𝟸 𝄪 𝟷𝟻

1.7K 288 28
                                    

𝁫𝁵𝁫

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝁫𝁵𝁫

Sebenarnya Rin sudah meminta untuk tidak ditunggu saat pulang, akan tetapi kau bersikukuh agar menunggunya.

Terlebih lagi dirimu sudah menantikan raut wajah Rin ketika dirimu memasak makanan kesukaannya.

Hendak saja menata piring agar terlihat cantik, suara pintu terbuka menjamah indra pendengaranmu.

Cklek ....

Senyum indah langsung terpatri di bibir. Kedatangan seseorang yang kau tunggu, "Halo Rin, bagaimana hari ini?"

Tidak ada balasan.

Rin hanya menatapmu datar. Pandangannya sedikit melirik meja makan yang penuh dengan makanan.

"Untuk siapa makanan di situ?" Tunjuknya menggunakan dagu.

Dirimu mengerjapkan mata beberapa kali. "Untuk kita,"

"Ayo, kau pasti sudah lapar. Hari ini aku menyiapkan menu kesukaanmu ... Rin?"

Pria yang menyandang status sebagai suami tersebut tidak bergerak ketika kau sudah mengalungkan lengan dan menuntun ke meja makan.

Lengan kirinya terangkat memijat pelan keningnya. "Aku lelah, simpan saja untuk esok."

Senyuman yang awalnya melengkung sempurna, kini berganti dengan garis datar.

"Apa hari ini mereka juga mengajakmu makan malam?" Tanyamu ragu-ragu.

Lagi dan lagi Rin mengangguk.

Kau menarik napas dalam-dalam, kembali memberikan senyuman untuk Rin. "Ah sial sekali! Kau curang Rin, harusnya beritahu aku dulu." Rajukmu mencubit pelan perut kotak-kotaknya.

Rin mengendikkan bahunya acuh.

Dan perlakuan itu sungguh membuatmu bertanya-tanya. Mengapa akhir-akhir ini Rin sering makan dengan teman pesepak bolanya?

Belum sampai sedetik, dirimu menepis pemikiran buruk. "Oke lupakan,"

"Kemarikan jasmu!" Pintamu membantu Rin melepas jas yang terlampir di bahunya.

Ketika lebih mendekat pada Rin, semerbak harum wangi yang asing menyalur di hidung.

Lebih khas ke parfum seorang wanita ....

Kau berdehem untuk menstabilkan suara, "Apa Arin-chan hari ini datang?"

"Kenapa tiba-tiba bertanya?" Balas Rin melayangkan tatapan heran padamu.

Gelengan kepala yang kau berikan cukup untuk membuat Rin berpikir sejenak. Namun sebelum itu kau membuka suara lebih dulu, "Ada wangi parfum wanita di jasmu,"

Ungkapan penuh kejujuran sudah dirimu lontarkan, sekarang hanya perlu melihat bagaimana reaksi Rin.

"Iya. Wanita cerewet tadi datang, dan mengacaukan makan malam." Desis Rin di akhir kalimatnya.

Perkataan Rin barusan membuatmu tertawa terbahak-bahak. Membayangkan ekspresi kesal Rin sungguh menyenangkan.

"Hahaha, jangan terlalu kasar pada Arin-chan, Rin! Dia wanita yang menyenangkan," Selamu di tengah-tengah tertawa.

Pria itu menghentikan pergerakannya. "Cih, wanita itu hanya bisa merusak dan selalu merusak saja." Decih Rin mengacak rambut.

Dirimu menghentikan tawa, kemudian tersenyum lebar.

Kecurigaanmu lenyap seketika berkat penjelasan dari Itoshi Rin. Jika sudah begini, rasa kesal akan tidak dapat makan malam bersama Rin sedikit menghilang.

Berganti silih. Dirimu berjalan ke arah Rin yang sedang berganti pakaian nyaman.

