“Lo gak tau ‘kan, kalo gue seseneng ini bisa makin deket sama lo.”
Haerin memajukan wajah agar bisa melihat lebih jelas lagi raut muka full senyum milik Minji saat dia berucap seperti itu.
“Idih?” cibir Haerin.
Minji makin mengulum senyum, meski yang keluar dari mulut Haerin itu sebuah cibiran nyatanya pelukan pada pinggang Minji mengerat. Dan itu sudah cukup menjadi bukti kalau Haerin pasti merasakan hal yang sama seperti dia.“Gue turunin lo disini bisa aja coy, jangan kira-kira.”
“Gak perduli gue, serius.”
“Oh, nantangin nih,” sahut Minji, terus mengaduh kesakitan akibat cubitan pada lengannya, “Duh Rin, kalo mau kdrt jangan di umum gini.”
“Ya lo lagian sih, bawa motor tuh diem aja napasih. Fokus!”
Minji tertawa lepas, “Gak asik atuh kalo diem-diem an doang. Kapan lagi gue bisa kayak gini sama lo, udah mah dipeluk lagi rasanya kayak— aduh! Iya-iya ini diem!”
Walau begitu Minji masih saja tidak bisa diam sepenuhnya. Gagal mengajak Haerin bicara santai, dia memilih bersenandung ria.
Kalau soal itu Haerin tidak perduli. Dia justru merasa makin santai, menikmati angin sore diiringi dengan wangi harum khas Minji yang mungkin sekarang sudah candu untuknya.
“Rin.”
“Hm?”
“Udah sampai,” mata Minji tidak lepas dari kaca spion yang menunjukkan wajah tenang milik Haerin. Bersandar nyaman pada bahu Minji dengan mata tertutup sempurna.
“Gini bentar dulu boleh? Gue perlu nge-charge tenaga.”
Minji mengangguk setuju, “Boleh banget kali, tapi itu helm-nya lepas dulu.”
Tanpa membuka matanya Haerin duduk tegak, terus meraba tangan Minji memberi kode agar menolongnya.
“Alah manja banget si kucing,” terlihat ogah-ogahan seperti itu hanya alibi Minji demi menutupi salah tingkahnya.
Ditengah-tengah itu Haerin membuka mata, alhasil wajah yang hanya berjarak lima jari itu terlihat jelas. Netra mereka bertemu, tidak lama tidak singkat tapi cukup untuk mengundang detak cepat pada jantung masing-masing.
Karena tidak mau semakin salah tingkah, Minji otomatis turun dari motornya.
“Udah ah, sini cepet ntar lo kemaleman lagi.”
Minji berjalan duluan meninggalkan Haerin yang masih mencerna semuanya.
Angin sore berhembus lemah namun cukup untuk menerbangkan daun-daun di tanah. Benda kecil yang setia mengalung di leher Minji hirup dalam-dalam.
Tenang yang ia rasa, dengan mata tertutup ia lalu hembuskan perlahan membuat gebul asap segera memenuhi udara.
“Ji.”
Minji terkejut. Ah betul, dia lupa kalau dia tidak sendiri. Ada makhluk hidup yang memiliki anger issue disini. Minji lalu cepat-cepat mengibaskan tangannya ke udara berusaha menghilangkan sisa asap.
“Eh Sorry-sorry, gue lupa.”
Kalimat dari Minji itu menyadarkan Haerin kalau mereka memang tidak sedekat itu untuk sekedar mengingat hal kecil tentang masing-masing.
“Sini deketan, udah hilang kok asapnya. Sorry ya, abisnya tadi gue pikir lo gak bakal mau juga deket gue, kayak biasa.”
Tapi Minji tetaplah Minji, dengan segala kekurangan nya. Makhluk yang tiba-tiba datang dengan segudang pengakuan perasaan yang tidak bisa di prediksi. Dan Haerin akui, kalau itu membuat Minji semakin attractive.
“Lo masih suka gue gak ‘sih?” celetuk Haerin.
Alis Minji sukses terangkat, “Maksud lo? tiba-tiba banget Rin,” katanya diakhir dengan tawa canggung.
Haerin diam, tidak berniat menanggapi. Yang ia mau cuma kalimat penjelasan dari Minji, itu saja.
“Gak berubah, Rin. Gue emang suka sama lo, gak bercanda sama sekali.”
“Kenapa?”
“Emang perasaan harus beralasan gitu?”
Haerin mengangkat kedua bahunya, “Gak juga sih, tapi—” dia kemudian berjalan mendekat hingga menyisakan jarak satu langkah antar mereka.
“Tapi?”
“Kasih gue alasan yang tepat supaya gue bisa terima perasaan lo.”
Minji terdiam. Mata itu saling beradu, satupun dari mereka tak punya niat untuk berpaling.
“Mungkin lo udah kenal gue dengan segala info yang lo punya, tapi jujur gue sama sekali gatau lo,” Haerin maju lagi, membunuh jarak antar keduanya.
“Bantu gue buat bisa kenal sama Minji. Minji Nataprawira,” selesai dengan kalimatnya, Haerin langsung memeluk dan menenggelamkan wajah pada bahu si lawan bicara yang sampai kini masih kehilangan kata-kata atau bahkan kewarasannya pun sudah menyublim entah kemana.
“Lo utang banyak cerita ke gue, Ji. Mulai abis gue nge-charge tenaga ya, sekarang gue butuh lo.”
Minji mengangguk, terus semakin erat membawa Haerin pada dekapannya.
Masih bertahan dalam mode diamnya, Minji menepuk-nepuk kepala Haerin dengan lembut bermaksud untuk membantu memulihkan tenaga.
.
![](https://img.wattpad.com/cover/338419673-288-k666775.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
❶ Coldplay
FanfictionTry again, until you solve this coldplay! _ ⚠︎END, slowburn, wlw relationship, harshwords, cringe, local au, 18+ for some action, also some triggered issue! ©bimilday, 2023.