"Bagaimana jika kita membicarakannya dengan makan siang?"
Menarik nafas dalam. Kathy menatap Aiden lurus. "Aku janji, kita hanya akan makan siang."
Ada harapan yang tersirat di kata-kata Kathy, dia bahkan dengan berani menatap Aiden. Mengabaikan tatapan mata Aiden yang tajam dan menusuk kearahnya.
Tidak mudah untuk nya masuk ke ruangan Aiden ini, dia bahkan harus melakukan banyak cara agar bisa bertemu Aiden kali ini.
Dan dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Belum tentu dia akan mendapatkan kesempatan yang sama suatu saat nanti. Apalagi ketika melihat orang-orang sekeliling Aiden, mereka terlihat sangat menjaga privasi Aiden dan pasti akan lebih sulit nanti. Itu pun jika Aiden kali ini tidak bisa dia taklukkan.
Tatapan mata Kathy begitu lembut, berharap jika Kathy menatapnya seperti itu, maka Aiden akan luluh. Ada banyak hal yang ingin Kathy katakan pada Aiden.
Dan mereka pun harus berbicara empat mata. Dari hati ke hati. Itulah yang Kathy inginkan, dan berharap Aiden akan mengerti.
Aiden menatap datar pada Kathy. Setelahnya dia pun tersenyum sinis, tidak percaya dengan apa yang sudah dia katakan pada wanita itu tempo hari, sama sekali tidak membuatnya mengerti.
Apa kurang jelas semua ucapannya? Hingga dia masih berani datang kemari, membawa tawaran yang sudah jelas akan Aiden tolak tanpa pikir panjang.
"Apa kamu belum mengerti juga dengan apa yang sudah saya katakan, nona Kathy?" Tanya Aiden dengan suara berat yang bergitu ketara. Meski Sorotnya begitu menusuk, siap menguliti Kathy. Tapi Aiden sekuat tenaga menahan diri agar tidak berteriak. Dia pun berusaha melunakkan tatapannya.
Jangan sampai bayangan atau bahkan, masa lalunya dengan Kathy akan merusak segalanya. Berakhir, dia akan kehilangan kendali kontrol.
Bahkan ketika nafas Aiden terasa memburu, sekuat tenaga Aiden menahanya. Jantungnya pun berdetak mulai tidak beraturan. Siap meledak kapan saja. Aiden melampiaskannya hanya dengan mengepalkan tangannya.
Berusaha, tetap tenang menjaga emosinya.
Semua akan baik-baik saja! Ya semua akan baik-baik saja! Bisik Aiden dalam hati. Berusaha meramalkan doa agar semua sesuai keinginannya.
"Aiden, apa begitu sulit makan siang dengan ku? Aku hanya ingin kita duduk, makan dan berbicara. Sederhana itu Aiden." Kukuh Kathy, tidak peduli jika dia dikatakan wanita murahan.
Rela mengemis pada pria yang sudah jelas-jelas tidak menginginkannya, juga keberadaannya. Kathy tidak peduli. Karena saat ini yang terpenting adalah dia bisa berbicara dengan Aiden.
Jika perlu dia juga ingin mengatakan jika dia ingin meminta maaf.
"Aku janji, kita hanya akan makan siang. Dan berbicara. Tidak lebih!" Lanjut Kathy sedikit memaksa. Berharap Aiden menurutinya.
Menarik nafas panjang, nan dalam. Aiden terlihat mulai menatap Kathy tajam. "Pergilah. Sebelum kesabaran saya habis, lebih baik kamu pergi!." Usir Aiden, tidak terpengaruh dengan tatapan memelas Kathy.
Meski kini perasaannya mulai memikirkan ulang tawaran itu, tapi sebisa mungkin Aiden berpikir jernih.
Tidak ada yang perlu mereka pikirkan. Dia bukan wanita yang bisa membuat Aiden baik-baik saja. Malah dia yang berhasil memporak-porandakan hatinya dulu.
Dan jika saat ini Aiden masih mau berbicara dengannya, maka Aiden adalah pria bodoh yang pasti telah kehilangan semua isi kepalanya.
"Tapi Aiden--"
"Pergi!" Sentak Aiden kuat. Tidak peduli jika akan di dengar oleh Denisa, Karena pintu ruangannya yang masih nampak terbuka lebar.
Kathy menggeleng cepat. Wajahnya kian murung juga tatapan matanya terlihat berkaca-kaca. "Setidaknya sekali ini saja Aiden, aku mohon. Aku janji kita hanya akan bicara. Sisanya, aku akan mendengar kan semua ucapan mu!" Melas Kathy. "Aku akan mengikuti semua keinginanmu, jadi aku mohon, tolong sekali ini saja beri aku kesempatan untuk berbicara."
Dulu ketika Kathy menunjukkan wajah murung, dan tatapan memohon. Aiden akan dengan cepat luluh. Separah apapun dia marah, Aiden akan memaafkannya.
