Aiden mendorong pintu kamarnya dengan ragu. Setelahnya Aiden pun masuk, mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Dan pandangangnya pun langsung jatuh pada Kiara yang tengah sibuk membaca majalah di pangkuannya.
Pandangannya begitu fokus, juga terlihat begitu serius. Hingga dia terlihat tidak sadar jika Aiden masuk ke dalam kamarnya.
Kiara yang mendengar suara langkah kaki mendekat pun langsung mengangkat wajahnya, menatap Aiden yang kini berjalan kearahnya. Yang awalnya senyum Kiara mengembang pun surut begitu menemukan wajah keruh Aiden.
"Ada masalah?" Tanya Kiara begitu menemukan wajah kusut Aiden yang berjalan terus masuk kearahnya.
Tidak ada senyum di bibirnya, bahkan wajahnya pun terlihat begitu murung.
Aiden melangkah kearah Kiara, duduk tepat di sampingnya. Otaknya terus bekerja keras mencari bagaimana caranya mengatakan pada Kiara tentang perubahan rencananya.
"Ada apa?" Kiara kembali mengulang pertanyaan yang sama dengan sabar. Majalah di tanganya pun sudah dia letakkan di samping tubuhnya. Agar fokusnya bisa sepenuhnya kepada Aiden.
Tidak lupa dia pun memutar tubuhnya kearah Aiden.
"Apa kamu keberatan jika kita kembali besok?"
"Kembali?" Ulang Kiara yang terdengar kaget, dan langsung di angguk-ki Aiden. "Kenapa terburu-buru sekali? ... Besok ..? Bukankah kita berencana melakukan perjalanan touring? Kamu bilang, kamu bisa berlibur?" Tanya Kiara heran.
Wajah bingungnya tidak bisa dia sembunyikan dari Aiden, apalagi ketika Aiden dengan mudah merubah jadwal mereka.
Aiden mengangguk, mengusap belakang lehernya salah tingkah. Bingung bagaimana cara menyampaikan semuanya pada Kiara.
"Mm, Sebenarnya ada beberapa hal yang harus aku urus." Bohong Aiden. Memilih pekerjaan lah yang di jadikan alasannya kali ini.
Bagus, lagi-lagi kamu berbohong Aiden. Sudah berapa banyak kebohongan yang telah kamu lakukan akhir-akhir ini? Ejek sebagian dalam diri Aiden.
"Bukankah Daddy dan Tomi yang akan mengurus perkerjaanmu?"
"Ya... Tapi ada beberapa hal yang tidak bisa aku wakilkan. Dan karena itu Tomi harus kembali bersama ku."
"Dia tidak bisa menghandle pekerjaan itu, karena dari awal aku yang memulainya. Dan sekarang aku juga yang harus mengakhirinya."
Tidak sepenuhnya Aiden berbohong, dia memang yang memulai semua ini kan? Dan sekarang dia juga yang seharusnya mengakhiri semuanya.
Kiara mendesah kecewa. Gagal sudah semua rencana yang telah dia siapkan. Padahal dia ingin mengunjungi tempat-tempat di sekitar pulau ini. Dan Aiden sudah berjanji akan menemaninya. Mereka akan pergi bersama, selama mereka berada di kota ini dan sekarang semua itu gagal.
"Tapi jika kamu keberatan, aku akan mengatakan pada Tomi untuk membatalkannya. Mungkin kita bisa berlibur di sini beberapa hari. Setelah itu kita akan kembali. Tapi mungkin Tomi akan selalu mengikuti kita. Kamu tidak keberatan, kan?"
"Kenapa?"
"Kami harus sering membahas masalah pekerjaan. Dan Tomi harus ada dua puluh empat jam di dekat ku. Agar masalah kami bisa cepat di atasi."
Berlibur sambil bekerja itu pasti sulit, dan mereka juga akan sulit menikmati waktu liburannya. Tapi--
Kiara menatap Aiden bingung, antara terus menentukan pilihannya atau mereka harus kembali besok. Karena tatapan Aiden terlihat begitu bingung.
Kiara ingin egois, tapi dia juga harus memikirkan status Aiden saat ini. Dia tidak mungkin meninggalkan tanggung jawab nya.
"Apa sepenting itu, hingga Tomi akan selalu ada di sampingmu?" Tanpa ragu Aiden pun mengangguk, hingga membuat Kiara pun mendesah panjang.
Tidak ada pilihan lain selain ini. Batinnya.
"Baiklah, lebih baik kita kembali saja." Putus Kiara pada akhirnya. Tidak tega jika harus mengorbankan pekerjaan Aiden hanya untuk liburan mereka kali ini.
