Prolog

10 1 0
                                    

"LO MAU KEMANA!!"

"LEPASIN!"

"GAK! LO HARUS JAWAB DULU,LO MAU KEMANA!"

"LO BUTA? Dia butuh gue, gue harus pergi!"

"Lo beneran milih cewek itu di banding gue?" Tatapan nanar dan kecewa terpajang jelas di manik mata seorang gadis yang kini terbaring lemah dengan jarum infus di tangan kanan nya, wajahnya begitu pucat bahkan kantong matanya yang menghitam sedikit menambah kesan betapa kacau nya gadis itu sekarang.

"Lo udah tau jawaban nya." Lawan bicara gadis itu berucap dengan datar seolah tidak ada sedikitpun rasa iba ketika menatap gadis itu.

Gadis itu terhenyak, genggaman nya pada orang yang telah menjalin hubungan selama delapan bulan belakangan ini terlepas dengan lunglai, "Lo? Ga kasihan sama gue hmm?" Tanya nya sendu.

"Untuk apa?"

"Lo tau gue-..."

"Lo apa?" Potong nya, "Lagi sakit?" Cowok itu terkekeh pelan, "gue juga udah bilang sejak awal, kalau gue ga peduli." Sinis nya "Bisa aja lo nge rekayasa sakit lo biar dapat perhatian gue kan??" Lanjutnya dengan tatapan mengejek yang sungguh membuat dada gadis itu terasa sesak seolah di hantam ribuan beton saja.

Gadis itu rasanya ingin menangis, bahkan bibirnya sudah bergetar menahan sakit yang ia rasa, namun tak urung meneteskan air mata. Mungkin saja karena selama ini ia sudah cukup menangisi cowok di samping nya itu hingga tidak tersisa air mata sedikitpun untuk di keluarkan lagi.

Gadis itu hendak berbicara meneriakkan rasa sakit yang selama ini ia rasakan namun sepertinya percuma saja, akhir perdebatan mereka pastinya akan selalu berakhir sama. SUDAH CUKUP! IA LELAH!! Hingga Alih-alih menangis, senyum tipis malah terbit di bibir pucat nya di susul kekehan pelan yang terdengar mendayu. Hal yang membuat keadaan gadis itu malah semakin terlihat miris.

Cowok di sampingnya terdiam sejenak, senyum miring nya lenyap begitu saja. "Dasar sinting." Gumam nya.

Kekehan gadis itu berganti menjadi tawa pelan namun hanya sebentar sebelum ekspresi gadis itu berubah drastis, tidak ada lagi tatapan pedih, ingin di kasihani, kecewa dan bahkan tatapan cinta yang selalu gadis itu tunjukan untuk cowok di depan nya menghilang begitu saja berganti dengan ekspresi datar dengan tatapan tajam yang mampu membuat cowok itu seolah tengah menatap orang asing. "Ya, gue sinting. Gue sinting karena kalau gue waras, gue ga bakalan milih buat bertahan sama iblis kayak lo sejauh ini dan bahkan nyerahin hidup gue yang sialnya terlalu berharga buat lo yang sampah!"

"Lo!!!"

"Karna kalau gue waras, gue ga bakalan ngemis-ngemis buat di pertahanin sama cowok gatal modal kontol kayak lo!" Umpat nya dengan nada datar yang selama ini tidak pernah ia gunakan saat berbicara dengan cowok itu, sikap nya yang lemah lembut dan ceria seolah menghilang begitu saja.

Kening cowok itu mengkerut mendengar umpatan gadis itu, ia sedikit tersinggung hingga kini rahang nya mulai mengeras. Belum sempat ia membalas, gadis itu sudah kembali bersuara.

"Gue nyerah, lo bisa pergi dengan selingkuhan lo yang mukanya buruk rupa kayak sikap lo." Usir nya enteng, saking enteng nya cowok itu sampai sedikit ternganga, pasalnya selama ini gadis itu tidak pernah ingin pisah dari nya dan terus memperjuangkan nya bahkan di saat ia selingkuh dan mengabaikan nya, gadis itu tetap berada di sisi nya.

Melihat cowok itu tidak merespon dan tak kunjung pergi, gadis itu berdecak keras, "Selain jelek, lo juga tuli yah?" Ia memalingkan wajahnya menatap ke arah lain seolah sudah enggan menatap cowok yang selama ini selalu ingin ia tatap. Setidaknya itu untuk berapa menit terakhir. "Benar kata teman-teman gue, mata gue ketutupan belek sampai milih cowok kayak lo."

Cowok itu bergeming di tempat nya, ia mengedipkan matanya lalu tertawa pelan membuat gadis itu kembali berdecak.

"Gausah ketawa! Nafas lo bau kontol!"

END OF SEVENTEEN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang