah Omnya satu tahun