Lagi pula mereka bisa kapan saja berlibur, itu pun jika Aiden memiliki waktu senggang.
"Maaf, lain kali aku akan menggantinya." Ucap Aiden penuh sesal. Tidak lupa tangannya pun terulur untuk meraih tangan Kiara, menggenggamnya erat. Berusaha mengungkapkan perasaan sesalnya karena telah merubah jadwal mereka kali ini.
"Harus!" Lanjut Kiara menambahkan. Sambil mengukir senyum lebar di bibirnya, diikuti Aiden yang juga tersenyum geli menatapnya.
****
Gisella menatap malas pada dua manusia yang kini menjadi pusat perhatian keluarga. Bahkan mamanya pun terlihat begitu memuji Kiara, begitu pun keluarga neneknya. Mereka terlihat selalu memuji-muji Aiden maupun Kiara.
Mereka seakan lupa jika dulu pernah megunjingkan Kiara dulu. Bahkan lebih parahnya selalu menatap Kiara meremehkan.
Tapi sekarang, mereka seakan menjadi keluarga paling bahagia karena pernikahan Kiara juga Aiden. Benar-benar memuakkan.
Dasar penjilat. Gerutu Gisella dalam hati. Tatapannya pun terlihat semakin menyalang tidak suka. Penuh kebencian.
Apalagi ketika Aiden bersikap manis padanya, membuat Gisella merasa mual dan jijik secara bersamaan.
"Anda baik-baik saja, nona?" Teguran dari arah samping. Hanya dilirik oleh Gisella kesal.
Apalagi ketika menemukan Tomi yang menegurnya, wajah Gisella semakin cemberut tak bersahabat.
Kenapa dia harus bertemu dengan pria yang kini sangat dia benci. Dan gara-gara pria itu, Gisella harus merasakan kegagalan di hidupnya.
"Menjauhlah, jangan bicara dengan ku!" Omel Gisella kesal. Bergeser beberapa langkah guna menjauhkan tubuh dari Tomi yang berdiri di samping nya.
Tomi mengangkat sebelah alisnya tinggi, tatapannya jelas terlihat heran dan bingung. Namun dia tatap mengangguk setuju. Membiarkan Gisella melakukan apa yang dia inginkan. Dia pun mulai menutup mulutnya rapat.
"Dan berhenti memanggilku, nona!" Gerutu Gisella yang masih bisa di dengar oleh Tomi.
"Seharusnya kau memanggilku dengan sebutan nyonya, bukan nona." Omelnya kian kesal.
Gisella jadi teringat kebodohannya yang menganggap Tomi adalah putra Sincler. Dan berakhir dia kehilangan kesempatan untuk dekat dengan Aiden.
Andai saja saat itu dia tidak bodoh, pasti saat ini dia yang menjadi nyonya muda keluarga Sincler.
"Jangan terlalu percaya diri, tuan Aiden tidak akan pernah berpikir untuk menikah lagi. Apalagi memutar waktu untuk bersama dengan anda." Ejek Tomi terdengar tidak suka di telinga Gisella.
Dia pun semakin menatap Tomi penuh kebencian. Wajahnya bahkan sudah memerah, karena semua rasa kebenciannya.
Pria di sampingnya itu, apa tidak bisa diam? Geramnya kesal.
"Dan anda harus ingat, jika anda itu berbeda jauh dengan nyonya Kiara."
"Tutup mulut mu, sialan!" Maki Gisella tanpa sadar. Hingga menarik perhatian keluarganya, bahkan mamanya kini menatapnya penuh peringatan.
"Jangan mentang-mentang kamu adalah orang terdekat keluarga Sincler, jadi bisa seenaknya menghina ku." Geram Gisella dengan nada suara rendah, takut jika keluarganya juga keluarga Sincler mendengar ucapannya.
"Maaf, tapi--"
Dengan kekesalan terasa mendidih hingga ke ubun-ubun, Gisella pun berlalu begitu saja dari hadapan Tomi. Wajahnya terlihat semakin keruh dan kesal.
Sudut bibir Tomi pun berkedut melihat respon Gisella yang di luar dugaannya. Dia begitu sensitif juga pemarah. Pikir Tomi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal(SELESAI); Season 2
Roman d'amourKiara tahu, sejak dia memilih tetap tinggal di samping Aiden. Maka akan ada banyak hal yang mungkin saja akan dia ketahui suatu saat nanti. Apalagi saat mengingat banyak rahasia dibalik sikap Aiden selama ini. Maka dia harus menyiapkan segalanya, te...