Dan Kathy pun berharap hal yang sama saat ini. Dia berharap Aiden akan menurutinya. Setidaknya kali ini saja Aiden bisa luluh.
"Apa lagi yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Aiden dengan nada suara menyindir. Bahkan kedua matanya pun menatap Kathy menyipit tajam.
Kini sekelebat bayangan pertengkaran mereka pun, mulai memenuhi pikirannya. Membuat Aiden harus memejamkan kedua matanya beberapa detik.
Baru kemudian menatap Kathy dengan sorot lebih berani dan tajam.
"Setelah semua yang terjadi pada kita, saya rasa tidak ada lagi yang perlu kita bicara kan. Kita sudah sama-sama selesai. Tidak ada lagi yang perlu di bahas."
"Aiden, aku---"
"Stop! Berhenti di tempat mu, Kathy!" Sentak Aiden begitu Kathy melangkah mendekat kearahnya.
Jarak mereka yang lumayan jauh, membuat Aiden berusaha mengendalikan dirinya. Dia takut jika terlalu dekat dengan Kathy, dia tidak bisa mengontrol diri.
Apalagi kini pandangannya mulai berputar. Berkabut dan tidak jelas. Tapi Aiden sekuat tenaga menjaga kesadarannya.
Beruntung pagi tadi Aiden kembali menyuntikkan obat pada dirinya, jika tidak. Sudah Aiden pastikan jika dia pasti akan kehilangan kontrol detik ini juga.
"Hidup saya sudah baik-baik saja. Saya yakin, kamu juga sudah melihat bagaimana gambaran keluarga saya, iya kan?"
Kathy tidak menjawab, dia hanya diam menatap Aiden semakin intens. Memperhatikan setiap ekspresi wajah Aiden yang di tunjukkan pada dirinya.
"Saya juga yakin jika kamu masih memiliki urat malu untuk menggoda suami orang. Apalagi istri saya pernah menolongmu!"
Aiden menekan kata istri begitu ketara. Hingga membuat Kathy memejamkan mata sejenak. Dia merasa kesal ketika Aiden menyebut wanita lain di depannya.
"Tidak kah kamu memiliki harga diri yang tinggi? Bukankah dulu kamu sangat menjaga harga dirimu? Hingga siapa pun tidak akan kamu biarkan untuk merendahkan harga diri mu?"
"Lalu?" Menatap Kathy mengejek. Lengkap dengan senyuman sinis dan cemoohan. "Kenapa saat ini kamu malah terlihat murahan? Atau harga dirimu sudah mati? Tertinggal ketika kamu lari di hari pernikahan kita?"
Kathy menggigit ujung bibirnya perih, kata-kata Aiden menamparnya. Tapi kakinya malah tidak bisa di ajak kompromi. Dia semakin sulit menggerakkan kakinya.
Semua yang di katakan Aiden benar, seharusnya dia tau itu. Bukan malah menemui Aiden di sini. Mengemis di depannya.
Tapi, semakin Kathy mengingat semua perlakuan nya dulu pada Aiden. Kathy semakin merasa ingin memperbaiki semuanya. Hingga dia pun berharap di berikan kesempatan kedua. Setidaknya untuk menembus semua kesalahan yang pernah dia lakukan terhadap Aiden.
Aiden sudah tidak bisa menampung beban tubuhnya lagi, dia pun mundur beberapa langkah. Bersandar di ujung meja, bayangan kehancuran itu kian jelas. Sampai Aiden merasa tak lagi memiliki tenaga untuk sekedar berdiri.
Dia harus berpegang pada ujung meja, agar tidak terjatuh. Pandangannya pun terlihat mulai mengabur, semua bergerak tidak jelas.
"Aiden?" Panggil Kathy terdengar khawatir. Kakinya pun dengan cepat melangkah kearah Aiden.
Melihat Aiden yang memucat, dengan keringat di pelipisnya. Juga tubuhnya yang mundur beberapa langkah. Berhasil membuat Kathy khawatir.
Secepat kilat dia pun melangkah kearah Aiden. "Aiden kamu baik-baik saja?" Tanya Kathy terdengar khawatir, begitu dia sudah berada di depan Aiden.
Dengan cekatan dia pun membimbing Aiden, membawanya duduk di sofa.
Sedang Aiden sendiri, dia tidak sempat menghindar atau bahkan menolak Kathy. Tubuhnya sedang terasa sulit di kendalikan. Dia butuh obat saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI); Season 2
RomansaKiara tahu, sejak dia memilih tetap tinggal di samping Aiden. Maka akan ada banyak hal yang mungkin saja akan dia ketahui suatu saat nanti. Apalagi saat mengingat banyak rahasia dibalik sikap Aiden selama ini. Maka dia harus menyiapkan segalanya, te...