Dua belas

5.1K 316 15
                                    

Kiara tidak berhenti mengukir senyum tipis, apalagi ketika kaki jenjangnya melangkah terus masuk ke dalam rumah ibunya.

"Ma." Teriaknya. Sedang tanganya pun mendorong pintu utama dengan cepat.

Dia sudah lama sekali tidak datang mengunjungi kediaman ibunya. Dan sekarang dia berniat datang mengunjunginya, dia pun belum sempat berbincang dengan ibunya.

"Mama, Kiara datang." Teriaknya semakin kuat, menggelegar di seisi ruang tamu.

Rumah ibunya masih sama seperti dulu, rapi, wangi, juga sederhana. Tidak ada yang berbeda sedikit pun.

Semakin Kiara menghirup aroma wangi rumahnya, Kiara semakin merindukan ibunya dan pertengkaran mereka.

"MAMA, Kiara data---ng." Kiara merasakan suaranya menghilang ketika menemukan ibunya berdiri di samping neneknya. Juga, ada tantenya Diana di sisi lainnya.

Mendadak perasaannya berubah tidak enak, apalagi ketika menemukan wajah serius mamanya.

"Kiara, kamu datang?" Margaretha pertama kali angkat suara, melangkah lambat kearah Kiara yang kini mengangguk lambat.

"Nenek dan Tante di sini?" Tanyanya penasaran. Tumben sekali dua orang yang dulu begitu anti datang ke rumahnya datang berkunjung. Dan bisa seramah ini.

Meski kemarin di Bali sempat bertemu, Kiara kira mereka ramah karena ada Aiden di sampingnya.

"Ya, kami sering minum teh akhir-akhir ini. Apalagi ketika Kinanti hanya di rumah sendiri. Memiliki suami yang sibuk bekerja pasti membuat Kinanti merasakan kesepian, karena itu kami datang. Menemaninya."

Ucapan panjang lebar dari Diana hanya di tanggapi dengan anggukan kepala sekilas oleh Kiara. Tatapannya pun menatap ibunya penuh tanda tanya.

Kinanti menarik lengan Kiara, membawanya masuk ke dapur. Membiarkan ibu dan kakaknya duduk di ruang tamu berdua.

"Apa yang mereka lakukan disini, ma?"

"Seperti yang kamu dengar dari Tantemu." Jawab Kinanti sekenanya.

"Jadi benar jika mereka sering datang?" Pekik Kiara terdengar tak percaya. Menatap ibunya penuh menuntut.

Kinanti yang sedari awal sibuk dengan gelas dan gula, kini menolah kearah Kiara. "Ya, kamu tau kan bagaimana mereka. Mereka pasti tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan."

Kiara mengangguk setuju. "Mama tidak berniat menuruti keinginan mereka, kan?"

"Membujuk kamu dan Aiden?" Sambung Kinanti menambahkan, Kiara hanya mengangkat bahu acuh.

"Mama masih cukup waras untuk itu, Kiara." Jawab Kinanti. "Lagipula, dari dulu hidup mama dan papa seperti ini, kami tetap baik-baik saja. Dan jika mereka menawarkan banyak hal pada mama, juga papa. Semua itu tidak akan merubah hidup kami. Kami sudah terbiasa seperti ini, dan kami tidak membutuhkan semua itu. Kami sudah cukup puas dengan kehidupan kami sekarang."

"Melihat mu menikah dengan keluarga yang baik, suami juga kehidupan yang baik. Itu sudah lebih dari cukup."

Rasa-rasanya Kiara ingin menangis mendengar ucapan ibunya. Ibunya yang keras, tukang ngomel itu terlihat sangat menyayanginya ternyata.

"Terima kasih, Ma. Karena sudah mencintai Kiara sebesar ini." Bisik Kiara memeluk ibunya hangat.

***

Aiden membaca sederet pesan di ponselnya dengan wajah serius, tanpa sadar bibirnya pun tertarik ke atas. Tersenyum tipis tanpa sadar.

Tak menunggu waktu lama, jarinya pun dengan lincah mengetik beberapa kata. Membalas pesan singkat di ponselnya.

Sedang matanya beberapa kali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam lagi untuk dia pergi, dan dia masih bisa menggunakan waktu itu untuk menyelesaikan semua pekerjaannya.

Namun kesibukan Aiden memeriksa berkas terhenti ketika mendengar ketukan pintu di ruangannya.