Dengan cepat, lengan kecil tersebut mengalung erat pada perut indah milik suami dan memeluknya dari belakang.

Menenggelamkan wajah pada lekukan otot, dirimu membuka suara. "Rin ... aku lelah."

"Lelah karena pekerjaan?" Tanya Rin mengelus lembut tangan yang terkalung.

Kau menggelengkan kepala. "Bukan, aku lelah berpikir yang tidak-tidak tentangmu," Ungkapmu blak-blakan.

Jujur saja, saat itu dirimu merasakan jika tubuh Rin sedikit menegang. "Rin? Ada apa?" Tanyamu panik melepas pelukan dan beralih menatap ke depan.

"Oh? Tidak, tubuhku sekilas merinding." Balas Rin mengusap leher bagian belakang.

Jawaban darinya membuatmu semakin yakin jika ada sesuatu yang disembunyikan.

Namun, pura-pura bodoh lebih baik.

Memberikan akting yang baik seperti, "OH! Sepertinya hantu wanita di kamar sedang rindu padamu, Rin~"

Godamu sambil tertawa terbahak-bahak, memeluk kembali Itoshi Rin secara erat. Seakan-akan itu adalah pelukan terakhir yang bisa diberikan.

Sedangkan, pria itu menjepit hidungmu gemas. "Huh?! Sejak kapan kau suka memelukku."

"Hm ... sejak tadi, sejak aku mencintaimu dan sejak besok, lusa, dan selamanya." Balasmu mendusel-dusel ke arah Rin.

Bau khas tubuh Rin sudah tercampur dengan parfum yang sama dari jas tadi.

Tidak mungkin juga, 'kan jika Arin menyemprotkan parfum ke arah Rin? Sangat mustahil jika disebut keusilan.

Sejenak, kau mendongak. Lalu berkata, "Rin kau mencintaiku, 'kan?"

Pemain sepak bola terkenal itu menundukkan pandangan. Bibirnya sedikit terbuka, seperti akan mengucapkan sesuatu.

Namun, kenapa kini Rin kembali menutup mulut?

Tutur batinmu saling beradu sama lain.

"Ya, aku selalu mencintaimu." Ujar Rin sedikit melonggarkan pelukan.

Kata-katanya sudah membuatmu tenang, tetapi tidak dengan perlakuannya. "Hei, kenapa kau melepas pelukan?!"

Rin memutar bola mata malas, "Sekarang sudah melewati pukul tengah malam, nona. Cepat tidur atau kau terlambat kerja besok pagi." Suruh Rin membawamu ke ranjang.

Kebiasaan Rin yang tetap mengelus rambutmu ketika tidur tidak berubah.

"Ay, ay, captain! Setelah aku tidur, kau juga tidur." Bisikmu tepat di telinga Rin, lalu mengurung diri di dalam selimut.

Membiarkan Rin mengelus rambut dan tertidur ke alam tanpa kesadaran.

Sebelum tidur, sesekali kau mengintip Rin dari dalam selimut. Ia memberikan senyuman tipis terhadapmu.

Hanya dengan begitu, Rin sudah dapat menggetarkan jiwa serta raga.

"Rin?"

Pria itu berdehem, "Ada apa?"

Kau memejamkan mata, rasa kantuk sudah menyerang tanpa izin.

Namun senyuman indah milikmu tidak akan tertinggal begitu saja, itu adalah sesuatu yang wajib.

"Tetaplah mencintaiku, meskipun aku sedang dalam proses berusaha untuk hamil, ya?"

Raut wajah pria tersebut berganti dengan rasa tegang.

Walaupun Rin tahu jika dirimu sudah hendak terlelap, pertanyaan itu tidak memiliki jawaban pasti.

"Itu sulit, sayang." Gumam Rin mengelus rambut wanita yang telah tertidur lelap.

𝁫𝁵𝁫

   ๋࣭  Reckless ᵎᵎ  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang