Bahana deham kecil mengalun ribut pada ruang nyaris kosong penghuni. Mata kucing itu tatap tajam layar ponsel yang bertengger rapi pada phone holder. Dari seperempat jam lalu, telinganya tidak absen mendengar suara itu. Lama-lama pun rasa jengah mendarat, dia mendengus tidak suka.
Seharusnya memang dari awal dia tidak mengangkat panggilan gabut dari orang ini. Tapi, apa daya....
"Udah mah tau alergi sari manis, masih aja mainnya di angkringan," dia mencibir sarkas.
Membuat yang diseberang tertawa kecil, "Iya aja buat yang level minimum nya kelasan es teh."
"Gue serius," final, argumen mendadak stop begitu saja. Tapi sepi tidak berlangsung lama mendominasi, karena detik selanjutnya sorot mata itu balik melembut, "Udahan aja ya, gue mau fokus, bentar lagi ini selesai kok."
"Mau di jemput gak?"
"Bisa pulang sendiri."
Decitan kasur terdengar. Di sana dia terlihat kembali mencari posisi nyaman. Kini dengan manis menyimpan wajah pada tumpuk bantalan tangan.
Waktu berlalu pergi dengan sederhana merubah detik menjadi menit. Selama itu, matanya tidak absen menikmati paras lawan bicara.
"Rin," panggilan lembut mengudara, membuat hawa ruangan hangat seketika.
"Hm?" Haerin menggumam, melirik manusia itu tapi tidak berlangsung lama sebab dia cepat-cepat kembali memfokuskan diri pada tumpukan materi yang harus ia pelajari.
"I love you."
Otomatis berhenti dari aktivitas, atensi mereka lagi-lagi bertubrukan. Tertempel, dalam lima detik yang memang terkesan singkat tapi cukup serius.
Haerin kembali memalingkan wajah fokus pada tulisannya, terus menyunggingkan senyum sarkas.
Tidak, dia sama sekali tidak mengganggap perasaan yang berlebih dari penuturan mendadak itu. Bagi Haerin, kalimat tadi adalah hal basi. Karena dia tak yakin akan keseriusan dari kalimat tersebut, maka dari itu Haerin memilih untuk cari aman.
Tidak bawa perasaan, adalah sikap yang harus dia pegang.
"Udah yang ke berapa?"
"Maksudnya?"
"Yang ke berapa kali lo udah bilang kayak gitu hari ini?"
Dia tertawa kecil menanggapi, "Sekali ini doang."
"Kok diem, Rin?" Lanjutnya ketika tak kunjung mendapat jawaban dari Haerin yang kini memang cuma diam memandangi tulisannya.
"Mau fokus dulu bentar, yang lain udah bubar. Di sini cuma sisa gue sendirian. Emang lo tega?"
Dari ujung matanya, Haerin bisa lihat siluet itu menggelengkan kepala tanda tidak setuju dengan statement milik nya.
"Rin," panggilannya kembali mengalun bebas, setelah beberapa menit keheningan melanda.
Lagi dan lagi, Haerin meluluh. Kini atensi sudah fokus sempurna pada manusia di seberang.
Pahit sekali rasanya ketika melihat senyum itu, meskipun hampir semua makhluk di bumi pasti akan mengatakan kalau itu adalah senyum termanis.
Dan seperti dulu-dulu, Haerin tidak mau kalah. Dia segera menggeleng ketika merasakan ada sesuatu yang aneh pada jantungnya, juga wajah yang kini mendadak terasa hangat.
"Gue serius lagi mau fokus dulu Ji," kalimatnya melembut.
"Gue jemput ya, Rin?" Minji bertanya hati-hati, "Sekalian nanti kita mampir bentar di Stadion mau gak?"
"Minji," Menutup mata dan menghembuskan napas kasar, Haerin mencoba untuk menetralisir degup jantungnya sendiri, "Lo budek apa gimana 'sih?" dia berujar ketus, berharap Minji akan menyerah padanya.
"Gue otw, Rin."
Dan Minji tetaplah Minji. Panggilan Video diputuskan secara sepihak oleh oknum diseberang, tanpa aba-aba layar tertutup sempurna.
Haerin hirup udara dalam, lagi dan lagi.
"Demi tuhan, Minji. Gue muak banget sama kelakuan lo," kalimat akhir, sebelum dia beranjak bangkit dari ruang tersebut.
;
Starring by:
"Coba lagi, Ji."
&
"Oke, Rin kalo emang itu mau lo. Gue bakal terus coba!"
KAMU SEDANG MEMBACA
❶ Coldplay
FanfictionTry again, until you solve this coldplay! _ ⚠︎END, slowburn, wlw relationship, harshwords, cringe, local au, 18+ for some action, also some triggered issue! ©bimilday, 2023.