"Sir." Sapa Denisa sopan, membungkuk tepat di depan pintu ruangan Aiden.

"Ada apa, De?" Tanya Aiden menghentikan kegiatannya. Menatap sepenuhnya kearah sekertaris keduanya itu.

"Di depan ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda, tuan."

"Siapa?"

Hari ini Tomi sedang pergi bersama ayahnya untuk mengurus beberapa pekerjaan. Dan hanya Denisa yang membantunya di perusahaan.

Yang otomatis semua tamu yang harusnya bertemu dengannya, harus lewat perantara Denisa.

Meski Denisa tidak secekat Tomi, tapi Evelia begitu smart. Selama dia bekerja dengan Aiden, Denisa itu hampir tidak pernah sekali pun membuat kesalahan.

Dia hampir bisa mengimbangi pekerjaan Tomi, jika saja Tomi tidak berada di sampingnya.

Dan semua itu karena didikan Tomi padanya.

"Beliau bilang, beliau adalah perwakilan perusahaan Erdos."

Apa Kathy? Pikir Aiden.

Pikirannya pun langsung tertuju pada Kathy, karena dia lah yang kemarin meeting dengannya. Karena jika Adam, tidak mungkin.

Aiden jelas tidak memiliki urusan dengannya, sedang proyek mereka pun sudah di pindah tangan kan oleh ayahnya. Dan jika seharusnya datang bertemu, seharusnya mereka mencari ayahnya bukan dirinya.

"Siapa?" Desak Aiden tanpa sadar, dia penasaran siapa tamunya itu.

"Nona Kathy Lutz."

Aiden mendesis, sudah dia duga jika Kathy lah tamunya.

"Katakan padanya, saya sedang sibuk. Dan jika ingin membahas masalah pekerjaan, dia bisa menghubungi Daddy. "

"Nona Kathy bilang, beliau tidak ingin membahas masalah pekerjaan, tuan."

"Lalu?"

"Beberapa hal yang harus anda tau." Jawab Denisa yang berhasil membuat Aiden menatapnya tajam. "Itu yang nona Kathy katakan, sir. Tapi jika anda keberatan, saya akan dengan senang hati mengusirnya."

"Ya, suruh dia pergi. Aku tidak memiliki waktu untuk menemuinya."

"Apa kamu berusaha menghindari ku, Aiden?"

Aiden dan Denisa jelas kaget mendengar teguran dari arah belakang tubuh Denisa.

Wanita cantik dengan balutan busana formal masuk, dengan tas tangan di sisi tanganya yang lain. Kedua matanya menatap Aiden yang kini membuang muka.

"Maaf nona, anda tidak diijinkan untuk masuk. Dan seharusnya anda tau itu?" Denisa langsung bergerak maju, berniat membawa Kathy menjauh dari hadapan Aiden.

"Aiden." Panggil Kathy yang sama sekali tidak di gubris Aiden. Dia malah memberi isyarat kepada Denisa untuk segera membawa Kathy keluar.

"Aku akan terus menemui mu, Aiden, tidak sebelum kita berbicara penting."

Aiden mengeram, merutukki kecerobohan penjagaan di perusahaan. Padahal siapapun orang yang berniat menemuinya, harus melewati prosedur beberapa orang. Jika Denisa atau Tomi mempersilahkan tamu itu masuk, itu artinya dia bisa menemuinya.

Lalu sekarang? Bagaimana mungkin penjagaan mereka kecolongan? Rutuk Aiden kesal.

Aiden terus mengabaikan teriakan Kathy yang terus di tarik sekertarisnya paksa. Tapi, tenaga Kathy juga ke kehebatannya dalam taekwondo membuat Denisa sedikit kewalahan.

"Den," Panggil Aiden pada akhirnya. Yakin jika tidak akan mudah melawan Kathy, apalagi mengusirnya sebelum dia mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Biarkan dia masuk." Perintah Aiden. Yang langsung di turuti oleh sekertarisnya itu. Meski dengan wajah ragu.

"Apa yang ingin kamu katakan? Cepatlah! Saya tidak memiliki banyak waktu." Ucap Aiden begitu Kathy masuk kedalam ruangannya.

"Bagaimana jika kita membicarakannya dengan makan siang?"

Menarik nafas dalam. Kathy menatap Aiden lurus. "Aku janji, kita hanya akan makan siang."

Marriage Proposal(SELESAI); Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang