13. Tak Pernah Lupa

72 8 0
                                    

13. TAK PERNAH LUPA

Setelah beberapa menit melangkah dari parkiran menuju kelas, akhirnya Renata bisa mendudukkan tubuhnya dengan tenang di bangku. Semangatnya untuk bersekolah benar-benar tidak ada untuk hari ini. Alasannya adalah karena hari ini adalah hari dimana ia ingat betapa kejamnya takdir mengusir ibunya pergi dari dunia ini.

Wajah itu, teriakan histeris dan wajah panik Citra selalu membayangi. Renata takut, ia membenci kehilangan.

"Ren, lo denger gue nggak, sih?" Wulan yang sedang mengajak Renata bicara memasang wajah kesal. "Pagi-pagi udah ngelamun, banyak cicilan lo? Renata!"

"Kalian semua liat, kan. Renata kalau udah pacaran, bodohnya minta ampun. Gue udah bilang lepasin, tapi kalian nggak mau denger. Nggak ada gunanya mempertahankan cowok kayak Dewa." Meta mengomel di kursi paling belakang, duduk sebangku dengan Aksel.

Kayla mendelik sebal ke arah Meta lantas menepuk bahu Renata. "Renata, tugas bahasa Inggris lo udah selesai belum? Boleh gue liat punya lo?"

"Hah? Oh, gue lupa, Kay. Gue pinjam punya lo, ya. Gue bener-bener nggak ingat sama tugas hari ini."

Renata kaget, ia juga terkejut melihat kelas yang kian ramai. Ditambah lagi akan kehadiran cowok yang baru saja duduk di kursinya selepas menaruh tas di atas meja. Tatapan keduanya bertemu, Renata menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya. Sedang cowok itu bersikap biasa saja, langsung mengobrol dengan teman-temannya selepas masa skorsingnya berakhir.

Wulan yang duduk di depan Kayla dan Renata langsung memasang wajah curiga. "Enggak biasanya Renata kayak gini, gue harus bantu dia untuk kuat. Dewa punya rencana apa, sih, kali ini sampai tega nyakitin Renata."

Buku sudah terkembang di atas meja, Renata siap menyalin tugas yang kemarin lupa ia kerjakan karena sibuk memikirkan Dewa dan kedua orang tuanya yang sudah tiada. Tetapi terlambat, sudah tidak sempat lagi saat Bu Inggit memasuki kelas dan duduk di kursi kebesarannya.

"Duh, kayaknya udah nggak sempat, Kay."

"Bu Inggit suka banget masuk kelas lebih awal. Tau kali, ya, murid-muridnya bakalan banyak yang nyontek." Kepala Kayla tertunduk, berbisik pelan pada Renata sambil memperhatikan guru mereka di depan.

"Kumpulkan PR yang saya berikan sebelumnya ke depan, setelah itu kita mulai ulangan. Ketua kelas, tolong kamu yang maju supaya tidak ada keributan."

Sontak saja hal yang tidak diduga-duga itu mengejutkan seluruh penghuni kelas, terutama Renata yang jantungnya sudah berdebar sejak tadi. Feeling-nya memang tidak pernah salah, apalagi di waktu-waktu tertentu, seolah cobaan senang sekali mengerjainya.

Dewa sebagai ketua kelas langsung berdiri, mengumpulkan satu demi satu buku di atas meja para siswa. Ia sendiri termasuk dalam kategori siswa santai, diancam akan dikeluarkan pun Dewa masih saja bisa bersekolah dengan sekian banyak masalah.

Sampailah laki-laki itu di tempat duduk Renata, Kayla memberikan bukunya dengan tatapan khawatir. "Buku PR lo mana?" tanya Dewa, kalimat yang pertamakali Renata dengar hari ini.

Bola mata Renata bergerak gelisah, melihat Bu Inggit yang sudah bersiap-siap untuk memulai ulangan harian.

"Renata lupa buat PR," sambar Kayla saat Renata tak kuasa menjawab. "Langsung ke meja depan aja, Wa."

"Makin nggak bener aja lo sekarang. Cewek tuh harus lebih pintar dari cowok, jangan buat orang berpikir kalau gue bawa pengaruh buruk buat lo." Dewa berbalik, namun kalimat itu membuat Renata tersentil untuk mendebat.

"Apapun yang gue lakuin, nggak ada urusannya sama cowok nggak punya hati kayak lo!" Renata membalas sarkastik. "Mulai sekarang, anggap kita nggak punya hubungan apa-apa. Lo bebas berhubungan sama cewek manapun, dan ngelakuin apapun yang lo suka!"

Niskala Dewa (Renata 2) 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang