15

101 18 27
                                    

Jihan dan Aya berjalan keluar sekolah. Rencananya, mereka berdua ingin jalan-jalan dulu baru pulang.

Aya yang paling bersemangat karena sudah lama tidak makan di luar apa lagi bersama sahabatnya.

Tadinya, bukan hanya Jihan saja yang ikut, Michelle juga, tetapi mendadak, gadis itu izin saat jam istirahat karena sang nenek atau yang biasa Michelle sebut Ama masuk rumah sakit setelah jatuh dari kamar mandi. Sementara Sadawira lagi sibuk-sibuknya menyiapkan kelulusan untuk kelas dua belas, tiga bulan lagi.

Langkah Aya berhenti tepat di depan gerbang, melihat seorang lelaki baru turun dari mobil putih dengan tatapan tertuju padanya.

"Kayak kenal." gumam Aya sendiri dengan menyipitkan kedua matanya.

"What you are looking at?" Tanya Jihan penasaran.

"Coba pastiin. Cowok baju item yang lagi mau nyeberang itu Pasha, bukan?"

"Yes. Lo suruh dia jemput kita?"

Aya menggeleng. "Enggaklah, gila aja, kabur yuk." Belum sempat Aya kabur, orang yang ia hindari sudah ada di depannya.

"Hai.." sapa Pasha kemudian.

Aya tidak mau melihat ke arah Pasha dan dia berniat juga tidak ingin bicara. Hubungan mereka sudah selesai, ia ikhlas lahir batin melepaskan si pengkhianat itu.

"Aya." Panggil Pasha hati-hati.

"Han, lo denger nggak kayak ada yang panggil gue, siapa? Lo ya yang panggil?" Tanya Aya dengan kepala bergerak ke kanan ke kiri, mencari siapa yang memanggil.

Jihan yang gemas melihat tingkah Aya,
memegangi kepala sahabatnya dengan kedua tangan, lalu ia arahkan ke depan, di mana Pasha yang menjulang tinggi itu berdiri.

Spontan, Aya mengucap istigfar sambil menutup kedua mata dengan tangan.
"Jihan anjir, ngapain dia bikin gue tatep-tatepan sama Pasha kayak lagi syuting sinetron romantis ginih!" Batinnya.

"Ya, kayaknya kita nggak jadi jalan bareng deh." Bisik Jihan. "Harus selesain masalah lo sama dia dulu, oke." Lanjutnya tidak berbisik lagi.

Aya semakin mengeratkan rangkulannya di lengan Jihan. Bagaimana pun caranya, Jihan harus ikut dengannya.

"Kenapa kesini?" Tanya Aya ketus, ia harus menyelesaikan masalahnya agar bisa terbebas dari orang yang tidak sama sekali ia sukai. Akan tetapi selalu dirindukan saat orangnya tidak ada.

"Aku mau nebus sisa empat belas hari itu ke kamu. Maaf, seminggu ini aku sibuk kerja."

"Oke, aku butuh bicara juga sama Om, tapi temenku harus ikut, gimana?"

"Nggak masalah." Jawab Pasha, lalu senyumnya terkembang, membuat Aya sedikit goyah dibuatnya.

🌷

"Aku nggak punya banyak waktu, langsung ke intinya aja, Om."

Pasha yang sedang mengunyah makanan. Lantas terbatuk mendengar kata-kata Aya.

Aya hanya diam, menikmati kesengsaraan Pasha, ia tak akan pernah menyodorkan air mineralnya yang masih tersegel pada si pengkhinat itu.

"Sori... aku..."

"Minum aja, siapa tahu batuknya ilang." Suruh Aya dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

Pasha mengangguk, menandaskan jus jeruk yang ia pesan sebelum akhirnya bicara serius.

"Udah?" Tanya Aya, melihat Pasha sudah baikan, lalu mengambil tissue di meja.

The game Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang